FUNGSI JABATAN FUNGSIONAL PERENCANA DALAM MENENTUKAN TUJUAN PEMERINTAH

Wednesday, March 9, 2011

FUNGSI JABATAN FUNGSIONAL PERENCANA DALAM MENENTUKAN TUJUAN PEMERINTAH

Oleh
Prof. Dr. Sukamto Satoto, SH., MH. 
(Guru Besar Hukum Administrasi di Fakultas Hukum Universitas Jambi)






A. PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Terdapat dua paradigma yang muncul dengan adanya ide pembentukan Jabatan Fungsional Perencana. Pertama; adalah dengan adanya perampingan organisasi pemerintahan di daerah berdasarkan ketentuan Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 2003 tentang Organisasi Pemerintahan Di Daerah, ini akan mengakibatkan struktur berubah dan tentu implikasikan pada jabatan struktural berkurang. Kedua; adalah begitu urgennya tenaga perencana pemerintah, karena pemerintah sebagai suatu organisasi dalam melaksanakan kegiatannya untuk mencapai tujuan perlu dituangkan dalam bentuk rencana-rencana.

Beberapa ide untuk pengadaan jabatan fungsional perencana di antaranya seperti diatur dalam Keputusan Menpan No. 16/Kep/M.PAN/3/2001, tentang Jabatan Fungsional Perencana dan Angka Kreditnya beserta peraturan pelaksana lainnya. Aturan ini merupakan bentuk pemberian kewenangan dan prosedur pemberian kewenangan dari Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara kepada badan atau pejabat lain baik secara vertikal maupun horizontal untuk penyelenggaraan pemerintahan. Ruang lingkup keabsahan tindakan pemerintahan meliputi kewenangan, prosedur, dan substansi. Substansi merupakan bagian penting yang tak terpisahkan dari tugas perencana untuk menentukan tujuan negara/pemerintah.

Negara dan atau lembaga pemerintahan merupakan suatu organisasi yang memiliki tujuan. Bagi Indonesia tujuan negara tertuang dalam alenia keempat Pembukaan UUD 1945, yang mengindikasikan bahwa Indonesia adalah negara hukum yang menganut konsep welfare state. Sebagai negara hukum yang bertujuan untuk mewujudkan kesejahteraan umum, maka setiap kegiatan selain harus berorientasi pada tujuan, juga harus menjadikan hukum sebagai aturan kegiatan kenegaraan, pemerintahan, dan kesejahteraan.

Dengan pertumbuhan dan perkembangan masyarakat serta dengan konsepsi welfare state, memberikan kewajiban kepada administrasi negara untuk merealisasikan tujuan negara. Tujuan kehidupan bernegara meliputi berbagai dimensi, terhadap dimensi ini pemerintah membuat rencana-rencana. Rencana merupakan alat bagi pemerintah, dan implementasi hendaknya berdasarkan pada suatu rencana. Rencana didefinisikan sebagai keseluruhan proses pemikiran dan penentuan secara matang dari hal-hal yang akan dikerjakan di masa yang akan datang.

Perencanaan merupakan fungsi organik pertama dari administrasi dan manajemen. Tanpa adanya rencana, maka tidak ada dasar untuk melaksanakan kegiatan tertentu dalam rangka usaha pencapaian tujuan. Berdasarkan Hukum Administrasi Negara, rencana merupakan keputusan bersifat positif dan bagian tindakan pemerintahan (bestuurshandelingen), yaitu suatu tindakan yang dimaksudkan untuk menimbulkan akibat hukum.

P de Haan mengemukakan bahwa perencanaan pemerintahan dalam arti luas didefinisikan sebagai persiapan dan pelaksanaan yang sistematis dan terkoordinasi mengenai keputusan-keputusan kebijakan yang didasarkan pada suatu rencana kerja yang terkait dengan tujuan-tujuan dan cara-cara pelaksanaannya. Perencanaan bagi pemerintahan umum dirumuskan sebagai suatu gambaran tentang bermacam-macam tindakan yang ditujukan untuk mencapai suatu tujuan yang ditentukan sebelumnya serta dari masing-masing bagian saling berkaitan dan disesuaikan satu dengan lainnya.

Telah disebutkan di atas bahwa rencana merupakan salah satu bentuk perbuatan hukum Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang menciptakan hubungan hukum antara Administrasi Negara dengan Warga Masyarakat. Kemudian Prajudi menguraikan, bahwa dari segi Hukum Administrasi, rencana adalah seperangkat tindakan-tindakan terpadu, dengan tujuan agar supaya terciptalah suatu keadaan yang tertib bilamana tindakan-tindakan tersebut telah selesai direalisasikan.


2.  Rumusan Masalah

Rencana merupakan perbuatan hukum sepihak di bidang Hukum Administrasi yang dilakukan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang berwenang serta berwajib untuk itu. Dalam undang-undang atau peraturan yang memberi tugas, wewenang, serta kewajiban kepada Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara tersebut harus dimuat dan dirumuskan aturan-aturan hukum yang mengatur tata cara perencanaan agar tidak terjadi pelanggaran terhadap asas-asas pemerintahan yang baik. Dari penjelasan di atas menunjukkan betapa pentingnya perencanaan sebagai suatu titik awal melaksanakan pekerjaan. Dengan demikian begitu urgennya tenaga perencana bagi pemerintah, sehingga masalah yang relevan untuk dibahas dalam tulisan ini adalah “apa fungsi jabatan fungsional perencana dalam menentukan tujuan pemerintah?”. Dari tema sentral tersebut, maka permasalahan yang hendak dibahas dalam penulisan artikel ilmiah ini adalah tentang:
  1. perbuatan perencanaan,
  2. bentuk hukum rencana dalam menentukan tujuan pemerintahan, dan arti pentingnya fungsi jabatan fungsional perencana dalam menentukan tujuan pemerintahan yang bersangkutan.


B.  PEMBAHASAN

1. Perbuatan Perencanaan

Tindakan-tindakan dalam rencana tertuang ke dalam suatu keputusan tata usaha negara yang bersifat perbuatan hukum (rechtshandelingen), sehingga tercipta akibat hukum yang mengikat para warga masyarakat yang bersangkutan terhadap pihak penguasa, satu dengan lainnya untuk memastikan ketertiban keadaan yang dikehendaki. Pada saat sekarang perencanaan (planning) merupakan hal penting yang harus dijalankan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara pada semua tingkatan, dan dijadikan sebagai pegangan yuridis untuk mengeluarkan keputusan tata usaha negara.


P de Haan sebagaimana dikutip oleh Ridwan mengemukakan, bahwa perencanaan dibagi menjadi tiga kategori, yaitu:
  1. Perencanaan informatif, yaitu rancangan estimasi mengenai perkembangan masyarakat yang dituangkan dalam alternatif-alternatif kebijaksanaan tertentu. Rencana seperti ini tidak memiliki akibat hukum bagi warganegara.
  2. Perencanaan indikatif, yaitu rencana-rencana yang memuat kebijaksanaan- kebijaksanaan yang akan ditempuh dan mengindikasikan bahwa kebijaksanaan itu akan dilaksanakan. Kebijaksanaan ini masih harus diterjemahkan ke dalam keputusan-keputusan operasional atau normatif. Perencanaan seperti ini mempunyai akibat hukum yang tidak langsung.
  3. Perencanaan operasional atau normatif, yaitu rencana-rencana yang terdiri atas persiapan-persiapan, persiapan-persiapan, dan ketetapan-ketetapan. Contoh rencana-rencana operasional dan normatif seperti ini di antaranya adalah rencana tata ruang, rencana pengembangan perkotaan, rencana pembebasan tanah, rencana peruntukan, rencana pemberian subsidi, dan lain-lain. Perencanaan seperti ini memiliki akibat hukum langsung baik bagi pemerintah maupun warga negara.

Di samping pembagian tersebut, perencanaan dibagi berdasarkan atas waktu, tempat, bidang hukum, sifat, metode, dan sarana. Berdasarkan waktu, perencanaan ini dibedakan dalam rencana jangka panjang, menengah, dan pendek. Berdasarkan tempat, perencanaan terdapat terdapat di tingkat pusat, propinsi, kabupaten/kota. Di bidang hukum perencanaan terdiri atas rencana tata ruang, ekonomi, sosial, kesehatan, dan bidang-bidang lainnya. Berdasarkan sifatnya, perencanaan ini terdiri atas perencanaan sektoral dan integral. Berdasarkan metodenya dibedakan atas perencanaan akhir dan perencanaan proses. Sedangkan berdasarkan sarananya pelaksanaan rencana memerlukan instrumen yuridis, finansial dan organisasi.


2. Bentuk Hukum Rencana Dalam Menentukan Tujuan Pemerintahan

Di atas telah disebutkan bahwa tindakan dalam rencana tertuang ke dalam suatu keputusan tata usaha negara yang bersifat perbuatan hukum (rechtshandelingen), sehingga tercipta akibat hukum yang mengikat para warga masyarakat yang bersangkutan terhadap pihak penguasa, satu dengan lainnya untuk memastikan ketertiban keadaan yang dikehendaki. Pada saat sekarang perencanaan (planning) merupakan hal penting yang harus dijalankan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara pada semua tingkatan, dan dijadikan sebagai pegangan yuridis untuk mengeluarkan keputusan tata usaha negara.

Perencanaan adalah bentuk tertentu tentang pembentukan kebijaksanaan, dinyatakan dalam bentuk hubungan timbal balik antara kebijaksanaan dengan hukum, perencanaan adalah proses perbuatan kebijaksanaan. Proses perencanaan dan perwujudan rencana merupakan bagian dari norma, dan tunduk pada hukum positif. Di antara para ahli Hukum Administrasi tentunya tidak ada kesamaan pendapat mengenai sifat hukum terhadap rencana. Perbedaan pendapat tersebut seperti dikemukakan Indroharto, bahwa dalam literatur hukum mula-mula cenderung adanya dua pendapat yang berbeda, yang pertama menyatakan bahwa rencana itu merupakan suatu peraturan yang bersifat umum, dan yang lain menyatakan bahwa rencana itu merupakan keputusan individual atau bentuk beschikking.

Perbedaan pendapat di atas muncul karena kenyataan bahwa perencanaan dibuat oleh banyak tangan dan hampir semua organisasi atau lembaga yang terdapat dalam suatu negara. Tidak hanya dibuat oleh satu alat administrasi negara yang dengan sendirinya melahirkan bentuk hukum yang beragam. Di samping itu ada perencanaan yang berkenaan langsung dengan tindakan organ pemerintahan terhadap warganegara atau memiliki akibat hukum bagi warganegara dan ada pula perencanaan yang hanya mengatur hubungan antar organ pemerintahan.

Beberapa bentuk hukum dari perencanaan mulai dengan bentuk undang-undang (Undang-undang APBN), Peraturan Presiden (Rencana Jangka Panjang, Menengah, dan Pendek), Peraturan Daerah (APBD, Rencana Tata Ruang, atau Rencana Pembangunan Daerah), dan sebagainya. Stroink sebagaimana diterjemahkan oleh Ridwan di halaman 149, mengemukakan bahwa sifat hukum rencana terdiri atas empat macam, yaitu:
  1. Rencana adalah ketetapan atau kumpulan ketetapan.
  2. Rencana adalah sebagian dari kumpulan ketetapan-ketetapan, sebagian peraturan, peta dengan penjelasan adalah kumpulan keputusan-keputusan, penggunaan keputusan memiliki sifat peraturan.
  3. Rencana adalah bentuk hukum tersendiri.
  4. Rencana adalah peraturan perundang-undangan.
Dengan merujuk pada pengertian peraturan perundang-undangan, peraturan kebijaksanaan, keputusan dan atau ketetapan seperti di atas, serta dengan membandingkan bentuk hukum terhadap rencana yang terdapat di Indonesia, maka tampak jelas bahwa rencana memiliki sifat dan bentuk hukum yang beragam. Keragaman bentuk hukum dari rencana ini akan diketahui dengan melihat pada lembaga yang membuat rencana, substansi rencana, dan sasaran dari rencana, yang kemudian akan diketahui akibat-akibat hukumnya dan relevansi yang muncul dari rencana-rencana tersebut.

Dalam perspektif Hukum Administrasi rencana merupakan sarana (hukum) bagi administrasi negara dalam pengambilan keputusan-keputusan individual. Sifat hukum dari rencana berada di antara peraturan perundang-undangan dengan peraturan kebijaksanaan. Dengan demikian perencanaan memiliki bentuk hukum tersendiri. Rencana merupakan himpunan kebijaksanaan yang ditempuh pada masa yang akan datang, tetapi bukan peraturan kebijaksanaan, karena kewenangan untuk membuatnya ditentukan oleh peraturan perundang-undangan atau didasarkan atas kewenangan yang diberikan oleh aturan hukum dengan jelas.

Rencana sebagai norma yang memiliki sifat umum-abstrak, namun bukan peraturan perundang-undangan atau peraturan kebijaksanaan, karena tidak semua rencana mengikat umum dan tidak selalu mempunyai akibat hukum secara langsung. Rencana merupakan hasil penetapan lembaga pemerintahan pusat maupun daerah tertentu yang dituangkan dalam bentuk ketetapan namun bukan merupakan beschikking.


3. Arti Penting Fungsi Jabatan Fungsional Perencana

Pengertian fungsi dalam suatu lembaga pemerintah dalam berbagai peraturan perundang-undangan dirumuskan sebagai suatu cara untuk melaksanakan tugas pemerintahan. Sebaliknya dapat dirumuskan juga bahwa tugas adalah cara untuk melaksanakan fungsi. Ketidakseragaman pengaturan ini tidak terlepas dari kerancuan pengertian fungsi dan tugas. Untuk melaksanakan tugas umum pemerintahan dan pembangunan diperlukan kemampuan dan kemahiran manajerial yang dapat mengintegrasikan seluruh sumber daya demi tercapainya tugas pokok, fungsi, dan kewenangan lembaga pemerintahan.

Dapat digambarkan bahwa jabatan fungsional adalah jabatan yang secara langsung memproses sumber daya menjadi suatu hasil yang ditetapkan organisasi. Oleh karena itu keterampilan teknis dari pemegang jabatan fungsional sangat diperlukan dan mempunyai nilai strategis dalam menangani tugas umum pemerintahan dan pembangunan. Upaya pembinaan jabatan fungsional mutlak harus dilaksanakan secara lebih konsepsional dan harus dituangkan dalam wadah aturan hukum yang dapat menjamin kelangsungan sistem pembinaan jabatan fungsional.

Undang-undang No. 43 Tahun 1999 jo Undang-undang No. 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian, dan Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 1994 tentang Jabatan Fungsional Pegawai Negeri sipil, mengatur bahwa Jabatan Fungsional adalah: “Kedudukan yang menunjukkan tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak seseorang PNS dalam suatu organisasi yang dalam pelaksanaan tugasnya didasarkan pada keahlian dan atau keterampilan tertentu serta bersifat mandiri”. Jabatan Fungsional Perencana seperti diatur dalam Keputusan Menpan No. 16/Kep/M.PAN/3/2001 ini ditujukan bagi Pegawai Negeri Sipil yang bekerja di instansi pemerintah pusat maupun pemerintah daerah yang memiliki tugas perencanaan.

Pengertian perencana adalah Pegawai Negeri Sipil yang diberi tugas, tanggung jawab, wewenang untuk melaksanakan kegiatan perencanaan di unit-unit perencanaan. Sedangkan unit perencanaan adalah unit pada instansi pemerintah (pusat dan daerah) yang berdasarkan tugas pokok dan fungsi:
  1. melakukan kegiatan perencanaan secara menyeluruh (dari identifikasi masalah sampai penilaian hasil kegiatan),
  2. menghasilkan rencana kebijaksan lingkup makro, sektor dan daerah serta berdampak nasional dan daerah, dan;
  3. melakukan pemantauan dan evaluasi.
Instansi perencanaan pemerintah pusat adalah Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) dan Biro Perencanaan di (Departemen, Kantor Kementerian Negara, dan Lembaga Pemerintah Non Departemen), sedangkan Instansi perencanaan pemerintah daerah adalah Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Propinsi atau Kabupaten/Kota dan bagian atau bidang perencanaan di dinas-dinas.

Upaya untuk mewujudkan Jabatan Fungsional Perencana yang profesional, kita mesti mendudukkan mereka sebagai pegawai yang memiliki profesi sebagai perencana, yang sekaligus sebagai Pegawai Negeri Sipil. Dengan demikian diperlukan pemahaman seorang Pegawai Negeri Sipil tentang pengertian profesi dan profesionalisme perencana. Hal ini akan dapat menumbuhkan motivasi dan komitmen Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan untuk memenuhi kriteria profesional yang ditetapkan oleh organisasi profesinya.

Inti suatu profesi adalah tingkah laku yang mencerminkan kehendak untuk berkomitmen dan berdedikasi terhadap idealisme. Pegawai Negeri Sipil profesional adalah menerapkan etika profesi, sehingga etika profesi dianggap sebagai makna inti dari profesionalisme. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 3 Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 1994 tentang Jabatan Fungsional Pegawai Negeri Sipil yang mengatur bahwa jabatan fungsional harus memiliki etika profesi yang ditetapkan organisasi profesi. Jabatan fungsional seperti dimaksud dalam ayat (1) terdiri atas: (1) jabatan fungsional keahlian, (2) jabatan fungsional keterampilan.

Kriteria jabatan fungsional keahlian dan jabatan fungsional keterampilan ditetapkan sebagai berikut:
  1. Mempunyai metodologi, teknis analisis, teknik dan prosedur kerja yang didasarkan atas disiplin ilmu pengetahuan dan/atau pelatihan teknis tertentu dengan sertifikasi;
  2. Memiliki etika profesi yang ditetapkan oleh organisasi profesi;
  3. Dapat disusun dalam suatu jenjang jabatan berdasarkan:
  • Tingkat keahlian bagi jabatan fungsional keahlian;
  • Tingkat keterampilan bagi jabatan fungsional keterampilan;
  • Pelaksanaan tugas bersifat mandiri;
  • Jabatan fungsional tersebut diperlukan dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsi organisasi.
Dengan ditetapkannya Jabatan Fungsional Perencana diharapkan dapat mendorong terbentuknya dan atau pemantapan organisasi profesi dari jabatan fungsional yang bersangkutan. Hal ini memungkinkan dapat dirumuskan etika profesi yang merupakan norma terhadap disiplin ilmu dan organisasi yang harus dipatuhi oleh pejabat fungsional dalam melaksanakan tugas dan tanggung-jawabnya.

Dalam melaksanakan fungsinya pejabat fungsional tidak mutlak harus bekerja sendiri, dia juga tidak dibantu oleh tenaga profesional yang lain. Namun tanggung jawab dan tanggung gugat hasil pelaksanaan tugas dan kewenangan pelaksanaan tugas tetap melekat pada pejabat fungsional tersebut. Hasil dari pelaksanaan tugas disampaikan kepada instansi pembinanya, yaitu instansi perencanaan pemerintah pusat atau daerah di tempat pejabat fungsional tersebut dipekerjakan. Hasil kerjanya dituangkan dalam bentuk hukum berupa undang-undang, peraturan pemerintah, peraturan presiden, atau peraturan perundang-undangan bawahan lainnya. Bentuk hukum tersebut tentu saja mengikat umum, baik bagi rakyat maupun bagi pemerintah sendiri untuk mencapai tujuan yang diinginkan oleh pemerintah yang bersangkutan.


C.  KESIMPULAN
  1. Perbuatan perencanaan tertuang ke dalam suatu keputusan tata usaha negara yang bersifat perbuatan hukum (rechtshandelingen), sehingga tercipta akibat hukum yang mengikat para warga masyarakat yang bersangkutan terhadap pihak penguasa.
  2. Rencana merupakan suatu bentuk peraturan yang bersifat umum-abstrak dan berada di antara aturan hukum dengan peraturan kebijaksanaan. 
  3. Sedangkan Jabatan Fungsional perencana adalah jabatan profesional yang mempunyai nilai strategis dalam menentukan tujuan pemerintahan


DAFTAR PUSTAKA 
  • Buku Teks
Indroharto, 1993, Usaha Memahami Undang-undang tentang Peradilan Tata Usaha Negara, Buku I, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta.

P. De Haan, et.al., 1986, Bestuursrecht in de Sociale Rechtsstaat (Ontwikkeling, Organosatie, Instrumentarium), Deel1, Kluwer, Deventer.

Prajudi Atmosudirdjo, 1988, Hukum Administrasi Negara, Ghalia Indonesia, Jakarta.

Ridwan, 2003, Hukum Administrasi Negara, UII Press, Yogyakarta.

Sukamto Satoto, 2004, Pengaturan Eksistensi dan Fungsi Badan Kepegawaian Negara, Hanggar Kreator, Yogyakarta.

Sukamto Satoto, 2005, Hukum Administrasi Negara, Buku Ajar, Bagian Hukum Administrasi Negara Fakultas Hukum Unja, Jambi.
  • Aturan Hukum
Undang-undang No. 43 Tahun 1999 jo Undang-undang No. 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian.

Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 1994 tentang Jabatan Fungsional Pegawai Negeri sipil

Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 2003 tentang Organisasi Pemerintahan Di Daerah

Keputusan Menpan No. 16/Kep/M.PAN/3/2001, tentang Jabatan Fungsional Perencana dan Angka Kreditnya