Adnan Buyung Nasution: Perda pelarangan Ahmadiyah Langgar konstitusi

Wednesday, March 9, 2011

Advokat senior, Adnan Buyung Nasution menilai, adanya peraturan daerah (perda) terkait pelarangan kegiatan jemaat Ahmadiyah merupakan pelanggaran atas konstitusi serta hak asasi manusia sesuai amanat UUD 1945. Pasalnya, konstitusi telah menjamin kebebasan bagi warga negara dalam beragama dan berkeyakinan sesuai kepercayaan masing-masing.

"Bila kita mencermati masalah Ahmadiyah ini ada pelanggaran konstitusional yaitu pemerintah melanggar konstitusi yang harusnya menjamin aktivitas beragama masyarakat. Pemerintah tidak bisa membubarkan atau melarang seperti sekarang dengan mengacu Surat Keputusan Bersama (SKB)," jelas Adnan Buyung Nasution kepada wartawan di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa (8/3).

Adnan mengakui, dirinya juga merupakan salah satu pelaku dalam pembuatan SKB itu. Namun, SKB bukan sebagai sumber hukum seperti sekarang dengan adanya persepsi pemerintah yang keliru dalam menafsirkan SKB itu seperti yang berkembang saat ini. "SKB bukan berfungsi untuk melarang atau membubarkan Ahmadiyah," tegas dia.

Awalnya, SKB memang dibuat untuk membubarkan Ahmadiyah. "Namun saya protes melalui Inpres (Instruksi Presiden) sehingga terbentuklah SKB yang sekarang ini, yang intinya mengakui ahmadiyah boleh ada tapi, hanya di internal dan tidak boleh keluar dengan menyiarkan ajaran Ahmadiyah seperti berdakwah. Itu yang tidak boleh. Namun untuk menjalankan keyakinannya sendiri silahkan  tidak ada yang melarang, karena tiap-tiap agama memiliki hak asasi," tambah Adnan Buyung.

Lebih jauh Adnan menyebutkan, terbitnya perda pelarangan kegiatan Ahmadiyah merupakan kesalahan konstitusional karena pemerintah daerah tidak berwenang dalam menerbitkan aturan semacam itu. "Urusan agama adalah urusan pemerintah pusat, bukan daerah," tegas dia.

Apabila pemda dibiarkan mengurusi persoalan ranah agama, itu sama artinya Presiden tidak menjalankan amanat UU. "Untuk perda yang sudah diterbitkan itu bisa dilakukan judicial review. Tapi, permohonan judicial review itu harus diajukan ke Mahkamah Agung, bukan ke Mahkamah Konstitusi," terang Adnan Buyung.

(Tim JLC)

Sumber: primair online