Aturan PHK Alasan Efisiensi Dinilai Inkonstitusional

Saturday, March 12, 2011

 Ilustrasi: Demo Menolak PHK - Google

Majelis panel Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang pemeriksaan pendahuluan pengujian Pasal 164 ayat (3) UU No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang diajukan 38 korban PHK Hotel Papandayan Bandung. Permohonan ini mengatasnamakan pengurus Serikat Pekerja Mandiri (SPM) Hotel Papandayan Bandung Asep Ruhiyat, Suhesti Dianingsih, dan Bambang Mardiyanto.

“Pasal 164 ayat (3) UU Ketenagakerjaan dinilai bertentangan dengan Pasal 28D ayat (2) UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,” tuntut Asep Ruhiyat dalam sidang yang diketuai Achmad Sodiki di Gedung MK Jakarta, Jum’at (11/3).

Pasal 164 ayat (3) UU Ketenagakerjaan itu membolehkan pengusaha mem-PHK pekerja/buruh karena perusahaan tutup bukan karena rugi/keadaan memaksa, tetapi perusahaan melakukan efisiensi dengan pesangon dua kali ketentuan Pasal 156.  
  
Asep menuturkan sebanyak 198 karyawan hotel yang merupakan anggota dan pengurus SPM hotel Papandayan diberhentikan sepihak oleh manajemen hotel Papandayan dengan alasan melakukan renovasi untuk perbaikan bangunan hotel. “Alasan PHK manajemen hotel sedang direnovasi untuk naik kelas dari hotel bintang empat menjadi bintang lima,” kata Asep.  

Asep berdalih alasan renovasi bangunan tidak diatur dalam UU ketenagakerjaan. Namun alasan itu tetap dijadikan dalih untuk memecat karyawan secara sepihak yang sudah bekerja cukup lama di hotel yang dimiliki Surya Paloh itu. Ironisnya, gugatan perusahaan atas PHK ini pun dikabulkan Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) Bandung hingga kasasi MA yang didasarkan Pasal 164 ayat (3) itu.       

“Di sini jelas ada ketidakadilan dan terlalu dipaksakan. Prinsipnya, kami ingin terus bekerja karena di antara kami sudah ada bekerja selama 20 tahun,” tuntutnya. 

Ia menilai pihaknya merasa dirugikan dengan berlakunya Pasal 164 ayat (3) itu. Padahal Pasal 28D ayat (2) UUD 1945 yang memberi jaminan hak atas pekerjaan untuk mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja. Terlebih, alasan pemohon di-PHK bukan karena alasan perusahaan tutup, melainkan Hotel Papandayan sedang direnovasi.

Menurutnya, pasal itu seringkali dijadikan celah oleh pihak perusahaan untuk menghilangkan hak warga negara untuk bekerja sebagaimana dijamin Pasal 28D ayat (2) UUD 1945. Sebab, pekerja dapat setiap saat di-PHK dengan dalih efisiensi meski tanpa kesalahan dan kondisi perusahaan dalam keadaan baik sekalipun. “Karena itu, Pasal 164 ayat (3) inkonstitusional.”           
  
Achmad Sodiki menyarankan agar kedudukan pemohon (legal standing) diubah menjadi perorangan. Sebab, Pasal 51 ayat (1) UU MK hanya mengatur yang berhak adalah perorangan, masyarakat hukum adat, badan hukum publik atau privat. “Karena serikat pekerja bukan badan hukum, lebih baik posisinya diganti sebagai perorangan,” saran Sodiki. 

Ia meminta Pemohon mempertimbangkan kembali jika pasal itu akan dihilangkan/dibatalkan. Sebab, jika permohonan ini dikabulkan dengan membatalkan pasal itu, hak pemohon untuk bekerja kembali belum tentu bisa dipulihkan. “Ini bukan perkara perdata, ini harus dipikirkan kembali,” katanya. “Selain itu, Pasal 164 ayat (3) ini seharusnya dikaitkan dengan Pasal 164 ayat (1), (2)-nya!”

Namun, ia menyarankan dalam petitum permohonan agar pasal itu dinyatakan konstitusional bersyarat terkait kata “efisiensi”. Artinya, kata efisiensi dinyatakan konstitusional dengan syarat. “Seharusnya ini yang dimohonkan. Karena itu Saudara seharusnya minta bantuan konsultasi dengan LBH-LBH,” sarannya.

Karena itu, majelis panel menyarankan agar permohon memperbaiki permohonannya dalam jangka waktu 14 hari. “Saudara bisa memperbaiki permohonan dalam waktu 14 hari, setelah itu kita sidang lagi untuk perbaikan permohonan.”


Sumber: Hukum Online