Pengirim | Bang Rizal |
Percaya The Age atau SBY ? | |
: | Presiden 'Korup', Keluarga Presiden 'Kemaruk', TB Silalahi 'Informan' Amerika di Istana Negara, kata Telegram Diplomat Amerika di Wikileaks. Kasar dan vulgar! Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan para elite Istana pusiiiiiing menangkis tudingan publikasi telegram yang dimuat The Age, koran Australia yang memasang headline Yudhoyono 'abused power'. Membantah,mengelak, balik menuding adalah strategi awal yang ditempuh para elite Istana. Semua media, cetak dan televisi nasional gencar menayangkan jurus DEFENSIF yang diperagakan para elite Istana itu. Sayang, strategi ini adalah taktik umum yang sudah usang. Bahkan, pemerintah sejauh ini hanya menyatakan akan memanggil Duta Besar Amerika Serikat, Scot Alan Marciel. Cuma memanggil? Trus kalau sudah dipanggil mau ngapain? Bagi SBY dan gang Istana-nya, pemberitaan The Age itu diibaratkan seperti ditikam teman sepermainan. Amerika (teroris nomor wahid dunia) itu diduga sebagai dalang dibalik tereksposnya kawat-kawat diplomatiknya dan memberikan hak penayangan eksklusif atas telegram diplomat Amerika yang dibocorkan oleh situs Wikileaks. The Age dalam laporannya menyebut adanya dugaan yang menguatkan kalau Kedutaan Amerika Serikat di Jakarta menggunakan orang-orang di lingkaran dekat kekuasaan untuk melakukan kegiatan spionase atas pemerintahan Presiden SBY. Hal itu dapat ditengarai dengan menunjukkan hal-hal berikut: - Spionase Kedutan Amerika atas presiden diduga banyak mengandalkan informasi dari Tiopan Bernhard Silalahi, bekas petinggi militer yang sejak 2006 menjadi penasehat keamanan presiden. Telegram menyebut TB Silalahi, pernah mengambil kursus militer di Amerika Serikat, sebagai 'informasi paling berharga'. - TB Silalahi termasuk yang membisikkan ke telinga diplomat Amerika di Jakarta kalau Presiden Susilo sendiri yang meminta pejabat senior Kejaksaan Agung untuk berhenti dari usaha menjerat Taufik Kiemas, suami bekas Presiden Megawati Soekarnoputri, dalam sejumlah kasus tender ratusan miliar rupiah. Telegram menggambarkan Taufik "sudah tersohor dengan korupsinya sejak kekuasaan Megawati". - Kedutaan Amerika punya informan di kalangan Partai Golkar, utamanya pada sejumlah kandidat yang berlaga dalam Kongres Partai Golkar pada Desember 2004. Informan-informan inilah yang membisikkan ke telinga diplomat Amerika kalau Jusuf Kalla keluar uang paling tidak US$ 6 juta untuk memenangkan kongres di Bali dan menjungkalkan Akbar Tandjung. - Informan-informan Kedutaan Amerika di lingkaran dekat kekuasaan dan juga Partai Kebangkitan Bangsa. Informan-informan ini intinya membisikkan sejumlah hal yang mengisyaratkan kalau Sekretaris Kabinet, Sudi Silalahi, "mengintimidasi" hakim yang menangani persidangan sengketa kepemilikan Partai Kebangkitan Bangsa, demi menutup kemungkinan kemenangan kubu almarhum bekas Presiden Abdurrahman Wahid. - Yahya Asegaf, seseorang yang dalam berita The Age digambarkan sebagai 'pejabat senior Badan Intelejen Negara (BIN)' telah mensuplai informasi ke diplomat Amerika di Jakarta. Yahya antara lain membisikkan kalau presiden menggunakan BIN untuk memata-matai musuh-musuh politiknya, termasuk seorang menterinya sendiri. Spionase itu, kata The Age, menimpa Jenderal Wiranto. Yahya juga mensuplai informasi ke diplomat Amerika kalau presiden, via TB Silalahi, punya hubungan dekat dan mendapat dukungan dana besar dari Tomy Winata, pengusaha yang digambarkan dalam telegram sebagai bos besar "Sembilan Naga", sindikat perjudian di Indonesia. - Agung Laksono pernah membisikkan informasi ke diplomat Amerika yang intinya kalau TB Silalahi yang menjadi "orang penengah, yang memindahkan uang Tomy Winata ke Yudhoyono, demi melindungi presiden dari masalah yang kemungkinan muncul jika presiden sendiri yang langsung berhubungan. - Diplomat Amerika juga mendapat informasi kalau Tomy Winata menggunakan 'Muhammad Lutfi', seorang pengusaha muda, untuk menyalurkan 'bantuan' dana ke Presiden Susilo. Lutfi belakangan adalah orang kepercayaan SBY di Badan Koordinasi Penanaman Modal. - Pejabat senior BIN, Yahya Asegaf, membisikkan ke diplomat Amerika kalau Tomy Winata berusaha memupuk pengaruh dengan menggunakan salah satu tangan kanan presiden untuk mencuri perhatian Kristiani Herawati, istri presiden. - Telegram diplomat Amerika menggambarkan keluarga-keluarga presiden "khususnya Kristiani Herawati … mengeruk keuntungan dari posisi politis mereka." - Pada Juni 2006, seorang staf presiden membisikkan ke diplomat Amerika kalau anggota keluarga Presiden Susilo "mengincar peluang-peluang bisnis di BUMN." - Telegram diplomat Amerika menggambarkan Kristina Herawati sebagai "penasehat presiden yang tak punya lawan." Merujuk dari informasi Yahya Asegaf, diplomat Amerika mengabarkan ke Washington kalau opini Kristiani dalam banyak hal menjadi "satu-satunya yang jadi pertimbangan" presiden dalam mengambil keputusan. - Informan Kedutaan Amerika di kalangan LSM membisikkan kabar kalau mereka telah menerima informasi "kredibel" kalau dana penalangan Bank Century dipakai untuk membiayai kampanye pemilu presiden pada 2009. DPR belakangan menyelidiki hal ini, menemukan sejumlah pelanggaran serius dan merekomendasikan pemeriksaan hukum atas bekas menteri keuangan Sri Mulyani dan Boediono. Tudingan-tudingan ini memang sangat pedas. Namun, itulah risiko seorang presiden, yang harus siap dihujat publik atas segala aktivitas yang dilakukannya. Celakanya, karena yang menjadi sasaran tembak adalah SBY, maka para kroni SBY dan elite Istana kompak membuat barikade untuk menyelamatkan nama SBY. Mereka lupa, pepatah mengatakan, semakin tinggi pohon, semakin banyak angin yang menggoyangnya. The Age edisi 12 Maret 2011 sudah memuat hak jawab yang dikirimkan ke The Age, dengan tulisan Presiden SBY menuding The Age telah melanggar kode etik jurnalistik universal, dan staf kepresidenan Daniel Sparingga menyebut "isi berita penuh sensasional". Dalam klarifikasi yang dimuat The Age, SBY membantah keras apa yang diberitakan tentang dirinya, dan menyesalkan penulisan berita yang bersumber dari wikileaks itu tanpa konfirmasi terlebih dulu. Penyesalan seorang Scot Alan Marciel juga disampaikan, meskipun tak ada penyataan yang membenarkan atau membantah berita itu. Lantas, dengan dimuatnya hak jawab, SBY mau ngapain? Hak jawabnya sudah dimuat secara penuh oleh The Age. Risiko bakal menghadang kalau SBY ngotot mempersoalkan kasus ini. Media-media internasional akan merespons pertarungan The Age vs SBY dan bukan tidak mungkin akan makin membuka lacakan-lacakan lain yang lebih detil. Apapun bantahan dan sanggahan yang dilontarkan pihak SBY, pemberitaan sudah terlanjur beredar ke publik. Pertanyaan besarnya adalah, apakah Anda percaya The Age atau SBY? Bang Rizal | Komasianer http://www.kompasiana.com/rizal_hasan |
Powered by EmailMeForm