Ilustrasi: Suasana Sidang MK
Jakarta - Mahkamah Konstitusi menggelar sidang perdana terkait uji materi UU No 13/2003 tentang Ketenagakerjaan, utamanya Pasal 164 Ayat (3) yang dimohonkan mantan karyawan Hotel Papandayan Bandung yang tergabung dalam Serikat Pekerja Mandiri (SPM) Hotel Papandayan.
Dalam pokok permohonannya, SPM menilai, pasal tersebut dinilai bertentangan dengan UUD 1945 khususnya Pasal 28 D Ayat (2) yang memberikan jaminan atas pekerjaan yang layak bagi setiap warga negara.
Seperti diketahui, eks pekerja hotel tersebut menerima perlakuan sepihak dari manajemen yang beralasan akan melakukan renovasi atau perbaikan fisik bangunan hotel. "Alasan renovasi bangunan tidak diatur dalam UU 13/2003. Pasal tersebut dijadikan pegangan manajemen Papandayan untuk memecat karyawan secara sepihak. Prinsipnya, kami ingin terus bekerja mengingat kami sudah berkontribusi selama lebih kurang 20 tahun di hotel tersebut," tandas Ketua SPM Hotel Papandayan, Asep Ruhiyat, dalam sidang panel yang diketuai Achmad Sodiki, di Gedung MK, Jakarta, Jumat (11/3).
Pasal 164 Ayat (3) yang tengah diperkarakan itu berbunyi "pekerja dapat setiap saat diputus hubungan kerjanya walau tanpa ada kesalahan apapun atau ketika kondisi perusahaan dalam kondisi yang maju sekalipun. SPM menilai, esensi pasal tersebut telah melanggar konstitusi. Oleh manajemen Hotel Papandayan, pasal itu dijadikan dasar acuan untuk melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) secara sepihak walaupun perusahaan tidak bangkrut.
Atas dasar itulah, Asep meminta kepada MK untuk menetapkan pasal 164 ayat (3) UU No 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan tidak mempunyai hukum mengikat dan dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945.
Namun, dalam sidang dengan agenda pemeriksaan pendahuluan ini, majelis hakim kembali mempertanyakan kerugian konstitusional akibat diberlakukannya aturan tersebut. "Kepada pemohon diminta untuk mempertimbangkan apa kerugian konstitusionalnya apabila pasal tersebut dihilangkan," papar Ahmad Sodiki.
Hakim juga mengingatkan, apakah dengan dikabulkannya permohonan tersebut lantas secara otomatis karyawan hotel itu bisa kembali bekerja seperti semula.
Dalam pokok permohonannya, SPM menilai, pasal tersebut dinilai bertentangan dengan UUD 1945 khususnya Pasal 28 D Ayat (2) yang memberikan jaminan atas pekerjaan yang layak bagi setiap warga negara.
Seperti diketahui, eks pekerja hotel tersebut menerima perlakuan sepihak dari manajemen yang beralasan akan melakukan renovasi atau perbaikan fisik bangunan hotel. "Alasan renovasi bangunan tidak diatur dalam UU 13/2003. Pasal tersebut dijadikan pegangan manajemen Papandayan untuk memecat karyawan secara sepihak. Prinsipnya, kami ingin terus bekerja mengingat kami sudah berkontribusi selama lebih kurang 20 tahun di hotel tersebut," tandas Ketua SPM Hotel Papandayan, Asep Ruhiyat, dalam sidang panel yang diketuai Achmad Sodiki, di Gedung MK, Jakarta, Jumat (11/3).
Pasal 164 Ayat (3) yang tengah diperkarakan itu berbunyi "pekerja dapat setiap saat diputus hubungan kerjanya walau tanpa ada kesalahan apapun atau ketika kondisi perusahaan dalam kondisi yang maju sekalipun. SPM menilai, esensi pasal tersebut telah melanggar konstitusi. Oleh manajemen Hotel Papandayan, pasal itu dijadikan dasar acuan untuk melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) secara sepihak walaupun perusahaan tidak bangkrut.
Atas dasar itulah, Asep meminta kepada MK untuk menetapkan pasal 164 ayat (3) UU No 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan tidak mempunyai hukum mengikat dan dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945.
Namun, dalam sidang dengan agenda pemeriksaan pendahuluan ini, majelis hakim kembali mempertanyakan kerugian konstitusional akibat diberlakukannya aturan tersebut. "Kepada pemohon diminta untuk mempertimbangkan apa kerugian konstitusionalnya apabila pasal tersebut dihilangkan," papar Ahmad Sodiki.
Hakim juga mengingatkan, apakah dengan dikabulkannya permohonan tersebut lantas secara otomatis karyawan hotel itu bisa kembali bekerja seperti semula.
Sumber: primair online