Pengirim | Daniel HT - Kompasiana |
Media Australia: 'Yudhoyono Ternyata Tukang Sambal' | |
Kubu SBY benar-benar murka kali ini. Berita yang dilangsir The Age dan The Sidney Morning Herald bersumber dari Wikileaks tentang apa yang mereka sebutkan sebagai penyalahgunaan kekuasaan oleh SBY cs mendapat respon yang sangat cepat dan sangat reaktif dari SBY. Jauh lebih cepat daripada masalah bangsa ini bermunculan, seperti ketika mafia hukum dan pajak memporak-pranda sistem hukum negara ini, jauh lebih cepat daripada ketika masalah TKW yang semakin lama semakin memprihatinkan, jauh lebih cepat ketika tiga petugas Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Kepri yang sedang menjalankan tugas pengamanan laut di perairan Tanjung Berakit, Bintan, atau di dalam wilayah negara sendiri, ditangkap dan digiring ke Malaysia oleh Marine Police Malaysia (MPM) pada Agustus 2010 lalu, jauh lebih cepat daripada ketika rakyatnya dari kaum minoritas mendapat teror dan dihalang-halangi dalam menjalani hak dasarnya untuk beragama dan berkeyakinan, dan seterusnya. Bayangkan saja, sampai ketika pihak Kedutaan Besar Amerika Serikat sudah minta maaf karena "ketelodoran" mereka membuat kawat-kawat diplomatik tentang Indonesia (tepatnya tentang SBY cs) bisa sampai bocor ke Wikileaks, kubu SBY merasa belum puas juga. Katanya, pihak Kedutaan harus bertanggung jawab dan segera membuat klarifikasi tentang itu. Demikian juga dengan The Age dan The Sidney Morning Herald. Meskipun kedua media paling terkemuka di Australia itu sudah memuat klarifikasi/bantahan dari SBY cs, hal itu belum dirasakan cukup. Lewat Staf Khusus Kepresidenan Bidang Politik, Daniel Sparingga, kubu SBY mengatakan bahwa dimuatnya bantahan tersebut oleh dua media Australia itu belum cukup. "Penghinaan ini tidak mudah untuk dimaafkan!" Serunya. Bingungnya, dia bilang dimuatnya bantahan itu belum cukup. Bahkan sepertinya tiada maaf bagi dua media Australia itu. Tetapi tidak jelas, terus maunya apa? Menuntut dua koran itu pun, katanya belum ada niat untuk itu. Ini namanya marah, tetapi nggak jelas maunya ke arah mana. Apakah gara-gara ini, SBY atasnama negara mau menjatuhkan sanksi ekonomi, atau bahkan menyatakan perang kepada Amerika Serikat dan Australia? Sebab, katanya, ini sudah bukan masalah SBY dengan media Australia lagi, tetapi sudah merupakan masalah antarnegara! Bagaimana kalau menyatakan larangan masuk ke wilayah NKRI kepada pesawat-pesawat terbang dan kapal-kapal milik kedua negara? Kedengaran memang konyol usul-usul ini. Tetapi, kalau tidak yang konyol-konyol begini, maksud dari pernyataan Daniel Sparingga itu apa? Bantahan dimuat, belum cukup. Minta maaf, belum cukup. Bahkan "tiada maaf bagimu." Menempuh jalur hukum, belum ada niat. Terus maunya apa? Marah-marah seperti ini, terus nanti ternyata tidak ada tindak lanjutnya, apakah ini bukan bikin malu bangsa juga? Martabat bangsa direndahkan. Masa punya Presiden tidak konsisten seperti ini? Lepas dari apa sebenarnya maunya dari murka itu, timbul pertanyaan: Apakah dengan pamer murka luar biasanya kubu SBY ini terus bakal membuat takut pihak Kedutaan AS dan dua media Australia itu? Kalau mereka mengikuti jejak langkah SBY dalam hal memberi pernyataan keras sampai dengan ultimatum segala, mereka pasti akan menyambut murkanya SBY kepada mereka itu hanya dengan senyum-senyum saja. Karena berkali-kali sudah terbukti bahwa semua murka dan segala macam ultimatum yang datang dari SBY itu tidaklah lebih dari gertak sambal saja. Tidak ada satu pun yang direalisasikan. Hanya kalimat-kalimat saja yang kedengaran tegas dan keras, tetapi tidak punya niat atau nyali untuk melaksanakannya. Seperti pernyataan SBY kepada ormas-ormas anarkisme yang mengatasnamakan agama dalam melakukan tindakan teror mereka: "Negara tidak boleh kalah dengan perilaku kekerasan yang dilakukan ormas anarkis (yang mengatasnamakan agama), atau pernyataan yang disampaikan oleh Daniel Sparingga dalam kasus Cikeusik: Katanya, SBY sangat geram. SBY mengatakan: "Enough is enough!" SBY pun memberi perintah, bilamana perlu bekukan dan bubarkan ormas-ormas seperti itu! Namun pada akhirnya kita semua tahu, semua itu hanyalah pepesan kosong belaka. Bahkan ketika ditantang balik oleh FPI, SBY tidak lagi berani bersuara. Sebaliknya, ultimatum yang disampaikan oleh FPI kepada pemerintahan SBY, segera dilaksanakan dan sekaligus melangkahi SBY, yang dibiarkan saja, oleh beberapa pemerintah daerah. Yakni melarang aktivitas Ahmadiyah di wilayahnya. Banyak sekali contoh bahwa marahnya SBY itu tidak lebih daripada pepesan kosong. Hanya merupakan gertak sambal belaka, Tidak punya nyali untuk melaksanakan. Sehingga saya pernah usulkan, SBY patut diberi gelar "Si Raja Sambal." (baca juga tulisan saya yang lain berkenan dengan ini, yang saya lampirkan link-nya di akhir tulisan ini). Dengan FPI dengan para habibnya yang tidak punya senjata saja SBY takut setengah hidup, dengan Malaysia yang menangkap petugas keamanan kelautan kita di dalam wilayah negara kita sendiri saja tidak punya nyali, dengan Golkar dan PKS yang katanya tidak komit dengan perjanjian koalisinya saja tidak berani bertindak, apalagi dengan negara seperti Amerika Serikat dan Australia ini. Pasti pihak Kedutaan AS dan dua media Australia itu hanya tertawa melihat kemarahan kubu SBY cs. Mereka akan menunggu, apa tindak lanjut dari kemarahan SBY kepada mereka. Sudah hampir pasti, Kedutaan Besar AS, The Age, dan The Sidney Morning Herald akan menjadi korban dari kesekian kalinya dari "Si Raja Sambal" yang terkenal dengan gertak sambalnya itu. Jangan-jangan nanti muncul berita baru dari dua media Australia itu: "Yudhoyono Ternyata Tukang Sambal." Sumbernya bukan dari dokumen-dokumen rahasia yang bocor di tangan Wikileaks, tapi berdasarkan fakta-fakta yang kasat mata. Tulisan ini di muat di www.kompasiana.com |
Powered by EmailMeForm