Securities Exchange Commision (SEC) Dalam Pasar Modal Amerika Serikat

Tuesday, February 28, 2012

Oleh: Dony Yusra Pebrianto, SH[1]


“Suatu Studi Komparatif Terhadap Eksistensi Kewenangan BAPEPAM Terhadap Kejahatan Pasar Modal”

ABSTRAK

Indonesia is a Rechtsaat state, not a machstaat state. But, on it constitution didn’t regulating wich legal system, because there’s many legal system on the world. Such as Rechtstaat, Anglo Saxon, Socialism system, Islamic system. But factually, on Indonesia constitution before amandement regulating that it is a rechstaat state, but it deleted when The constitution amandement. On Indonesia Capital Market Regulation BAPEPAM is a tool of capital market process. But it has been a superbody constitution, because it can be a court institution, but factually it’s a monitoring committee, but Indonesia Capital Market give a too big power for it. Factually, criminal case on Capital Market very rare bringing to court institution. As we know that, on Indonesia Criminal law system Legality Principle is a fundament principle. It’s mean that Indonesia Criminal law system using Rechstaat system which every criminal case have to finishing on court and it can not be deleted. On US Capital Market, BAPEPAM seems like Security Exchange Commision (SEC). But as we know that US is a state which using Anglo saxon system. Here’s didn’t regulating legality principle. Factually, Indonesia capital market system seems like US capital market system. BAPEPAM have to be a purely monitoring institution, and every legal problem on capital market have to finished by a legal institution, specially criminal cases. Indonesia have to separating BAPEPAM Power and making a new institution on capital market to solving legal problem, or giving it to court as supreme of law.



A. Latar Belakang Masalah

Indonesia adalah negara hukum (rechstaats) bukan negara kekuasaan (machstaats). Oleh karena itu, setiap penyelenggaraan negara dan pemerintahannya selalu didasarkan pada peraturan dan perundang-undangan. Walaupun di dalam konstitusi Indonesia bentuk Negara hukum mana yang dianut oleh sistem hukum Indonesia tidak diatur dengan tegas. Namun penulis menyimpulkan bahwa sistem hukum Indonesia adalah sistem hukum pancasila yang memiliki karakteristik tersendiri berupa sistem hukum yang bersifat rechstaat namun beraroma anglo saxon dan dihiasi sistem hukum islam (Islamic legal system).[2]

Sedangkan prinsip hukum pidana Indonesia sendiri jelaslah menganut sistem hukum Rechstaat dengan mendasari kepada azaz legalitas terhadap suatu tindak pidana yang termaktub di dalam Pasal 1 Ayat (1) Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yang mengatur bahwa: “Suatu perbuatan tidak dapat dipidana, kecuali berdasarkan kekuatan ketentuan perundang-undangan pidana yang telah ada”. Penulis mendasari pendapat bahwa sistem hukum pidana Indonesia merujuk kepada sistem Rechstaat adalah bahwa KUHP Indonesia merupakan produk belanda yang notabene berlaku di Indonesia sebagai implikasi Indonesia sebagai Negara bekas jajahan belanda.

Ruang lingkup hukum Pidana terbilang luas, hal ini mengingat hukum pidana bisa masuk ke dalam hampir semua lini pengaturan perundang-undangan. Mulai dari pengaturan hukum pidana, hukum lingkungan, hukum perbankan, pasar modal dan sebagainya. Dengan kata lain, tindak pidana bisa terjadi dimana saja dan dalam ruang lingkup apa saja.

Di Indonesia pengaturan pasar modal diatur di dalam UU No. 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal (selanjutnya disebut UU Pasar Modal) yang diundangkan di Jakarta pada 10 November 1995. Salah satu inti dari UU Pasar Modal adalah berdidinya suatu badan yang bernama Badan Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM). Di dalam Bab XII dan Bab XIII UU Pasar modal, pada intinya memberikan kewenangan kepada BAPEPAM untuk melakukan Pemeriksaan terhadap pelanggaran pasar modal serta kewenangan untuk memberikan sanksi administratif.

Terhadap tindak pidana pasar modal penyidik BAPEPAM hendaknya menyerahkan hasil penyidikan ke pada penuntut umum untuk dilanjutkan proses peradilan pidana. Namun kenyataannya hanya sedikit permasalahan tindak pidana yang tidak terangkat ke tingkatan pengadilan.[3] Hal ini terkadang didasari kepada alasan politik ekonomi guna mempertahankan ekonomi Negara dan stabilitas pasar modal. Hal ini begitu kontras dengan azaz legalitas dan penegakan hukum terutama penegakan hukum pidana.

Asumsi bahwa UU Pasar Modal Indonesia merupakan adopsi dari UU Pasar Modal Amerika Serikat semakin banyak diakui oleh beberapa kalangan. Hal ini dikarenakan adanya kesamaan pengaturan-pengaturan yang signifikan antara UU Pasar Modal Indonesia dengan UU Pasar Modal Amerika Serikat.

Di Amerika Serikat juga terdapat institusi seperti BAPEPAM yang bernama Security Exchange Committee. Berdasarkan hal disebutkan di atas bahwa UU Pasar Modal Indonesia mengadopsi UU Pasar Modal Amerika Serikat yang notabene menganut sistem Anglo Saxon. Oleh karena itu penulis tertarik untuk membandingkan kedua Institusi serupa ini dengan mengkaji eksistensi kewenangan BAPEPAM di Indonesia dari sisi penegakan hukum dan sistem hukum Indonesia.


B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka Penulis menelaah eksistensi kewenangan BAPEPAM dalam memeriksa dan melakukan penyidikan di dalam pasar modal dengan mengkomparasikannya dengan SEC dari perspektif sistem hukum terutama terhadap tindak pidana pasar modal.


C. Pembahasan

1. Security Exchange Commission Dalam Pasar Modal Amerika Serikat dan BAPEPAM Dalam Pasar Modal Indonesia

Pada prinsipnya, keberadaan bursa efek haruslah didukung dengan kemampuan untuk menyediakan pelayanan-pelayanan yang dibutuhkan dalam upaya menjamin kelangsungan bisnis sekuritas, pemilik sekuritas, perusahaan-perusahaan publik, serta merupakan penunjang bagi kehidupan ekonomi suatu Negara.[4]

Perkembangan awal kelahiran Pasar Modal di Amerika Serikat dimulai dengan penerbitan obligasi pemerintah sebesar US$ 80 Juta oleh pemerintah Amerika Serikat Pada Tahun 1790 dan didirika pertama kali pada Tahun 1790. Namun pada masa itu pertemuan-pertemuan dilakukan di bawah Pohon (button wood) di daerah wall street New York, dan di sinilah didirikannya Bursa Efek New York (New York Stock Exchange/ NYSE). Hingga pada Tahun 1939 NYSE membuka penawaran saham secara umum.[5]

Security Exchange Comission (SEC) di dalam pasar modal Amerika Serikat adalah suatu badan independen dari pemerintah amerika serikat yang memiliki tanggung jawab utama untuk mengawasi pelaksanaan dari peraturan-peraturan di bidang perdagangan efek dan mengatur pasar perdagangan pada bursa efek.[6]

Sedangkan BAPEPAM sendiri adalah suatu badan dalam lingkungan Pasar Modal Indonesia yang menjalankan fungsi yang tidak hanya pada Batas Legislasi (pembentukan aturan), tetapi juga melaksanakan fungsi eksekutif (pelaksana dari aturan itu sendiri), serta fungsi yudisil (fungsi pengawasan terhadap Pasar Modal Indonesia.

SEC didirikan pada Tahun 1934 berdasarkan Pasal 4 dari security exchange of act of 1934 dan secara umum merujuk kepada ketentuan UU pada Tahun 1934. Selain itu SEC juga sebagai pelaksanaan dari security exchange of act 1934, Trust Indenture act of 1939, investment company act of 1940, investment adviser act of 1942, Sarbanes-oxley act of 2002 dan ataupun peraturan-peraturan lainnya yang membantu pemerintah Amerika Serikat dalam membuat peraturan dalam pasar modal.[7]

BAPEPAM sendiri pada awalnya selain menjalankan fungsi sebagai pasar modal dan uang, selain itu juga mejadi badan pelaksana bursa (1976-1990), Tugas BAPEPAM pada awalnya diatur dalam Keppres No. 52/ 1976 yang disempurnakan dengan Keppres No. 58 Tahun 1984 Tentang Pasar Modal. Namun seiring dengan dualisme kewenangan BAPEPAM, kemudian dualisme ini dihapuskan dengan Keppres No. 53/ 1990 serta SK Menkeu No. 1584/ 1990. Kemudian regulasi terakhir adalah melalui UU Pasar Modal (UU No. 8 Tahun 1995).[8]

Otoritas Kongres Amerika Serikat memberikan kewenangan kepada SEC untuk:

1. Menerapkan hukum sipil terhadap perorangan ataupun perusahaan yang antara lain melakukan kejahatan akuntansi, memberikan informasi yang tidak benar, terlibat dalam insider Trading ataupun pelanggaran lain terhadap UU pasar modal (secutities law).

2. Bekerja sama dengan lembaga lain yang dalam hal ini adalah penegak hukum dalam otoritas Pemerintahan Amerika Serikat untuk penuntutan hukum dari perorangan maupun perusahaan yang dianggap telah melakukan kejahatan Pasar Modal.

3. SEC berwenang untuk membuat suatu aturan hukum.

4. Aturan tersebut salah satunya adalah aturan yang mengharuskan perusahaan untuk membuat laporan keuangan secara berkala serta membuat laporan tahunan.

Sedangkan BAPEPAM sendiri pada intinya diberikan kewenangan untuk:[9]

1. Manjalankan fungsi legislasi yang dalam hal ini adalah berupa kewenangan untuk membuat regulasi peraturan dalam lingkup pasar modal.

2. Menjalankan kewenangan eksekutif, diantaranya melaksanakan aturan yang ditunjuk oleh UU Pasar Modal, ataupun regulasi yang dibuat sendiri oleh BAPEPAM dalam pelaksanaan kegiatan pasar modal, serta mengeluarkan izin, persetujuan, dan menerbitkan suatu keputusan.

3. Memeriksa dan mengadili setiap perbuatan dalam lingkup pasar modal terutama terhadap pelanggaran dalam pasar modal terhadap UU Pasar Modal.

Dari uraian di atas, terkait mengenai kewenangan SEC dan BAPEPAM dengan otoritas regulasi perundang-undangan dan wilayah hukum yang berbeda terdapat kesamaan yang teramat mendasar yang menjadi jawaban dan pembuktian terhadap pendapat yang menyatakan bahwa Pengaturan Perundang-undangan Pasar Modal yakni UU Pasar Modal Indonesia “mengadopsi” UU Pasar Modal Amerika Serikat, namun tidak sepenuhnya sama dalam konteks pengaturan hukumnya. Setidaknya terhadap pengaturan Badan Pengawas dengan membandingkan Pengaturan kewenangan SEC dan BAPEPAM. Walaupun haruslah diakui bahwa tulisan seperti ini belum mampu mengoptimalkan komparasi suatu sistem hukum, karena membutuhkan kajian yang mendalam dari berbagai aspek misalnya Yuridis, Filosofis, maupun historis.

Namun setidaknya tulisan ini memberikan gambaran regulasi pengaturan tentang Badan yang berada dalam regulasi perundangan yang berbeda namun mengatur sistem yang sama terhadap badan tersebut, yakni SEC dan BAPEPAM. Namun untuk kajian yang lebih mendalam terhadap studi komparatif ini, maka perlu suatu studi yang komprehensif pula. Namun terhadap tema tulisan ini yakni mengenai kewenangan BAPEPAM dalam memeriksa dan menyidik kejahatan dalam lingkup pasar modal berdasarkan sistem hukum pasar modal dari aspek yuridis dan filosofisnya akan dibahas pada Sub bagian berikut dengan tetap mengkomparasikan secara sederhana dengan SEC tanpa meninggalkan penelaahan terhadap sistem hukum.


2. Kewenangan BAPEPAM dalam memeriksa dan menyidik kejahatan pasar modal dengan komparasi SEC dilihat dari penegakan hukum dan sistem hukum.

Sebagaimana disebutkan pada latar belakang masalah di atas, disebutkan bahwa secara umum Indonesia adalah Negara hukum, walau secara eksplisit maupun implisit sistem hukum Indonesia merujuk kepada kedua sistem hukum (rechstaat dan anglo saxon) serta juga dilengkapi dengan sistem hukum islam, dan dalam hal ini penulis menyimpulkan bahwa dalam otoritas regulasi peraturan.

Pasar modal tentunya tidak bisa terlepas dari sistem hukum yag dianut suatu Negara. Terutama terhadap kejahatan pasar modal. Sebagaimana telah diuraikan pada latar belakang masalah yang menyebutkan bahwa terhadap kejahatan pasar modal di Indonesia sangat jarang yang sampai melalui proses peradilan pidana. Hal ini dikarenakan aspek politik ekonomi yang menilai bahwa apabila persoalan ini dibawa ke ranah peradilan pidana bisa mengurangi kepercayaan (trust) investor terhadap pasar modal Indonesia. Dan dikhawatirkan berdampak sistemik terhadap perekonomian nasional. Namun bagaimana jika ditinjua dari aspek penegakan hukum (law enforcement)?

2.1 SEC dan Sistem Hukum Amerika Serikat.

United State of Amerika atau yang lebih dikenal dengan Amerika Serikat adalah Negara yang menganut sistem hukum anglo saxon. Bahkan bisa dikatakan Amerika Serikat adalah induk sistem hukum anglo saxon. Menurut AV Dicey[10], unsur-unsur Anglo saxon adalah sebagai berikut:

1. Supremasi aturan-aturan hukum (supremacy of the law), yaitu tidak adanya kekuasaan sewenang-wenang (absence of arbitry power), dalam arti bahwa seseorang hanya boleh dihukum kalau melanggar hukum.

2. Kedudukan yang sama dalam menghadapi hukum (equality before the law). Dalil ini berlaku baik untuk orang biasa maupun untuk pejabat.

3. Terjaminnya hak-hak manusia oleh undang-undang serta keputusan pengadilan.

Namun yang patut dicatat adalah sistem hukum yang mendasari sumber hukum suatu putusan pengadilan pada sistem hukum anglo saxon adalah yurisprudensi dan kebiasaan.[11] Namun proses peradilan terhadap penyelesaian perkara hukum pidana melalui sistem yang sama yakni penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan proses peradilan. Hal ini sama halnya pada sistem Negara hukum Rechstaat. Namun, perbedaannya pada sistem hukum rechstaat, hukum pidana menganut azas legalitas. Dalam artian bahwa sumber utama pidana dan pemidanaannya adalah berdasarkan Undang-undang.

SEC dalam sistem pasar modal Amerika Serikat menurut penulis jika dilihat dari segi penegakan kejahatan dan pelanggaran dalam lingkup pasar modal memiliki kewenangan untuk:

1. SEC berwenang untuk menerapkan hukum sipil terhadap pelanggaran maupun kejahatan dalam pasar modal, termasuk terhadap tindakan insider trading..

2. Terhadap kejahatan di dalam Pasar modal, SEC bekerja sama dengan penegak hukum lain dalam penuntutan. Namun, SEC tidak selamanya harus membawa persoalan ini ke lembaga pengadilan. Karena SEC diberikan untuk menyelesaikan permasalahan ini serta menerapkan hukum sipil terhadap pelanggaran maupun kejahatan dalam lingkup pasar modal. Dengan kata lain, terhadap penegak hukum dalam bidang penuntutan hanya sebuah garis koordinasi yang dapat dilakukan oleh SEC

2.1 BAPEPAM Dalam Pasar Modal Indonesia

Dalam sistem Pasar Modal Indonesia, BAPEPAM diberikan kewenangan untuk memeriksa dan menyidik pelanggaran dan kejahatan di dalam pasar modal. Ketentuan ini sudah diatur dalam UU Pasar Modal Indonesia tepatnya di dalam Bab XII dan Bab XIII.[12] Pada Bab ini ada beberapa poin penting yang bisa penulis ambil sebagai suatu garis besar korelasi antara BAPEPAM dengan kejahatan dan pelanggaran dalam lingkup Pasar Modal. Yakni:

1. BAPEPAM berwenang untuk melakukan pemeriksaan dan penyidikan dalam lingkup pasar modal.

2. Pemeriksaan dilakukan terhadap setiap pihak yang diduga melakukan atau terlibat dalam pelanggaran terhadap ketentuan Pasar Modal.

3. Terhadap Tindak pidana BAPEPAM berwenang untuk mengadakan penyidikan dalam statusnya sebagai Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) dan penyidikan tersebut dilaporkan kepada penuntut umum, serta hasil penyidikan tersebut dilaporkan kepada Penuntut Umum sesuai dengan KUHAP. Penuntut umum dalam hal ini Penuntut umum menerima dan menyidik hasil laporan penyidik dan penyidik pembantu untuk dilanjutkan kepada proses penuntutan.

Menurut hemat penulis, para penyusun UU Pasar Modal kala itu membuat UU Pasar Modal dalam waktu yang tidak lama setelah Ratifikasi GATT/ WTO yang sekaligus meratifikasi TRIMs yang merupakan induk pengaturan pasar modal di dunia, sehingga kesan “adopsi” terhadap UU Pasar Modal Amerika Serikat. Namun, penulis melihat politik hukum pembentuk peraturan perundang–undangan Indonesia kala itu adalah mempertahankan azas legalitas dalam hukum pidana. Sehingga kewenangan BAPEPAM terhadap persoalan pidana. Dengan kata lain, terhadap persoalan pelanggaran formil BAPEPAM bisa melakukan pemeriksaan, penyidikan, bahkan penuntutan, dan sekaligus memberi sanksi terhadap pelanggar. Namun, terhadap pelanggaran materil yang dalam hal ini adalah tindak pidana, BAPEPAM hanyalah berposisi sebagai PPNS dan penindakannya adalah didasarkan kepada KUHAP.

Dengan kata lain, baik SEC maupun BAPEPAM memiliki kewenangan yang sama berdasarkan regulasi Pasar Modal dalam yurisdiksi masing-masing. Namun, BAPEPAM tidak memiliki kewenangan untuk menyeselasikan permasalahan terhadap tindak pidana dikarenakan Indonesia terikat dengan azas legalitas. Sedangkan, SEC memiliki kewenangan yang teramat luas bahkan mempunyai kewenangan untuk menerapkan sanksi dan hukum sipil.

Dan sekali lagi penulis menekankan bahwa UU Pasar Modal Indonesia merupakan “adopsi” terhadap undang-undang Pasar Modal Amerika Serikat. Namun, para konseptor UU Pasar Modal Indonesia kala itu tetap mempertahankan azas legalitas sebagai implikasi sistem hukum pidana terhadap Pasar Modal Indonesia, khususnya terhadap tindak pidana dalam lingkup pasar modal.


Penegakan Hukum vs Politik Ekonomi

Ada pandangan yang menyatakan bahwa suatu persoalan hukum khususnya terhadap tindak pidana jika diangggap akan merusak kestabilan ekonomi dan kelangsungan pasar modal, maka hal ini (tindak pidana) haruslah dikesampingkan. Dengan kata lain timbul kontra kepentingan antara kepentingan ekonomi dan penegakan hukum. Sering kali tindak pidana yang telah dilakukan proses penyidikan oleh BAPEPAM tidak dilanjutkan kepada Penuntut Umum dengan pertimbangan di atas.

Politik ekonomi dan penegakan hukum selayaknya berdampingan, namun, jika diharuskan untuk mengorbankan salah satunya, menurut hemat penulis yang perlu dikorbankan adalah politik ekonomi. Hal ini didasarkan kepada:

1. Kepercayaan (trust) investor terhadap pasar modal bukan terletak pada pasar yang dipaksa untuk kondusif. Namun sebaliknya, penegakan hukum tanpa tebang pilih makin meningkatkan citra pasar modal yang bersifat disiplin hukum serta penegakan hukum yang ekstra.

2. Efek jera dari penegakan hukum khususnya terhadap tindak pidana akan efektif. Sehingga meminimalisir terjadinya tindak pidana dan semakin mengkondusifkan pasar modal menjadi benar-benar kondusif. Namun, jika dipaksa untuk kondusif, maka akan sama halnya dengan menyimpan “bangkai” dalam suatu sistem, dengan kata lain, kalaulah ada “bangkai” hendaklah langsung dibuang atau dikubur sebelum membusuk, dari pada menimbun timbunan “bankai” yang malah akhirnya semakin memperparah keadaan jika tercium.

Intinya, penulis meyakini dengan mengedepankan penegakan hukum bukan berarti akan menghancurkan kondisi pasar modal, malah akan menambah citra pasar modal, dan terciptanya pasar modal yang betul-betul kondusif tanpa perlu dipaksakan untuk kondusif.


D. Kesimpulan

SEC dan BAPEPAM relatif memiliki posisi yang sama dalam pasar modal pada yurisdiksi masing-masing, tetapi SEC memiliki kewenangan yang jauh lebih luas dibandingkan BAPEPAM dalam konteks penanganan tindak pidana. Sistem UU Pasar Modal Indonesia masih mempertahankan ciri legalitas. Namun sayangnya dalam penegakannya cenderung mengesampingkan proses pidana demi suatu politik ekonomi, padahal dengan penegakan hukum citra perekonomian juga pasti akan meningkat.

Selanjutnya, terhadap tindakan BAPEPAM yang seringkali mengindahkan penegakan hukum untuk “menyelamatkan” stabilitas Psar modal justru sangat bertentangan dengan azas legalitas dan prinsip penegakan hukum. Hendaknya penegakan hukum menjadi penunjang utama kelangsungan perekonomian terutama pasar modal. []


________
Catatan:
[1]Penulis adalah Mahasiswa Program Pascasarjana Magister Ilmu Hukum Universitas Jambi.

[2]Peristilah sistem hukum pancasila hanya kesimpulan penulis terhadap keambiguan sistem hukum Indonesia mengingat sistem hukum rechstaat, anglosaxon, dan Islamic legal system memiliki peran dan pengaruh tersendiri dalam sistem hukum Indonesia. Istilah ini juga merujuk kepada pendapat Tahir Azhari, Negara Hukum, Bulan Bintang, Jakarta, 1992, hlm. 63.

[3]Lihat Pandu Patriadi, Segi Hukum Bisnis Dalam Kebijakan Privatisasi Bumn Melalui Penjualan Saham Di Pasar Modal Indonesia, Kajian Ekonomi dan Keuangan,Volume 8 Nomor 1, Maret 2004, hlm. 71.

[4]George L Leffer dan Loring C Farwell, The Stock Market, Third Edition, The Leonard Press Community, hlm. 71, dikutip dari Jufuf Anwar, Penegakan Hukum dan Pengawasan Pasar Modal Indonesia, Alumni, Bandung, 2008, hlm. 61.

[5]Ibid, hlm. 61.

[6]http://id.wikipedia.org/wiki/Securities_and_Exchange_Comission, diakses pada Tanggal 21 Oktober 2011.

[7]Ibid.,

[8]Lihat M. Irsan Nasarudin dkk, Aspek Hukum Pasar Modal Indonesia, Kencana, Jakarta, 2010, hlm. 115.

[9]Ketentuan ini diatur secara rinci di dalam BAB II Undnag-undang No. 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal. Bandingkan Juga dengan M. Irsan Nasarudin dkk, Ibid., hlm. 116.

[10]Lihat Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, Rajawali Pers, Jakarta, 2007, hlm. 3.

[11]Sistem peradilan Negara anglo saxon dengan menggunakan sistem penjurian. Hakim hanya menjadi mediator, sedangkan keputusan pengadilan bertumpu kepada juri dalam pengadilan tersebut.

[12] Pasal 100 (1): Bapepam dapat mengadakan pemeriksaan terhadap setiap Pihak yang diduga melakukan atau terlibat dalam pelanggaran terhadap Undang-undang ini dan atau peraturan pelaksanaannya;(2) Dalam rangka pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Bapepam mempunyai wewenang untuk: a. meminta keterangan dan atau konfirmasi dari Pihak yang diduga melakukan atau terlibat dalam pelanggaran terhadap Undang-undang ini dan atau peraturan pelaksanaannya atau Pihak lain apabila dianggap perlu; b. mewajibkan Pihak yang diduga melakukan atau terlibat dalam pelanggaran terhadap Undang-undang ini dan atau peraturan pelaksanaannya untuk melakukan atau tidak melakukan kegiatan tertentu; c. memeriksa dan atau membuat salinan terhadap catatan, pembukuan, dan atau dokumen lain, baik milik Pihak yang diduga melakukan atau terlibat dalam pelanggaran terhadap Undang-undang ini dan atau peraturan pelaksanaannya maupun milik Pihak lain apabila dianggap perlu; dan atau d. menetapkan syarat dan atau mengizinkan Pihak yangdiduga melakukan atau terlibat dalam pelanggaran terhadap Undang-undang ini dan atau peraturan pelaksanaannya untuk melakukan tindakan tertentu yang diperlukan dalam rangka penyelesaian kerugian yang timbul; (3) Pengaturan mengenai tata cara pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. (4) Setiap pegawai Bapepam yang diberi tugas atau Pihak lain yang ditunjuk oleh Bapepam untuk melakukan pemeriksaan dilarang memanfaatkan untuk diri sendiri atau mengungkapkan informasi yang diperoleh berdasarkan Undang-undang ini kepada Pihak mana pun, selain dalam rangka upaya mencapai tujuan Bapepam atau jika diharuskan oleh Undang-undang lainnya. Pasal 101 (1) Dalam hal Bapepam berpendapat pelanggaran terhadap Undang-undang ini dan atau peraturan pelaksanaannya mengakibatkan kerugian bagi kepentingan Pasar Modal dan atau membahayakan kepentingan pemodal atau masyarakat, Bapepam menetapkan dimulainya tindakan penyidikan. (2) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Bapepam diberi wewenang khusus sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang Pasar Modal berdasarkan ketentuan dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana. (3) Penyidik sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) berwenang : a. menerima laporan, pemberitahuan, atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana di bidang Pasar Modal; b. melakukan penelitian atas kebenaran laporan atau keterangan berkenaan dengan tindak pidana di bidang Pasar

Modal; c. melakukan penelitian terhadap Pihak yang diduga melakukan atau terlibat dalam tindak pidana di bidang Pasar Modal; d. memanggil, memeriksa, dan meminta keterangan dan barang bukti dari setiap Pihak yang disangka melakukan, atau sebagai saksi dalam tindak pidana di bidang Pasar Modal; e. melakukan pemeriksaan atas pembukuan, catatan, dan dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana di bidang Pasar Modal; diduga terdapat setiap barang bukti pembukuan, pencatatan, dan dokumen lain serta melakukan penyitaan terhadap barang yang dapat dijadikan bahan bukti dalam perkara tindak pidana di bidang Pasar Modal; g. memblokir rekening pada bank atau lembaga keuangan lain dari Pihak yang diduga melakukan atau terlibat dalam tindak pidana di bidang Pasar Modal; h. meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang Pasar Modal; dan i. menyatakan saat dimulai dan dihentikannya penyidikan. (4) Dalam rangka pelaksanaan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Bapepam mengajukan permohonan izin kepada Menteri untuk memperoleh keterangan dari bank tentang keadaan keuangan tersangka pada bank sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang perbankan. (5) Penyidik sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada penuntut umum sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana. (6) Dalam rangka pelaksanaan kewenangan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Bapepam dapat meminta bantuan aparat penegak hukum lain. (7) Setiap pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Bapepam yang diberi tugas untuk melakukan penyidikan dilarang memanfaatkan untuk diri sendiri atau mengungkapkan informasi yang diperoleh berdasarkan Undang-undang ini kepada Pihak mana pun, selain dalam rangka upaya untuk mencapai tujuan Bapepam atau jika diharuskan oleh Undang-undang lainnya.