Aspek Hukum Pembobolan Uang Nasabah Bank (Bagian I)

Monday, April 4, 2011

Ilustrasi: okezone.com


Aspek Hukum Pembobolan Uang Nasabah Bank 

A. Pendahuluan

Beberapa hari ini kita mendengar dan membaca berita di beberapa media adanya wanita cantik dan seksi melakukan pembobolan uang nasabah Citibank senilai Rp.17 milliar. Wanita cantik itu berinisial MD (47 tahun) pegawai Citibank Indonesia. Walaupun kasus pembobolan uang nasabah Citibank ini belum diumumkan secara detil modus operandinya oleh kepolisian, namun beberapa media mengabarkan bahwa yang bersangkutan memanipulasi data kemudian memindahkan rekening nasabah ke rekeningnya sendiri. Untuk melancarkan kejahatannya MD dibantu bawahannya yang berinisial D seorang teller di Citibank juga. Pada pokokya pembobolan uang nasabah tersebut dilakukan oleh pegawai bank sendiri.

Kasus pembobolan bank di Indonesia bukanlah kasus baru. Sejak 2002 lalu sejumlah kasus pembobolan bank terus terungkap. Sebelumnya, kasus pembobolan bank yang menghebohkan terjadi pada Bank BNI pada tahun 2003. Kasus itu melibatkan orang dalam bank tersebut yang membuat LC fiktif. Sejauh ini kasus pembobolan BNI adalah yang terbesar yaitu merugikan negara hingga Rp1,7 triliun. Kasus pembobolan bank kembali terungkap pada awal 2009 yang dimulai dengan kasus pembobolan BII senilai Rp15 miliar juga diikuti dengan kasus pembobolan Bank Mandiri, Bank Mega hingga Bank BCA yang merugikan miliaran rupiah. Sementara, Kasus yang terjadi di awal tahun ini terjadi pada Bank Mandiri yang dibobol sebesar Rp18,7 miliar juga Bank Danamon senilai Rp3 miliar. Sedangkan Kasus terakhir yang menghebohkan adalah pembobolan dana nasabah di Citibank yang melibatkan MD seorang karyawan citibank senilai Rp17 miliar. Terakhir kasus pembobolan bank nyaris dilakukan oleh Manager Bank BNI, namun aksi tersebut berhasil digagalkan.

Bisnis perbankan adalah bisnis kepercayaan, maka sudah seharusnya kasus pembobolan uang nasabah bank tidak boleh dibiarkan terus terjadi, apalagi pembobolan uang nasabah dilakukan oleh orang dalam atau pegawai bank sendiri, jika kita tidak ingin kepercayaan masyarakat terhadap perbankan menjadi berkurang. Dari aspek hukum bagaimana agar kasus-kasus tersebut tidak terulang lagi atau paling tidak dapat diminimalisir.


B. Pembahasan

Dari beberapa pasal UU No.7 Tahun 1992 Tentang Perbankan jo UU No.10 Tahun 1998 (UU Perbankan) dapat disimpulkan bahwa Bank adalah lembaga perantara/intermediasi (intermediary institution), dimana bank menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan, disini muncul hubungan hukum antara bank (debitur) dengan nasabah penyimpan (kreditur), nasabah penyimpan mempercayakan dana simpanannya kepada bank untuk dikelola, untuk itu nasabah penyimpan berhak atas pengembalian simpanan dengan bunga. Kemudian oleh bank dana simpanan tersebut disalurkan kepada nasabah peminjam, disini muncul juga hubungan hukum antara bank (kreditur) dengan nasabah peminjam (debitur), bank menyalurkan dana simpanan kepada nasabah peminjam dalam bentuk kredit (kata kredit dari bahasa Romawi ‘credere’ artinya percaya), yang artinya bank juga mempercayakan dana itu kepada nasabah peminjam untuk dikelola, dan untuk itu bank berhak atas pengembalian dana yang dipinjamkan dengan bunganya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa adanya suatu asas/prinsip kepercayaan (fiduciary) dalam pengaturan perbankan Indonesia.

Lembaga intermediasi adalah merupakan kegiatan utama bank, maka keuntungan bank yang utama juga adalah selisih bunga pinjaman dengan bunga simpanan. Mengingat dari kegiatan utama bank tersebut pada akhirnya bertujuan untuk menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan, pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas nasional kearah peningkatan kesejahteraan rakyat banyak, maka kepada nasabah penyimpan yang telah mempercayakan dananya kepada bank perlu mendapatkan perlindungan hukum yang memadai.

Perlindungan hukum tersebut antara lain diatur dalam Pasal 29 UU Perbankan tentang pembinaan dan pengawasan perbankan, yang mengatakan bahwa (1) Pembinaan dan pengawasan bank dilakukan oleh Bank Indonesia.(2) Bank wajib memelihara tingkat kesehatan bank sesuai dengan ketentuan kecukupan modal, kualitas aset, kualitas manajemen, likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, dan aspek lain yang berhubungan dengan usaha bank, wajib melakukan kegiatan usaha sesuai dengan prinsip kehati-hatian. (3) Dalam memberikan Kredit atau Pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah dan melakukan kegiatan usaha lainnya, bank wajib menempuh cara-cara yang tidak merugikan bank dan atau kepentingan nasabah yang mempercayakan dananya. Dengan demikian bank harus memelihara tingkat kesehatah, untuk itu bank harus menjalankan kegiatan usaha dengan prinsip kehati-hatian, dan Bank Indonesia melakukan pembinaan dan pengawasan bank. Dengan demikian pembinaan dan pengawasan bank merupakan suatu ketentuan dalam UU Perbankan yang bertujuan untuk memberikan perlindungan terhadap bank yang bersangkutan dan nasabah penyimpan, karena itu jika terjadi pelanggaran kewajiban bank yang berkaitan dengan ketentuan yang mengatur prinsip kehati-hatian, pembinaan dan pengawasan ini, bank dikenai sanksi administratif sesuai dengan Pasal 52 UU Perbankan yang berupa teguran tertulis, dan pelanggaran itu dapat diperhitungkan dengan komponen tingkat kesehatan bank, bahkan bank dapat diberikan sanksi pencabutan izin usaha, dan dengan adanya ketentuan Pasal 49 ayat (2) huruf b UU Perbankan maka Direksi dari bank yang bersangkutan dapat diadukan oleh nasabah sebagai telah melaksanakan tindak pidana dan dijatuhi sanksi pidana.

Dalam rangka menjalankan kegiatan usaha dengan prinsip kehati-hatian, dan dalam rangka pembinaan dan pengawasan bank oleh Bank Indonesia, maka bank harus memiliki pengawasan internal yang cukup untuk kompleksitas kegiatan usahanya. Untuk itu Bank Indonesia telah mengeluarkan Ketentuan Satuan Kerja Audit Intern, Direktur Kepatuhan, Penerapan Manajemen Risiko, di dalam ketentuan-ketentuan tersebut telah mengatur mengenai pengawasan internal bank. (*)


__________________
(*) Penulis
Sulistyandari SH. MHum.
Dosen Fakultas Hukum Univeritas Jenderal Soedirman Purwokerto
mahasiswa S-3 Ilmu Hukum Universitas Airlangga Surabaya.
Email: putbung@yahoo.com