![]() |
Fhoto Ilustrasi: EBET/Media Indonesia |
Oleh:
Hikmahanto Juana *)
Sekitar pukul 19.30 pada hari Sabtu (13/8) lalu, orang yang ditunggu-tunggu akhirnya tiba. Muhammad Nazaruddin, sejak kepergiannya ke Singapura pada 23 Mei, terus menjadi pemberitaan dan pembicaraan publik.
Tersangka
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan status tersangka ketika Nazaruddin berada di Singapura. Ini dilakukan setelah tiga kali pemanggilan sebagai saksi tidak digubrisnya.
Atas permintaan KPK, Direktorat Jenderal Keimigrasian telah menarik paspor Nazaruddin. Penarikan ini mengakibatkan paspor yang dimiliki Nazaruddin tidak sah lagi sebagai dokumen perjalanan.
Meski demikian, penarikan paspor tidak mampu menghentikan Nazaruddin untuk terus berpindah negara. Belakangan ia diketahui menggunakan paspor sah sepupunya.
Dalam pelariannya, pria yang telah dipecat sebagai Bendahara Umum Partai Demokrat itu rajin bernyanyi ke media massa melalui Blackberry Messenger, telepon, bahkan telekonferensi melalui Skype.
Dalam nyanyiannya, Nazaruddin mengungkap pihak-pihak tertentu yang terlibat korupsi dalam sejumlah proyek. Bahkan pertemuan dirinya dengan sejumlah petinggi KPK diungkap. Nyanyian Nazaruddin tentunya membuat sejumlah pihak terganggu. Berbagai upaya pun dilakukan, termasuk melapor kepada polisi. Kepercayaan publik terhadap KPK, menurut Lingkaran Survei Indonesia, pun mengalami penurunan.
Publik ragu akan kredibilitas dan integritas KPK. Nyanyian Nazaruddin harus diakui memang dahsyat. Nyanyian tersebut telah mampu memaksa pemerintah untuk memberi perhatian yang lebih. Presiden berbicara agar Nazaruddin kembali. Instruksi pun dikeluarkan kepada jajaran di bawahnya untuk menghadirkan Nazaruddin di Indonesia. Kehadiran Nazaruddin memang sangat dibutuhkan.
Menurut analisis, maka dari kacamata siapa, alasan untuk menghadirkan Nazaruddin bisa berbeda. Dari kacamata KPK, Nazaruddin dibutuhkan karena keterlibatannya dalam sejumlah proyek yang akan menyeretnya ke dalam dugaan tindak pidana korupsi.
Dari kacamata Partai Demokrat, dugaan sementara pihak adalah kehadiran Nazaruddin dibutuhkan agar ia berhenti bernyanyi.
Dari kacamata publik, kehadiran Nazaruddin diharapkan dapat menguak dugaan praktik bobrok yang dilakukan partai politik dalam pengumpulan dana. Dalam konteks inilah wacana perlindungan bagi Nazaruddin oleh Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban muncul.
Perburuan Memburu Nazaruddin ternyata tidak sederhana. Tim yang dibentuk di samping mengandalkan teknologi dan cara-cara konvensional, juga sangat terbantu dengan faktor kebetulan (luck) dan ketidakhati-hatian Nazaruddin dalam pelariannya.
Kerapnya penggunaan Blackberry Messenger dan telepon ke sejumlah media oleh Nazaruddin sangat membantu tim pemburu untuk melacak keberadaan Nazaruddin. Secara konvensional pemburu melakukan pelacakan melalui daftar penumpang pesawat. Penumpang dengan nama-nama Indonesia memudahkan tim pemburu untuk melokalisasi Nazaruddin.
Faktor kebetulan dalam perburuan pasti ada, meski hingga sekarang belum diungkapkan oleh tim pemburu. Sementara ketidakhati-hatian Nazaruddin adalah membawa istrinya dalam satu pesawat. Meski Nazaruddin menggunakan paspor sepupunya, Syarifuddin, karena ada nama istrinya, Neneng Sri Wahyuni, dalam daftar penumpang maka sangat mudah terdeteksi oleh tim pemburu.
Untuk memastikan kepulangan Nazaruddin, tim pemburu sangat sigap dalam berkoordinasi dengan pemerintah Kolombia. Koordinasi dilakukan untuk memilih mekanisme yang tepat bagi pemulangan Nazaruddin. Pilihannya adalah ekstradisi atau deportasi.
Ekstradisi adalah permintaan suatu negara terhadap negara lain tempat buron berada. Adapun deportasi, atau istilah yang digunakan oleh pemerintah Kolombia expulsion, adalah tindakan pengusiran oleh suatu negara terhadap warga negara asing karena warga tersebutmelanggar aturan keimigrasian.
Koordinasi penting karena tanpa kerja sama pemerintah setempat sulit diharapkan pemulangan Nazaruddin. Untuk diketahui, keputusan untuk memilih mekanisme mana yang akan digunakan sangat bergantung dan merupakan pilihan dari pemerintah Kolombia.
Pemerintah juga telah mampu mengantisipasi hak yang dimiliki dan mungkin digunakan oleh Nazaruddin sebagai buron. Ia dapat memanfaatkan sistem hukum negara setempat. Pengadilan akan digunakan untuk mencegah pemerintah setempat mengabulkan permintaan ekstradisi oleh Indonesia. Otoritas setempat pun dapat dimanfaatkan untuk memperoleh suaka politik (political assylum).
KPK juga sigap dalam menentukan pilihan untuk menyewa (charter) pesawat dalam pemulangan Nazaruddin. Pilihan ini ditempuh tentu bukan untuk mengistimewakan Nazaruddin, melainkan untuk mengantisipasi hal teknis yang dapat mengganggu pemulangan Nazaruddin.
Pertama, bila dmenggunakan pesawat komersial, akan membutuhkan waktu untuk memesan dan mendapatkan tiket. Kursi kosong untuk sejumlah orang akan sulit didapat bila dibandingkan dengan mendapatkan untuk satu dua orang.
Kedua, mengantisipasi Nazaruddin berulah di bandara yang disinggahi. Bisa saja dengan ulah Nazaruddin maka otoritas setempat akan menunda keberangkatan tim pemburu ke pemberhentian berikut. Pada saat itulah bukannya tidak mungkin Nazaruddin melakukan upaya hukum yang dimiliki.
Ketiga, dalam pesawat komersial para penjemput Nazaruddin tidak diperbolehkan melakukan pemborgolan ataupun tindakan berupa penahanan. Hal ini, meski sebagian dari tim adalah polisi, status polisi mereka tentu hilang ketika berada di luar wilayah Indonesia.
Hanya saja pemulangan melalui pesawat sewaan bukan tanpa kelemahan. Kelemahan pertama adalah kritik publik atas harga sewa pesawat. Kelemahan kedua adalah kecurigaan atas upaya pembungkaman terhadap Nazaruddin selama penerbangan. Durasi penerbangan untuk sampai Jakarta yang lebih dari 30 jam menimbulkan spekulasi bermacam-macam. Bahkan tidak didampinginya Nazaruddin oleh pengacara menambah kecurigaan publik.
Kelemahan ini tentu harus dikelola oleh KPK mengingat Nazaruddin telah sampai di Jakarta.
Babak berikut
Babak pertama untuk menghadirkan Nazaruddin kembali ke Indonesia telah selesai. Kini saatnya memasuki babak selanjutnya yaitu proses hukum. Secara garis besar ada dua hal yang harus dibuktikan dalam proses hukum atas Nazaruddin.
Pertama apakah Naza- ruddin terbukti melakukan korupsi. Kedua, dan ini merupakan hal yang terpenting bagi publik, apakah nyayian Nazaruddin benar adanya.
Membuktikan nyayian Nazaruddin merupakan pekerjaan berat bagi aparat hukum, utamanya KPK. Kecurigaan publik dan media akan terus membayangi setiap langkah yang dilakukan dan akan dilakukan oleh KPK. Bahkan Presiden pun memiliki dugaan ada nyanyian Nazaruddin yang benar. Dengan pernyataannya ‘pasti ada pihak-pihak yang tidak nyaman dengan kehadiran Nazaruddin.
Oleh karena itu, tidak ada pilihan lain bagi aparat penegak hukum di KPK selain bekerja secara profesional, akuntabel, dan transparan. KPK harus teliti dalam setiap proses sembarimenaļ¬ kan kecurigaan sehingga tidak ada hal kecil yang terlewatkan namun berakibat fatalataupun terkesan rekayasa.
Di samping itu, mereka harus bisa menutup setiap celah bila ada pihak-pihak yang hendak melakukan intervensi dan politisasi penanganan kasus Nazaruddin. Momentum inilah yang dinanti-nanti agar semua komponen, termasuk para elite, melakukan bersih-bersih sebagaimana juga dicanangkan oleh Presiden. Publik ingin mendapatkan pembuktian dari ancaman Nazaruddin ketika berada di Singapura bahwa ia memiliki bukti-bukti terhadap elite tertentu yang dapat meruntuhkan Republik ini.
Semua tentu berharap tidak akan ada upaya sandera-menyandera, bahkan upaya memberi perlidungan yang tidak seharusnya dalam proses hukum terhadap Nazaruddin. Publik harus memiliki ketahanan (endurance) yang ekstra untuk babak berikut ini ketimbang babak pertama. Ketahanan diperlukan agar publik tidak apatis dan cepat bosan atas proses hukum yang dihadapi oleh Nazaruddin. Keterlibatan publik dalam batasbatas tertentu penting untuk melakukan pengawalan atas proses hukum Nazaruddin. (*)
*) Penulis adalah Guru Besar Ilmu Hukum FHUI, Jakarta.
Powered: Epaper Media Indonesia
Source: Harian Media Indonesia, Senin, 15 Agustus 2011,
Halaman: 17.