Hal in sesuai dengan dengan perubahan pembangunan yang bersifat sentralistik menjadi desentralisasi berdasar UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan daerah, berdampak terhadap wewenang pengelolaan sumber daya pesisir dan pulau kecil di Indonesia. Pasal18 ayat 1 UU 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan daerah, disebutkan pemerintah memberikan kewenangan kepada daerah untuk mengelola sumberdaya diwilayah laut. Selanjutnya pada ayat 3 disebutkan bahwa, Kewenangan daerah untuk mengelola sumber daya di wilayah laut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. eksplorasi, eksploitasi, konservasi, dan pengelolaan kekayaan laut;
b. pengaturan administratif;
c. pengaturan tata ruang;
d. penegakan hukum terhadap peraturan yang dikeluarkan oleh daerah atau yang dilimpahkan kewenangannya oleh Pemerintah;
e. ikut serta dalam pemeliharaan keamanan; dan
f. ikut serta dalam pertahanan kedaulatan negara.
Menurut Rohhmin Dahuri, pengelolaan pesisir melibatakan dua atau lebih ekosistem SDA dan kegiatan pemanfaatan (pembangunan) secara terpadu (intergrated) guna mencapai pembangunan wilayah pesisir secara berkelanjutan, dengan memperhatikan penataan ruang yang terintegrasi antara wilayah satu dengan wilayah yang lain dan memadukan antara pendekatan adminitrasi dan ekologis.
Hal ini juga berkaitan dengan Pasal 6 ayat 3 UU No.26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, disebutkan bahwa “wilayah yurisdiksi dan wilayah kedaulatan nasional yang mencakup ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan.
Proyek Miang Besar Coal Terminal (MBCT), ini dirancang untuk melayani perusahaan batubara untuk kapasitas 270.000 ton sampai 1 juta ton. Untuk Pelabuhan akan mempunyai kapasitas pengiriman 40-60 ton pertahun, tentu dikwatirkan akan memberi dampak besar terhadap pengelolaan pulau kecil, tersebut, khususnya lingkungan hidup. Menurut pasal 4 UU PWP-PK, disebut tujuan pengelolaan PWP-PK adalah :
a. melindungi, mengonservasi, merehabilitasi, memanfaatkan, dan memperkaya Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil serta sistem ekologisnya secara berkelanjutan;
b. menciptakan keharmonisan dan sinergi antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah dalam pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil;
c. memperkuat peran serta masyarakat dan lembaga pemerintah serta mendorong inisiatif Masyarakat dalam pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil agar tercapai keadilan, keseimbangan, dan keberkelanjutan; dan
d. meningkatkan nilai sosial, ekonomi, dan budaya Masyarakat melalui peran serta Masyarakat dalam pemanfaatan Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
Dalam pengelolaan PWP-PK, ada pemanfaatan yang diberikan dengan hak pengusahaan perairan pesisir atau HP-3, dengan berwajiban untuk mempertimbangkan kepentinagh kelestarian ekosistem pesisir dan pulau-pulau kecil masayarakat adat, dan kepentingan nasional serta hak lintas damai bagi kapal asing.
Menurut pasal 21 UU PWP-PK, menyebutkan bahwa HP3 harus memenuhi persyarata antara lain:
(1)Pemberian HP-3 wajib memenuhi persyaratan teknis, administratif, dan operasional.
(2) Persyaratan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. kesesuaian dengan rencana Zona dan/atau rencana Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil;
b. hasil konsultasi publik sesuai dengan besaran dan volume pemanfaatannya; serta
c. pertimbangan hasil pengujian dari berbagai alternatif usulan atau kegiatan yang berpotensi merusak Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
(3) Persyaratan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. penyediaan dokumen administratif;
b. penyusunan rencana dan pelaksanaan pemanfaatan Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil sesuai dengan daya dukung ekosistem;
c. pembuatan sistem pengawasan dan pelaporan hasilnya kepada pemberi HP-3; serta
d. dalam hal HP-3 berbatasan langsung dengan garis pantai, pemohon wajib memiliki hak atas tanah.
(4) Persyaratan operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup kewajiban pemegang HP-3 untuk:
a. memberdayakan Masyarakat sekitar lokasi kegiatan;
b. mengakui, menghormati, dan melindungi hak-hak Masyarakat Adat dan/atau Masyarakat lokal;
c. memperhatikan hak Masyarakat untuk mendapatkan akses ke sempadan pantai dan muara sungai; serta
d. melakukan rehabilitasi sumber daya yang mengalami kerusakan di lokasi HP-3.
(5) Penolakan atas permohonan HP-3 wajib disertai dengan salah satu alasan di bawah ini:
a. terdapat ancaman yang serius terhadap kelestarian Wilayah Pesisir;
b.tidak didukung bukti ilmiah; atau
c. kerusakan yang diperkirakan terjadi tidak dapat dipulihkan.
(6) Pemberian HP-3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui pengumuman secara terbuka.
Hal lain yang perlu diingat, bahwa pemanfaatan pulau-pulau kecil dan perairan sekitarnya untuk salah satu atau lebih kepentingan berikuti:
a.konservasi;
b.pendidikan dan pelatihan;
c.penelitian dan pengembangan;
d.budidaya laut;
e.pariwisata;
f.usaha perikanan dan kelautan dan industri perikanan secara lestari,
g.pertanian organik; dan/atau
h. peternakan.
(Bersambung) (Bagian I)
_____
Penulis
Dosen Fakultas Hukum Universitas Mulawarman Samarinda.
Kontak person: 081 347 216635. Email: fafa_law@yahoo.com