Membangun Partisipasi Publik Menuju Peradilan Bersih (Bagian III)
Kedua, memperkuat gerakan sicil society multi sektoral. Strategi utama dalam mencapai penguatan gerakan civil society adalah menyatukan persepsi secara multi sektoral. Misalnya saja, praktek mafia peradilan tidak hanya dialami oleh masyarakat umum dalam kasus tindak pidana umum. Akan tetapi juga dalam kasus yang bersifat khusus, sengketa miskin kota secara perdata misalnya, atau buruh dalam sengketa hubungan industry di PHI, dll. Bukankah setiap medan penyelesaian hokum ini juga memiliki potensi praktek mafia peradilan? Untuk itu, pola multi sektoral ini juga begitu penting untuk kita lakukan.
Ketiga, Monitoring, termasuk upaya untuk melakukan identifikasi Modus praktek mafia peradilan. Monitoring merupakan serangkaian aktivitas untuk memastikan berjalannya aktivitas dengan baik sebagaimana yang diharapkan. Teknik monitoring serta evaluasi biasanya menggunakan data primer dan skunder atau intra dan ekstrapolatin. Data primer disini merupakan data langsung dari fakta-fakta yang ditemukan dilapangan (hard database) dan interpretasi dari apa yang kita dapatkan tersebut (soft database). Sedangkan data sekunder merupakan data-data yang kita dapatkan dari luar, dalam hal ini spesifik dari lembaga-lembaga yudisiial yang ada di daerah (Pengadilan, kejaksaan, kepolisian, dll).
Keempat, Investigasi. Pemahaman terhadap Investigasi disini harus kita maknai sebagai upaya pencarian serta pengumpulan data-data, informasi dan temuan lainnya untuk mengetahui kebenaran suatu peristiwa. Investigasi juga dapat bertujuan mengungkapkan kesalahan suatu peristiwa. Jika selama ini investigasi lebih dominan kepada aspek pencarian benar-tidaknya suatu tindakan hokum, maka sudah saatnya pula kita bergerak dalam mencari tahu kesalahan suatu peristiwa hokum yang kita anggap janggal dan controversial. Salah satunya adalah dengan upaya eksaminasi yang akan dijelaskan di point berikutnya.
Kelima, Testimoni. Testimoni tidak hanya terhenti kepada CJS dan lembaga-lembaga pendukung (LSM. Dll), namun juga harus tersampaikan dengan baik kepada public secara luas. Hal ini yang justru menjadi titik kelemahan selama ini. Bukan hanya korban praktek mafia peradilan yang enggan melakukan testimony akibat ketakutan berlebihan, namun juga lemahnya sokongan dari lembaga-lembaga non-judicial. Secara regulative, korban praktek mafia peradilan memang telah dibentengi oleh produk undang-undang, semisal UU No. 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, namun substansi undang-undang tersebut belum berjalan seperti yang diharapkan. Seperti kata pepatah, bahwa kita hanya cukup membutuhkan 1 orang yang berani untuk membongkar mitos, dengan demikian, keberanian tersebut akan diikuti oleh mereka yang sebelumnya tidak yakin.
Keenam, Memanfaatkan ruang-ruang partisipasi yang bertendensi politics-regulatif. Interpretasi politics-regulatif lebih kepada bagaimana gerakan sivil society menggunakan ruang pengambilan kebijakan, meski tidak sebesar ruang politik pemerintahan. Kita ambil contoh kasus seperti keberadaan kelompok civil society dalam Mekanisme pengambilan kebijakan di Tim Kormonev provinsi Kalimantan Timur. Hal tersebut sudah tepat, tapi sayang tidak diimbangi oleh metode gerakan sivil society yang massif dari luar. Yang terjadi kemudian, justru ruang yang ada tidak mampu kita manfaatkan secara efektif. Untuk itu diperlukan suatu keseimbangan antara metode pemanfaatan ruang ini dengan kemampuan kita memperngaruhi secara politik. Misalnya ; penguatan monitoring dan investigasi, menciptakan ruang eksaminasi sebagai uji produk peradilan, dll. Kedepan, akan begitu banyak ruang-ruang yang akan kita pergunakan, misalnya saja mencoba melakukan proses rekomendasi (tentu saja dari hasil investigasi), mengenai calon hakim pengadilan Tipikor, yang kita anggap bersih, kredibel dan memiliki dedikasi tinggi dalam membangun system peradilan yang adil.
Ketujuh, Upaya Eksaminasi sebagai medan second opoinion terhadap masyarakat luas. Eksaminasi secara harfiah dapat diartikan sebagai pengujian atau pemeriksaan. Tujuan ekasaminasi dalam system hokum kita adalah menguji keberadaan produk peradilan baik hakim atau jaksa yang dianggap atau dicurigai menyimpang dari rasa keadilan masyarakat dan atau produk putusan yang controversial serta mengandung akibat social yang tinggi di tengah masyarakat. Proses ini dapat didasari secara formill maupun materill, sehingga dapat ditarik kesimpulan dari segala aspek. Proses eksaminasi juga dapat kita maknai sebagai upaya alternative terhadap pembuktian prilaku-prilaku menyimpang dari pejabat aparatur hokum kita korup. Sehingga sokongan masyarakat juga kian luas dengan perbenturan opini ini.
(Selesai)