Pengirim | Zasramansyah |
Kebijakan Hukum Pidana Terhadap Perjudian di Indonesia | |
Untuk mewujudkan tujuan dari dibentuknya negara Indonesia sebagai negara hukum, dimana tugas utamanya adalah mencapai kehidupan yang selaras, serasi dan berimbang, dalam rangka mencapai tujuan kesejahteraan kehidupan masyarakat, maka peranan hukum pidana sebagai salah satu komponen dari kesatuan sistem hukum yang mengatur masalah pola tingkah laku masyarakat menjadi sangat penting. Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, maka hukum pidana digunakan pula sebagai sarana untuk melindungi masyarakat dari ancaman kejahatan. Hal tersebut disebabkan bahwa tujuan diadakannya hukum pidana adalah untuk memberikan rasa aman dari kekhawatiran adanya ancaman kejahatan kepada warga masyarakat dalam upayanya mewujudkan kesejahteraannya. Dengan posisi yang demikian penting tersebut, hukum pidana harus senantiasa dinamis dan mampu memenuhi kebutuhan hukum dalam masyarakat. Hal tersebut mengingat pula bahwa kemajuan dan modernisasi kehidupan masyarakat dengan dukungan kemajuan ilmu pengetahuan dan tekhnologi yang tentunya berpengaruh terhadap cara berpikir, bersikap, dan bertindak dari masyarakat itu sendiri. Apabila hukum pidana tidak dapat menyesuaikan dengan pola dan perilaku masyarakat, tentunya di khawatirkan bahwa hukum pidana akan tertinggal di belakang dan tidak lagi dapat mewujudkan tujuan yang dicapainya. Perubahan tingkah laku masyarakat yang disebabkan adanya pergeseran orientasi berpikir dan paradigma masyarakat tentu pada akhirnya akan memberikan pengaruh terhadap cara masyarakat dalam memandang suatu aturan hukum. Ketika interpretasi masyarakat terhadap hukum negatif karena dipengaruhi oleh pergeseran corak berpikir tadi, akhirnya menimbulkan perubahan pula terhadap kesadaran hukum masyarakat itu sendiri. Apalagi ketika kesadaran hukum masyarakat menurun akibat dari tertinggalnya aturan hukum oleh perkembangan tingkah laku manusia, maka yang terjadi adalah munculnya perbuatan-perbuatan yang mengabaikan norma-norma hukum. Selanjutnya apabila perbuatan tersebut dilakukan dalam hal yang positif dan dianggap lazim, tentu menunjang terhadap perwujudan dari tujuan hukum itu sendiri, akan tetapi jika suatu perbuatan itu justru bertendensi negatif ditinjau dari kelazimannya, tentu hal ini akan menimbulkan ancaman bagi ketertiban dan ketentraman sosial masyarakat. Pergeseran paradigma atau tingkah laku masyarakat yang mudah ditemukan, misalanya dalam hal perjudian. Secara umum perjudian dikategorikan sebagai tindak pidana yang berupa permainan dengan mempertaruhkan suatu barang berharga dan bernilai yang dilakukan oleh beberapa orang. Perjudian ini merupakan suatu perbuatan yang mengalami perkembangan pesat dari masa ke masa, dimana dukungan tekhnologi dan perkembangan jaman yang menjadi pengaruh utama dalam pertumbuhan perbuatan ini. Hanya saat ini, perjudian mengalami berbagai perubahan bentuk dan permainannya. Dengan keberagaman bentuk dan jenisnya, perjudian yang dilakukan oleh semua lapisan masyarakat, tanpa melihat dari faktor usia dan jenis kelamin. Menurut C.S.T Kansil. Di lihat dari berbagai kepentingan maupun, penyelenggaraan perjudian mempunyai ekses yang negatif dan merugikan terhadap moral dan mental masyarakat, terutama terhadap genrasi muda. Kerugian adanya perjudian ini merupakan ancaman yang nyata terhadap norma-norma sosial yang dapat menimbulkan ketegangan antara individu maupun ketegangan-ketegangan sosial lainnya. Lebih daripada itu, perjudian dapat menjadi penghambat pembangunan nasional baik di lihat dari aspek meterial dan spiritual. Hal ini dikarenakan perjudian mendidik orang untuk mencari penghidupan dan nafkah dengan melakukan cara-cara yang tidak wajar, yang pada akhirnya dapat membentuk watak dan sikap malas, enggan bekerja keras serta menjadi manusia yang tidak produktiv. Dari kenyataannya yang ada dan fakta menunjukan bahwa Pemerintah sendiri mendapatkan keuntungan dari hasil perjudian, baik pemerintah pusat maupun daerah yang diperoleh dari pajak tempat-tempat perjudian, pajak hiburan dan pajak pertambahan nilai yang dapat digunakan untuk modal dalam usaha-usaha pembangunan, akan tetapi akibat yang ditimbulakan dari perbuatan perjudian tersebut lebih besar negatifnya dibandingkan dengan positifnya. Adanya pandangan bahwa hasil perjudian dapat menjadi pemasukan kepada kas negara, di dukung oleh pola kehidupan masyarakat yang mengglobal dan kemajuan tekhnologi, akhirnya merubah paradigma masyarakat terhadap perjudian, kecenderungannya masyarakat menganggap judi atau taruhan adalah hal biasa saja dan merupakan urusan privasi mereka masing-masing. Akibatkan sulitnya untuk melakukan pencegahan dan penanggulangan atas tingginya jumlah perbuatan perjudian tersebut di Indonesia. Apalagi dengan konsepsi normatif dalam ketentuan hukum pidana yang mengatur masalah perjudian ini cenderung tertinggal jauh dibelakang sehingga tidak lagi dapat menjerat para pelaku perjudian di Indonesia. Di lihat dari hakekat perjudian itu sendiri sesungguhnya sangat bertentangan dengan nilai-nilai yang hidup dalam warga masyarakat Indonesia, yaitu bertentangan dengan nilai-nilai keagamaan, kesusilaan, moral, serta Pancasila sebagai dasar negara. Diamana dalam Pancasila dalam Sila ke-2 disebutkan "kemanusiaan yang adil dan beradab", tentu perbuatan perjudian bukan merupakan suatu perilaku yang membentuk peradaban yang baik. Sehingga dengan demikian perlu kiranya untuk mengadakan upaya-upaya yang kongkret untuk mencegah, menertibkan dan menanggulangi masalah perjudian sehingga dapat hilang sampai pada lingkungan-lingkungan perjudian terkecil sekalipun. Sebetulnya, hukum pidana Indonesia sendiri atau yang lebih dikenal dalam KUHP, telah mengatur mengenai larangan perjudian. Hal tersebut diatur dalam Pasal 303 dan Pasal 303 bis KUHP. Pada intinya KUHP memberikan ancaman pidana baik kepada orang yang memberi kesempatan untuk melakukan judi kepada umum sebagai mata pencaharian sebagaimana diatur berdasarkan Pasal 303 KUHP. Sedangkan bagi mereka yang mempergunakan kesempatan untuk main judi, dikenakan pula Pasal 303 bis KUHP, baik perbuatan itu dilakukan di tempat umum/terbuka maupun tertutup sejauh tempat tersebut tidak mendapatkan izin dari pihak yang berwajib. Apa yang diatur dalam rumusan delik perjudian yang diatur dalam KUHP tentunya sangat tidak fundamental dalam melakukan penertiban dan penanggulangan terhadap masalah perjudian. Hal ini juga disebab perkembangan tekhnologi yang semakin maju, maka bentuk perjudian pun semakin bervariasi dan modern. Bahkan dalam hal lokasi judi pun dapat dilakukan disetiap tempat atau dimana saja untuk melakukan perjudian. Dalam penegakan hukum pidana terhadap perjudian di Indonesia, yang sulit untuk diberantas, hal ini disebabkan adanya anggapan bahwa judi dianggap sebagai sesuatu yang wajar, padahal judi merupakan perbuatan yang mengancam ketertiban sosial masyarakat. Sehingga pada Tahun 1954, pemerintah mengeluarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1954 tentang Undian, dengan maksud agar kegiatan undian berhadiah dilaksanakan dengan tidak menimbulkan akibat negatif terhadap kehidupan sosial masyarakat secara nasional. Untuk mengatasi perjudian ini kebijakan hukum dalam penanggulang perjudian mengalami perkembangan pada Tahun 1974. Pada tanggal 6 November Tahun 1974 pemerintah mengeluarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian. Inti dari undang-undang tersebut yang menyatakan bahwa tindak pidan perjudian sebagai kejahatan. Kemudian merubah beberapa ketentuan pidana dalam KUHP yang menyangkut masalah bobot pidana bagi tindak pidana perjudian yang selanjutnya merubah Pasal 542 KUHP menjadi Pasal 303 bis. Adapun politik hukum pemerintah dalam masalah penanggulangan perjudian ini sudah terlihat, sebagaimana dituangkan dalam Pasal 3 UU No. 7 Tahun 1974 dimana pemerintah menggunakan kebijakan-kebijakannya untuk menertibkan perjudian, hingga akhirnya menuju ke penghapusan perjudian sama sekali dari Indonesia. Akan tetapi, kebijakan tersebut tidak berjalan sebagaimana mestinya, pemerintah justru memfasilitasi perjudian tersebut dengan melegalkan salah satu bentuk judi yaitu Porkas. Kemudian pada tahun 1987, pemerintah merubah istilah judi Porkas dengan KOSB (Kupon Sumbangan Olah Raga Berhadiah) yang setahun kemudian pada tahun 1988 diubah kembali dengan istilah SOB (Sumbangan Olah Raga Berhadiah). Kebijakan ini ternyata menimbulkan dampak yang negatif bagi kehidupan sosial masyarakat diamana dana masyarakat tersedot dengan dalih untuk membiayai kegiatan olah raga daerah masing-masing. Hingga akhirnya pada tanggal 1 Januari 1989 dengan nama SDSB (Sumbangan Dermawan Sosial Berhadiah). SDSB menyumbang dengan beritikad baik. Meski demikian, sumbangan disinyalir terdapat unsur perjudian dan penipuan terhadap masyarakat. Pada tanggal 25 November 1993, pemerintah mencabut dan membatalkan pemberian izin untuk pemberlakuan SDSB pada tahun 1994. Dalam periode tahun 2000 sampai dengan tahun 2010, kecanggihan tekhnologi di Indonesia dapat dikatakan sangat pesat, dimana alat-alat elektronik sejenis alat telekomunikasi demikian menjadi fenomena yang sangat berkembang pesat. Hal ini juga memberikan pengaruh trend modus perjudian di Indonesia. Peningkatan modus dari tindak pidana perjudian yang semakin tinggi ini dapat terlihat dari maraknya tipe perjudian, misalnya togel, judi buntut, judi kupon putih, bahkan sampai yang memakai tekhnologi canggih melalui telepon, internet maupun SMS (short massage service). Bahkan secara terang-terangan, statsiun-statsiun televisi mengadakan program acara khusus untuk menarik dana melalui pengiriman SMS dari masyarakat untuk mengikuti undian yang telah disediakan. Dari uraian fakta mengenai perjudian di atas, dalam kaitannya dengan kebijakan hukum pidana dalam menanggulangi masalah perjudian ini menjadi menarik. Bahwa Hukum yang telah dibuat itu akan terasa manfaatnya jika dioperasionalisasikan dalam masyarakat. Pengoperasionalan hukum itu akan memberikan bukti seberapa jauh nilai-nilai, keinginan-keinginan, ide-ide masyarakat yang dituangkan dalam hukum itu terwujud. Proses perwujudannya atau konkritisasi nilai-nilai atau ide-ide yang terkandung dalam hukum disebut penegakan hukum. Pada tahap pelaksaanan inilah sebenarnya hukum itu teruji, apakah akan mengalami hambatan atau tidak; apakah akan mengalami kegagalan atau tidak. Karena itu dalam hukum seringkali dimungkinkan adanya suatu perubahan apabila dipandang bahwa hukum itu sudah tidak efektif lagi. *Zasramansyah Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Jambi |
Powered by EmailMeForm