Penegak Hukum tak Boleh Tersandera
Pria kelahiran 13 Mei 1957 ini terkenal ceplas-ceplos. Apa yang ada di kepalanya dan ingin disampaikan, ya disampaikan. Mahfud tak pernah merasa canggung atau sungkan terhadap lawan bicaranya. Mahfud adalah Mahfud. Gaya ceplas-ceplosnya itu tak lepas dari darah Madura yang mengalir di tubuhnya. Sebagai anak asli Sampang, Mahfud tak ingin mengingkari tipikal kebanyakan orang Madura yang memang ceplas-ceplos. Begitu pun, saat Republika mengabarkan jika dirinya terpilih sebagai Tokoh Perubahan 2009.
‘’Ah, iya toh? Ini kejutan. Kok saya nggak diberi tahu sebelumnya,’’ seloroh Mahfud santai.
Perjalanan karier Mahfud MD yang kini menduduki jabatan ketua Mahkamah Konstitusi (MK) tak lepas dari kepakarannya di bidang ilmu hukum. Sebelum berkiprah di politik bersama Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Mahfud adalah akademisi bidang hukum.
Kapasitas keilmuannya itu pulalah yang mengantarkan Mahfud ke kursi DPR dan menjabat Menteri Pertahanan di era pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Mahfud pun menyampaikan terima kasih kepada para pembaca Republika yang telah memilihnya sebagai salah satu Tokoh Perubahan 2009. ‘’Saya senang kalau apa yang saya lakukan selama ini dihargai oleh masyarakat melalui Republika,’’ ujarnya.
Kendati demikian, Mahfud melanjutkan, perubahan bukanlah sesuatu yang bisa dilakukan oleh satu orang. Terlebih jika kata perubahan digandengkan dengan konteks kehidupan berbangsa dan bernegara. ‘’Perubahan itu muncul bergelombang dan hanya mereka yang punya keberanian yang bisa melakukan gerakan perubahan itu.’’
Falsafah ini pulalah yang diyakini Mahfud saat berada di MK. Beberapa waktu lalu, di tengah keraguan masyarakat terhadap penegakan hukum, Mahfud membuat gebrakan baru dengan memutar rekaman percakapan antara Anggodo dan beberapa orang dalam kasus kriminalisasi pimpinan KPK. Tak sedikit kalangan yang mengkritik manuver Mahfud tersebut.
Maklum, saat itu MK tidak sedang memeriksa perkara pidana selayaknya di pengadilan umum. Rekaman percakapan Anggodo hasil sadapan KPK itu diputar MK ketika menyidangkan uji materi UU KPK yang diajukan dua petinggi KPK, Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah. Hal yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Kendati ada kritik, terbukti manuver Mahfud mampu menyingkap tabir adanya mafia hukum di negeri ini. Tidak sedikit kalangan yang gerah. Maklum, selama ini praktik malhukum tak pernah diakui keberadaannya walaupun tampak nyata di depan mata.
Mengomentari soal ini, Mahfud menerangkan, apa yang dia lakukan bersama kawan-kawan hakim konstitusi di MK hanyalah perwujudan dari menegakkan keadilan dalam proses hukum. Menurut Mahfud, keberanian semacam inilah yang hendaknya bisa dilakukan para penegak hukum lain di negeri ini. ‘’Dan modal paling penting untuk berbuat berani adalah jejak rekam yang baik sehingga (penegak hukum) tidak tersandera oleh pihak mana pun,’’ papar Mahfud.
Dia melanjutkan, penyakit kronis penegakan hukum di Indonesia tak lain karena para penegak hukumnya tersandera oleh pihak lain. Penyanderaan bisa terjadi jika penegak hukum itu memiliki jejak rekam yang kurang baik. Ke depan, bila Indonesia ingin berdigdaya secara hukum, para aparatur hukumnya haruslah mampu berbuat berani. ‘’Berani untuk tidak tersandera dengan menumpuk modal jejak rekam yang bersih.’’
Tokoh Perubahan Republika 2009
- Melawan arus tradisi ketatanegaraan yang kaku.
- Membolehkan pemilih tak terdaftar untuk menggunakan KTP pada Pemilu 2009.
- Berperan memperdengarkan rekaman percakapan sejumlah pejabat dengan pengusaha yang terlibat kasus korupsi besar yang terkait kriminalisasi pimpinan KPK.
- Mengembalikan kepercayaan lembaga hukum yang adil di mata masyarakat yang selama ini apatis. Hukum kembali menjadi panglima di negeri ini.
(Sumber: Republika)