Angket Century Segera Menggigit

Friday, August 19, 2011

Ilustrasi: Media Indonesia Cetak (19/08/2011)

Oleh:
Firman Jaya Daeli


Kesimpulan dan rekomendasi keputusan DPR RI tentang angket pengusutan kasus Bank Century (BC) belum tuntas sampai sekarang. Materinya ‘bergigi’ tapi kurang ‘menggigit’. Beberapa kesimpulan kunci mestinya termuat, tapi akhirnya luput masuk rumusan. Materi yang luput tersebut mencakup beberapa hal.

Pertama, ‘Keputusan DPR RI berkesimpulan bahwa dalam kasus BC telah terjadi pelanggaran. Keputusan DPR RI fi nal dan mengikat’. Butir tersebut memastikan DPR RI menemukan pelanggaran. Keputusannya fi nal dan mengikat pihak terkait karena tidak ada lembaga yang berhak dan berwenang membatalkannya. DPR RI tidak berposisi harus menunggu hasil instansi penegak hukum.

DPR RI tidak juga berstatus harus menanti keputusan instansi hukum: apakah ada atau tidak ada pelanggaran. DPR RI sudah memutuskan terjadi pelanggaran, sudah final dan mengikat. Instansi hukum hanya menanga ni pidana nya. Hasil instansi hukum tidak dalam posisi mengatur dan menentukan ‘gerakan’ DPR RI, apalagi membatalkan keputusan DPR RI.

Kedua, ‘Keputusan DPR RI berkesimpulan bahwa pelanggaran tersebut dinyatakan sebagai pelanggaran dalam lingkup sistem presidensial’. Butir tersebut memastikan, dalam sistem presidensial, presiden selain memiliki hak dan kewenangan konstitusional juga memiliki kewajiban dan tanggung jawab konstitusional.

Presiden menggunakan hak prerogatif sehingga mesti memenuhi kewajiban dan tanggung jawabnya. Presiden tidak boleh hanya mau menggunakan hak dan kewenangan, tetapi tidak berani dan tidak siap bertanggung jawab. Kasus BC merupakan kebijakan negara dan keputusan politik pemerintahan. Kasus tersebut tidak boleh dinilai sepotong-sepotong dan
sebatas urusan satu unit birokrasi, tetapi harus dinyatakan sebagai bagian dari urusan kebijakan dan keputusan sistem presidensial.

Ketiga, ‘Keputusan DPR RI berkesimpulan bahwa terhadap nama-nama yang bersalah dan harus bertanggung jawab tidak boleh terlibat dan dilibatkan dalam hal yang berkaitan dengan DPR RI’.

Butir tersebut memastikan nama-nama tersebut sebagai penyelenggara negara sudah gagal di hadapan DPR RI sehingga masuk klasi fikasi kurang proper dan tidak kompeten. DPR RI semestinya konsisten dan konsekuen untuk tidak meneruskan pengakuannya terhadap nama-nama tersebut.

Keempat, ‘Keputusan DPR RI berkesimpulan bahwa kasus BC diduga kuat mengandung sejumlah tindak pidana, maka DPR RI meminta kepada kepolisian, kejaksaan, dan KPK untuk segera memprosesnya dengan ketentuan bahwa instansi hukum bukan penentu adanya pelanggaran dalam kasus BC. Ketentuan tersebut disebabkan keputusan DPR RI sebelumnya telah berkesimpulan ada pelanggaran dalam kasus BC’.

Butir tersebut mempertegas DPR RI dan kita tidak harus bergantung pada hasil kerja kepolisian, kejaksaan, dan KPK. DPR RI berhak se penuhnya melanjutkan penuntasan kasus BC.

Keputusan DPR RI harus segera menggigit. Jika tidak, DPR RI menjadi lembaga negara yang hampa makna dan tidak memiliki apa-apa, serta sudah kehilangan apa-apa. Bergigi tanpa ketajaman sama dengan bergigi tanpa menggigit. Keputusan terhadap kasus BC menggerakkan sumber daya DPR RI dan elemen lainnya untuk menuntaskan kasus BC. Beberapa hal mesti dilakukan.

Pertama, keputusan DPR RI ditempatkan dalam konteks keterbukaan pada perluasan dan pendalaman isi serta makna keputusannya, misalnya terhadap empat butir tambahan kesimpulan tadi. DPR RI bisa jadi sejak awal sudah memasukkan butir tersebut sebagai muatan yang melekat langsung dalam keputusannya.

Kedua, kekuatan progresif dan prodemokrasi dalam DPR RI selayaknya menjaga keutuhan dan kebersamaan sekaligus memelihara irama perjuangan yang panjang. Hal tersebut prasyarat mutlak guna melanjutkan penuntasan.

Ketiga, keseriusan dan ketangguhan DPR RI membangun jaringan dan kerja sama eksternal, sekaligus menjadikan penuntasan sebagai perjuangan populis yang memiliki konstituen tinggi dan luas.

Konstitusi dan sejumlah peraturan perundang-undangan menyediakan jalan konstitusional sebagai ruang demokrasi guna melanjutkan penuntasan. Ruang bergigi tajam yang menggigit, berupa jalur utama, dan progresif ialah DPR RI menyatakan pendapat!

Hak tersebut diorganisasikan dalam sistem ketatanegaraan dan dalam kerangka pemba-
ngunan sistem.

Jalan lain berupa jalur konvensional (misalnya timwas DPR RI) tetap digunakan sesuai ‘protap’ DPR RI. Meski ruangnya bergigi tanpa menggigit, penggunaannya membuahkan hasil bagi DPR RI untuk menyatakan pendapat.

Buah tersebut menjawab pertanyaan pokok dan etik: kita berdiri di mana? Berlari dan berorientasi ke mana? Selamat dan sukses bagi DPR RI dalam menyatakan pendapat. Angket Century segera menggigit. (*)


*) Firman Jaya Daeli adalah Pengamat parlemen dan mantan anggota DPR RI



Powered by:
Epaper Media Indonesia,
Jumat, 19 Agustus 2011