The World Justice Project: Indonesia Negara Terkorup Ke-Dua

Friday, June 17, 2011



Pemberantasan Korupsi di Indonesia Peringkat 2 (dari Bawah)

Rangking supremasi hukum Indonesia di dunia tercatat dalam peringkat 47. Hal ini disebutkan dalam sebuah survei yang dilakukan oleh The World Justice Project.

Dalam laporan yang dilansir oleh United Press International, Selasa (13/6/2011), peringkat korupsi Indonesia berada di urutan kedua paling bawah dari negara-negara Asia Pasifik. Sementara secara global tingkat korupsi Indonesia berada di urutan 47.

Sementara negara-negara Amerika Latin dan Kepulauan Karibia dianggap mulai terbuka dengan kebebasan politik. Namun, institusi publik di negara tersebut dianggap masih rapuh. Korupsi di Amerika Latin dan akuntabilitas pemerintah di negara-negara Amerika Latin tersebut masih lain.

Sedangkan tingkat kejahatan di wilayah negara tersebut masih dianggap paling tinggi di dunia. Cile memimpin di seluruh kategori, diikuti oleh Brazil dan Meksiko menyusul dibawahnya.

Amerika Serikat (AS) dianggap menjunjung tinggi supremasi hukum dibandingkan di negara-negara Eropa barat. Menurut World Justice Project, sistem hukum di AS dianggap memberikan jaminan kebebasan sipil serta diperkuat dengan sistem pemeriksaan yang seimbang.

Namun sistem hukum di AS juga memiliki kekurangan di mata lembaga ini. Hukum AS dianggap tidak kurang peka terhadap warga yang tidak mampu.

"Bantuan hukum terlalu mahal bagi rakyat miskin. Tidak jarang jurang pemisah antara warga kaya dan miskin, jelas terlihat dalam sistem hukum Amerika," jelas laporan tersebut.

Menurut World Justice Project, warga di Argentina lebih mudah mendapatkan bantuan hukum dibandingkan di Amerika.

(Source: Here)


”Kami berjanji tidak akan menerima suap atau melakukan korupsi”

Janji kampanye maupun sumpah saat pelantikan para pejabat sungguh merdu dan lantang terdengar. Mulai dari pejabat RI 1, Gubernur dan pejabat lainnya. ”Kami berjanji tidak akan menerima suap atau melakukan korupsi”. Begitulah kira-kira janji dan sumpahnya.

Janji dan sumpah dengan Kitab Suci di atas kepala masing-masing. Janji pada Tuhan, Rakyat, Diri Sendiri dan keluarga masing-masing. Luar biasa. Namun apa realitanya hari ini?

Bad News 1 : Korupsi Ohh Koruptor
Setelah tujuh tahun SBY berkuasa, KOMPAS memberitakan Indeks Persepsi Korupsi Republik Indonesia masih parah, hanya 2.8. (Skala Nilai 0 = terburuk 10= terbaik). Ini Sama dengan Republik IRAK, negri segala konflik. Singapura berada di tiga besar dengan indeks 9.2. Hal ini terungkap dalam seminar anti korupsi oleh PBB dan TII (Transparansi Internasional Indonesia).

Dalam laporan Transparency International (TI) terlihat Indonesia urutan ke 110 dari 178 negara. Indonesia masih kalah dari Rwanda, Serbia, Liberia dan Bosnia-Herzegovina. Juga kalah jauh dari Tunisia, Maroko dan Mesir. Pantas lah Indonesia mendapat predikat “Gudang Koruptor”.

Bad News 2 : 158 Gubernur dan Bupati Tersangka Korupsi
Berita buruk (Bad News) lainnya adalah, Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi mengumumkan kemarin di Padang, bahwa ada 158 Gubernur dan Bupati serta Walikota menjadi tersangka. (Kompas, 16 Jun 2011). Saya ulangi : 158 Kepala Daerah Menjadi tersangka (bukan mendapat penghargaan piala atau yang baik). Menjadi tersangka. Belum terhitung Pejabat yang di demo rakyat karena di duga korupsi, atau yang korupsi belum ketahuan, angkanya lebih banyak lagi.

Masih menurut Gamawan (tentu beliau tahu banyak, sebab dia mantan Gubernur), bahwa: Gubernur terpaksa korupsi sebab biaya mencalonkan diri (berkompetisi) menjadi Gubernur bisa mencapai 100 milyar. Fantastis bukan? Lalu mendapat kembali uang itu dari mana?

Bad News 3 : TKI ohh PRT
Dalam konperensi ke 100 Organisasi Buruh Internasional di Geneva, Presiden SBY satu satunya Kepala negara yang berkesempatan Pidato dalam Konperensi ILO. Kita boleh berbangga hati sebagai rakyatnya.
Hanya saja dalam pidato Presiden SBY banyak tidak sesuai dengan realitas.

Indonesia digambarkan seolah terlibat penuh dalam pembentukan Konvensi ILO untuk perlindungan PRT. Juga klaim bahwa Indonesia sebagai negara terdepan dalam melaksanakan konvensi-konvensi perburuhan di kawasan Asia. Ini merupakan kebohongan. Sebab, hingga sekarang pemerintah RI belum punya kehendak politik meratifikasi Konvensi PBB untuk perlindungan Buruh Migran. Masih menurut Susilo, menurut audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), siklus mata rantai pengiriman pelayanan penempatan TKI ke luar negeri bermasalah. KPK juga menemukan fakta pelayanan pemulangan tenaga kerja Indonesia sangat buruk.

(Source: Here)

Takluk Melawan Korupsi 

Analogi korupsi di Indonesia saat ini mirip orang yang tengah menderita penyakit tumor ganas. Sel-selnya menyebar ke hampir seluruh tubuh.

Dokter yang seharusnya menangani penyakit itu, yaitu kepolisian, kejaksaan, bahkan KPK sekalipun, bukan hanya tidak bersih, melainkan juga terkena tumor ganas. Itulah sebabnya, peringkat Indonesia sebagai negara terkorup pun tidak juga berubah.

Survei terbaru yang dirilis awal pekan ini oleh World Justice Project mengafirmasi kenyataan itu. Hasil survei terhadap penegakan hukum di 66 negara di dunia menyebutkan bahwa praktik korupsi di Indonesia sudah sangat menyebar luas. Dari 66 negara yang disurvei, Indonesia menempati posisi ke-47 untuk ketiadaan korupsi dan akses untuk keadilan sipil. Bahkan, untuk level kawasan Asia Timur dan Pasifik, rangking ketiadaan korupsi di Indonesia masuk di urutan kedua dari paling buncit sebelum Kamboja.

Untuk urusan bebas korupsi itu, Indonesia bahkan kalah jika dibandingkan dengan Vietnam, Filipina, Thailand, dan Malaysia.

Padahal, peringkat Indonesia agak tinggi dalam hal kejelasan hukum. Itu berarti, aturan dan sistem pemberantasan dan pencegahan korupsi sudah gamblang, bahkan banyak. Hingga kini, setidaknya ada 10 undang-undang, 6 peraturan pemerintah, dan 6 instruksi presiden yang berhubungan dengan perang melawan korupsi.

Bukan cuma itu, pemimpin tertinggi di Republik ini, yakni Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, sudah berkali-kali mendeklarasikan menghunus pedang melawan korupsi. Presiden juga mengatakan akan berada di garda terdepan dalam perang besar melawan korupsi.

Partai yang dibidani oleh Yudhoyono, Partai Demokrat, juga selalu berseru dan mengajak untuk mengatakan tidak kepada korupsi. Akan tetapi, rupa-rupa aturan dan seruan gagah itu majal, bahkan dalam beberapa kasus dimandulkan.

Pengakuan Wakil Presiden Boediono bahwa Inpres Nomor 9 Tahun 2011 tentang Rencana Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi tidak ada gaungnya, menegaskan bahwa pengurus negara tidak tahu lagi harus berbuat apa. Itu sekaligus tanda bahwa negara menyerah terhadap korupsi dan koruptor.

Tidak mengherankan jika perilaku korup dan curang kian mendapatkan permakluman di negeri ini. Bukan cuma itu, mereka yang mengusahakan kejujuran seperti Siami dan Widodo, yang melaporkan kepada Wali Kota Surabaya bahwa guru memaksa anak mereka memberikan sontekan ujian nasional, malah dibenci, dikucilkan, dan diusir oleh warga kampungnya.

Sebaliknya, puluhan koruptor melenggang bebas, mendapat remisi hukuman berkali-kali, bahkan difasilitasi kabur ke luar negeri.

Selama perang melawan korupsi hanya topeng pembungkus wajah bopeng, selama pedang yang dihunus untuk membunuh korupsi merupakan pedang-pedangan, sampai kiamat pun predikat negara terkorup tidak akan beringsut dari negeri ini.

Pada titik itulah, kita harus berkata selamat tinggal perang melawan korupsi. 

(Source: Here)