Perlindungan pekerja maritim dapat diberikan dalam lingkungan kerja itu sendiri, dengan jalan memberikan tuntunan secara teknis maupun perlindungan fisik dengan jalan meningkatkan kesehatan, keselamatan, dan keamanan pekerja maritim serta dapat meningkatkan daya saing dalam menghadapi risiko persaingan dengan pekerja maritim negara lain.
Di Indonesia, untuk memahami bentuk perlindungan hukum yang diberikan negara kepada warga negara dapat dipelajari dari tiga sumber utama regulasi terkait pekerja maritim Indonesia, UU No 37/1999 tentang Hubungan Internasional, UU No 24/2000 tentang Perjanjian Internasional, dan UU No 1/2008tentangPengesahanKonvensi ILO No 185/2003 tentang Konvensi Perubahan Dokumen Identitas Pelaut. Dalam tulisan ini akan diuraikan kelemahan-kelemahan dan kelambanan negara dalam memberikan perlindungan terhadap pekerja maritim saat ini.
Empat Masalah Utama
Sampai saat ini empat masalah besar terkait pekerja maritim Indonesia antara lain: Pertama, masalah kesempatan kerja,karena Indonesia adalah penyedia pekerja maritim dan negara pengirim pelaut yang besar, tetapi belum memiliki akses ke pasar kerja internasional. Kedua, pekerja maritim Indonesia merupakan tenaga kerja yang mampu dan potensial menjadi pemasok devisa bagi negara yang besar, tetapi memiliki kualitas sumber daya manusia dan daya saing yang masih rendah.
Ketiga, masih ada sebagian besar negara-negara yang menganggap pekerja maritim Indonesia sebagai kru berisiko tinggi (high risk crew member). Keempat, masalah perlindungan negara bagi pekerja maritim yang masih lemah dan lamban dari ancaman keamanan dan keselamatan pekerja maritim. Masalah-masalah lainnya seperti upah,kontrak kerja maritim, sertifikasi profesi maritim Indonesia, pemogokan, PHK sepihak, pesangon, kebebasan berserikat pekerja maritim, dan pekerja maritim asing adalah masalah-masalah yang sampai sekarang menjadi persoalan baik dari sisi perusahaan pelayaran maupun pekerja maritim.
Dari keempat masalah utama tersebut, masalah pemberian perlindungan terhadap keamanan dan keselamatan pekerja maritim Indonesia yang bekerja baik di kapal-kapal berbendera Indonesia maupun yang berbendera asing menjadi hal yang paling menonjol dan menjadi topik utama pemberitaan di berbagai media massa di Tanah Air akhir-akhir ini. Padahal, pekerja maritim memiliki peran yang sangat penting dalam proses ekonomi nasional, mengingat banyaknya jumlah pekerja maritim dan besarnya devisa yang dihasilkan dari sektor pekerja maritim tersebut. Dengan penghasilan yang cukup lumayan, otomatis dapat meningkatkan kesejahteraan pekerja maritim dan keluarganya, dan akhirnya dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia pada umumnya.
Apabila pekerja maritim nyaman dalam bekerja dan mendapat perlindungan maksimal dari pemerintah,produktivitas pekerja maritim akan maksimal.Mereka memiliki keyakinan dan pandangan bahwa negara dapat memberi perlindungan maksimal terhadap keselamatan dan keamanan mereka. Dengan demikian, strategi yang perlu dikembangkan dalam meningkatkan kompetensi pekerja maritim yang dapat bersinergi dengan kebutuhan pasar kerja internasional dapat dimulai dengan beberapa cara. Pertama, adanya transparansi dalam memberikan akses informasi yang utuh mengenai kinerja perusahaan pelayaran bonafide secara berkala dan diperjelas pula peran dan posisi pekerja maritim dalam memberikan kontribusi devisa kepada negara.
Kedua, pekerja maritim Indonesia harus dapat merepresentasikan sebagai bangsa pelaut yang unggul yang dapat memegang teguh budaya bangsa menjadi pekerja maritim yang lebih positif, santun, dan bermartabat, sehingga dapat menghilangkan stigma pekerja maritim Indonesia sebagai pelaut yang memiliki risiko tinggi. Ketiga,menguatkan pekerja maritim yang sesuai dengan standar kompetensi pelaut internasional dengan membangun nilai-nilai berstandar maritim internasional, sehingga dapat mendorong peningkatan daya saing. Hal ini dapat memotivasi pekerja maritim agar lebih berorientasi kepada produktivitas.
Keempat, perlunya formula dan rencana aksi dalam mendorong pekerja maritim dalam meningkatkan pengetahuan tentang hukum perburuhan dan standar-standar perburuhan dan maritim internasional di kurikulum perguruan tinggi maritim di Indonesia. Meskipun demikian, upayaupaya tersebut sangat sulit diwujudkan bila dari dalam diri pekerja maritim itu belum memahami arti pentingnya kesadaran untuk meningkatkan kompetensi diri dan kesadaran untuk melindungi diri mereka dari berbagai ancaman yang mungkin muncul.
Ancaman Perompakan Bersenjata
Adanya organisasi kejahatan di tengah laut,seperti terjadi di perairan Somalia, telah mengakibatkan risiko keselamatan jiwa bagi pekerja maritim dan kerugian besar bagi kapal-kapal yang melewati perairan tersebut cukup tinggi. Kondisi tersebut juga dapat menyebabkan perusahaan pelayaran harus mengeluarkan biaya perjalanan dan keamanan tambahan yang cukup mahal,tidak terkecuali setelah kapal Sinar Kudus milik Pemerintah Indonesia ikut menjadi korban.
Dari sekilas uraian di atas jelas sekali bahwa banyak negara sampai perlu mengadakan patroli dan memberikan pengawalan secara militer terhadap kapal-kapal dagang mereka ketika melewati perairan tersebut. Opsi perundingan yang baru-baru ini membuahkan hasil merupakan langkah yang tepat dan sekaligus mene-rapkan opsi militer setelahnya. Namun, masalah keamanan ini masih perlu ditingkatkan lagi sehingga keamanan di perairan dapat benar-benar dinikmati pekerja maritim.
Mengingat perlindungan terhadap setiap warga negara di mana pun mereka berada menjadi tanggung jawab pokok negara dan merupakan amanat yang terdapat di dalam Pembukaan UUD 1945,hak para pekerja maritim atas perlindungan diplomatik dari tindakan sekelompok orang yang melakukan tindakan sepihak harus dijamin. Menurut hukum internasional, setiap negara berhak untuk melindungi kepentingan warga negaranya dari pelanggaran oleh organ-organ negara lainnya, dan jika hukum negara itu secara tegas menetapkan perlindungan demikian, hak itu menjadi suatu kewajiban pemerintah terhadap warga negara.
Kewajiban pemerintah untuk memberi perlindungan terhadap pekerja maritim saat ini menjadi titik paling lemah, karena diplomasi yang lamban, terbatasnya sarana dan anggaran yang kita miliki. Ironis memang, sebagai negara maritim yang besar,tetapi kita tidak memiliki perlengkapan yang cukup untuk mengantisipasi setiap kemungkinan ancaman yang akan muncul dan sering terjadi secara berulang-ulang, apalagi bila terjadi jauh di luar teritorial negara kita. Sudah saatnya Pemerintah Indonesia membentuk satuan tugas khusus pengendalian kejahatan di laut mengingat lemah dan lambannya pemerintah menangani setiap musibah pembajakan dan perompakan bersenjata yang menyangkut pekerja maritim, sekaligus Indonesia sebagai negara maritim yang memiliki jalur pelayaran internasional seperti Selat Malaka, Selat Bangka, dan Laut Sulawesi, yang masih rawan dan dapat menjadi incaran para perompak bersenjata di kemudian hari.
Pemerintah telah cukup banyak mengeluarkan berbagai regulasi,tetapi yang lebih penting dan utama adalah bagaimana pekerja maritim peduli untuk melindungi kepentingan dan keselamatannya sendiri ketika mereka memutuskan menjadi pelaut, bukan bergantung pada siapa-siapa.
(*) Penulis:
Rasyid Salman
Dosen ABFII Perbanas Jakarta
(Sumber: Seputar Indonesia, 3 Mei 2011)
Sent from my BlackBerry® smartphone from Sinyal Bagus XL, Nyambung Teruuusss...!