Bencana alam, kerusakan, percemaran dan hilangnya sumber daya alam yang begitu cepat serta kemudian berganti menjadi petaka, membuat suatu perubahan besar dalam strategi perubahan dalam memandang lingkungan hidup di Indonesia .
Perubahan UU No. 23 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Lingkungan hidup menjadi UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan hidup. Kemudian perubahan UU No.1 Tahun 1967 tentang Pertambangan, menjadi UU No.4 Tahun 2009 tentang Minerba. Memberi suatu dorongan dan semangat dalam merubah padangan terhadap lingkungan hidup. Memaknai lingkungan hidup yang tidak seimbang, atau tidak dengan sesuai dengan kapasitas daya dukung dan daya dampung, akan menyebabkan bencana buat kita semua, juga generasi yang akan datang.
Makna hakiki secara filosofi, dan sosologis dengan terbitnya UU No.32 Tahun 2009, pertama bahwa undang-undang telah menempatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat sebagai jaminan hak asasi warga Negara sebagaimana diatur dalam Pasal 28H UUD 1945. Kedua pembangunan ekonomi yang sedang dilakukan harus benar-benar berprinsip pada pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. Ketiga cara pandang adanya kesadaran bersama terhadap lingkungan yang semakin menurut kualitasnya, jadi perlu dilakukan komitmen bersama seluruh pemangku terhadap lingkungan hidup.
Keempat otonomi daerah yang juga mempengaruhi dalam penyelenggaran pemerintah daerah, karena itu upaya perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup harus ditekankan di daerah yang banyak mengabaikan lingkungan hidup . kelima ada kesadaran bersama bahwa pemanasan global yang semakin meningkat mengakibatkan perubahan iklim dan mengakibat penurunan dalam kualitas lingkungan dibumi ini, dan terakhir adanya jaminan dan kepastian hokum dalam perlindungan terhadap hak setiap orang untuk mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat sebagai bagaian dari perlindungan terhadap keseluruhan ekosistem.
Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup dan mencegah terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan penegakan hokum.
Usaha pertambangan, sebagai motor penggerak pembangunan dalam sector ekonomi , merupakan dua sisi yang sangat dilematis dalam kerangka pembangunan di Indonesia. Sesuatu yang disadari termasuk salah kegiatan yang banyak menimbulkan kerusakan dan pencemaran lingkungan hidup
Pasal 1 angka 1 UU No.4 Tahun 2009 , pertambangan adalah bagian atau seluruh tahapan kegiatan dalam rangka penelitian, pengelolaan, dan perusahaan mineral atau batubara yang meliputi penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, kontruksi, penambangan, pengelolaan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualam, serta kegiatan pasca tambang.
Subsector pada sector pertambangan dan energy, ada beberapa jenis kegiatan yang meliputi: mineral, batubara, dan panas bumi; minyak dan gas bumi; listrik dan pemanfaatan energy. Pengembangan energy baru, sebagai bagian subsector yang bergiatannya berpotensi menimbulkan permasalahan lingkungan, berupa kerusakan dan pencamaran lingkungan perairan, tanah, dan udara. Dari pencemaran akan menimbulkan dampak turunan yang pada akhirnya berdampak negative terhadap persepsi masyarakat terhadap kegiatan usaha pertambangan.
Pertambangan telah membuat masyarakat buyat menanggung masalah kesehatan seumur hidupnya, pertambangan menyebabkan konflik lahan, hak adat, penggusuran, pembunuhan, perang dan pemihakan oknum birokarat dan penegak hokum terhadap kepentingan terhadap pemilik modal.
Yang jelas pertambangan telah menjadi bencana social yang harus diwaspadai terhadap permasalah social yang dimasyarakat. Seperti di Kaltim, banyak pertambangan yang dilakukan diareal perumahan penduduk, yang berakibat pada akses jalan hancur, dan bila hujan terjadi banjir. Krisis pangan, karena lahan subur pertanian dikonsesi menjadi pertambangan dikertabuna Kukar, dan PT Kedeco Jaya Agung, usaha pertambangannya yang diduga menyalagunakan lahan pinjam pakai kawasan hutan cagar alam Adang di Paser.
Keadaan demikian akan menimbulkan benturan kepentingan usaha pertambangan disatu pihak dan dan usaha menjaga kelestarian alam lingkungan dilain pihak . untuk itu keberadaan UU No.32 Tahun 2009, ada menjadi instrument pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup terhadap usaha dan/atau kegiatan yang berdampak penting terhadap lingkungan berupa:
a. KHLS (Kajian Lingkungan hidup Strategis);
b. Tata ruang;
c. Baku mutu lingkungan;
d. Kreteria baku kerusakan lingkungan;
e. Amdal;
f. UKL-UPL;
g. Perizinan;
h. Instrumen ekonomi lingkungan hidup;
i. Peraturan perundang-undangan berbasis lingkungan hidup;
j. Anggaran berbasis lingkungan hidup;
k. Analisis resiko lingkungan hidup;
l. Audit lingkungan hidup;
m. Instrument lain sesuai dengan kebutuhan dan/atau perkembangan ilmu pengetahuan.
Instrument lingkungan hidup, sebagai usaha mencegah masalah lingkungan hidup, dan salah satu yang timbulkan akibat usaha pertambangan yang beraneka ragam bentuk dan sifatnya.
Kedepan upaya penegakan hokum dalam UU No.32 Tahun 2009, berupa penegakan hokum adminitrasi, perdata dan pidana, akan memberi solusi dan efek jera bagi oknum pelaku tindak pidana dibidang lingkungan hidup. Yang kedua sosialisasi adanya uu ini terhadap masyarakat, sebagai upaya penyadaran untuk menuntut terhadap hak gugat masyarakat terhadap usaha pertambangan yang merugikan lingkungannya.(*)
_____
Penulis:
Dosen Fakultas Hukum Universitas Mulawarman Samarinda.
Kontak person: 081 347 216635. Email: fafa_law@yahoo.com