Mencermati peta politik yang selama ini tercermin dalam dinamika perpolitikan di Senayan terlihat sistem kepartaian yang ada saat ini belum dapat dikatakan mendukung proses politik yang baik di Senayan, untuk tidak mengatakan sistem kepartaian yang ada masih belum profesional. Munculnya isu kader kutu loncat, recalling terhadap anggota fraksi (dari Fraksi PKB) yang bersuara kritis, lemahnya pengaruh partai terhadap supervisi kinerja anggota DPR, dan sejenisnya bisa diletakkan sebagai beberapa indikasi mengenai perlunya dilakukan penataan ulang sistem kepartaian agar semakin mengarah pada partai yang modern dan profesional sekaligus andal dalam membangun dinamika politik serta mendorong peningkatan kualitas kinerja (anggota) DPR.
Dalam Pemilu 2009 yang lalu tercatat masih terdapat 34 partai peserta pemilu, yang 16 di antaranya merupakan partai pemain lama dalam perpolitikan Tanah Air sebelumnya. Sebenarnya, dengan hadirnya 18 partai baru di samping 16 partai yang sudah ada, diharapkan mampu meningkatkan kompetisi politik dan dinamika yang semakin berkualitas untuk menghasilkan kader-kader politik yang semakin profesional dan berkualitas. Kontestasi politik dalam Pemilu 2004 masih diikuti oleh 48 parpol peserta pemilu. Namun, di masa mendatang melalui UU Pemilu perlu dilakukan upaya untuk kian merampingkan dan menyederhanakan jumlah partai politik di Indonesia.
UU No. 2 Tahun 2011 tentang Perubahan atas UU No. 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik menyatakan Partai Politik sebagai pilar demokrasi perlu ditata dan disempurnakan untuk mewujudkan sistem politik yang demokratis guna mendukung sistem presidensil yang efektif. Penataan dan penyempurnaan Partai Politik diarahkan pada dua hal utama, yaitu pertama, membentuk sikap dan perilaku partai politik yang terpola atau sistemik sehingga terbentuk budaya politik yang mendukung prinsip-prinsip dasar sistem demokrasi. Hal ini ditunjukkan dengan sikap dan perilaku partai politik yang memiliki sistem seleksi dan rekrutmen keanggotaan yang memadai serta mengembangkan sistem pengaderan dan kepemimpinan politik yang kuat. Kedua, memaksimalkan fungsi partai politik baik fungsi partai politik terhadap negara maupun fungsi partai politik terhadap rakyat melalui pendidikan politik dan pengaderan serta rekrutmen politik yang efektif untuk menghasilkan kader-kader calon pemimpin yang memiliki kemampuan di bidang politik.
Kedua, alasan mengenai perlunya dilakukan penataan dan penyempurnaan partai politik menurut UU No. 2 Tahun 2011 tersebut juga diiikuti dengan langkah untuk membangun independensi partai politik, antara lain dengan upaya mengonstruksi mekanisme penyelesaian perselisihan partai politik secara internal partai melalui pembentukan mahkamah partai politik yang dibentuk partai politik sendiri. Langkah ini diharapkan oleh pembentuk Undang-Undang mampu menciptakan independensi partai politik dan menutup celah intervensi eksternal ke dalam tubuh parpol yang tak jarang selama ini menggunakan pintu masuk konflik internal partai politik. Namun, independensi partai politik perlu diimbangi dengan meningkatkan kapasitas kelembagaan dan profesionalitas partai politik dalam melaksanakan fungsinya dalam sistem demokrasi. Dalam demokrasi modern, peran partai politik sangat penting karena per teori, partai politik adalah menjembatani pemerintah dan rakyat, pembuatan keputusan-keputusan maupun kebijakan publik secara teratur hanya mungkin dilakukan dengan adanya pengelompokan-pengelompokan besar berdasar tujuan kenegaraan. Dalam konteks tersebut, tugas partai politik adalah untuk menata aspirasi rakyat yang sering samar-samar dan berbeda-beda, untuk dijadikan “pendapat umum” (public opinion) yang lebih mendasar sehingga dapat menjadi bahan pembuatan keputusan yang teratur. Hal ini mengingat jumlah pemilih di negara-negara demokrasi modern lazimnya sangat besar dengan kepentingan yang sangat bervariasi, sehingga perlu dikelola untuk dapat menghasilkan keputusan atau kebijakan publik yang membawa manfaat dan mampu merepresentasi kepentingan sejumlah besar rakyat/konstituen. Dalam skema relasi politik tersebut, partai politiklah yang memilih prinsip-prinsip aspirasi para pemilih yang nantinya perlu diterjemahkan dalam proses legislasi menjadi materi muatan undang-undang. Hal ini menunjukkan peran yang sangat penting dari partai politik dalam proses seleksi pejabat publik maupun dalam mengisi substansi kebijakan publik.
Pembentuk UU No. 2 Tahun 2011 melihat pentingnya mengaitkan penataan ulang sistem kepartaian dengan upaya memperkuat sistem presidensil. Hal itu terlihat dalam beberapa hal, yaitu: Pertama, mengondisikan terbentuknya sistem multipartai sederhana. Kedua, mendorong terciptanya pelembagaan partai yang demokratis dan akuntabel. Ketiga, mengondisikan terbentuknya kepemimpinan partai yang demokratis dan akuntabel. Keempat, mendorong penguatan basis dan struktur kepartaian pada tingkat masyarakat.
Adapun hal-hal pokok yang diatur dalam penataan dan penyempurnaan partai politik di Indonesia adalah persyaratan pembentukan partai politik, persyaratan kepengurusan partai politik, perubahan AD dan ART, rekrutmen dan pendidikan politik, pengelolaan keuangan partai politik, dan kemandirian partai politik.
Memang dengan membangun keterkaitan antara upaya menata ulang sistem kepartaian dan memperkuat sistem presidensil pembentuk UU No. 2 Tahun 2011 ingin mendorong sistem pemerintahan yang semakin solid, kapabel, dan stabil. Namun, langkah tersebut tentunya perlu didorong dengan upaya untuk meningkatkan tata kelola (governance) di internal partai politik sendiri, agar mampu membangun prinsip-prinsip tata kelola partai yang baik. Meningkatnya profesionalitas pengelolaan partai politik tentunya akan memiliki pengaruh secara signifikan terhadap meningkatkan proses selektivitas para pejabat publik maupun kualitas kebijakan publik.(*)
(*) Penulis: W Riawan Tjandra
Direktur Pascasarjana dan dosen FH Universitas Atma Jaya Yogyakarta
(Sumber: Lampung Post, 13 Mei 2011)