Dalam beribadah pada Allah (hablum minallah), laki-laki dan perempuan mempunyai derajat yang sama. Perbedaan mereka pada tingkat ketakwaan dan amal masing-masing.
Namun dilihat dari segi biologis dan psikologis memang ada perbedaan; lelaki lebih kuat, lebih perkasa, tidak emosional, dan lain-lain. Dalam Surah An-NisaĆ Ayat 34 disebutkan, “Allah telah melebihkan sebagian dari mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan) dan karena itu mereka diwajibkan menafkahkan sebagian harta mereka.”
Secara kodrati, lelaki dan perempuan pun berbeda. Perempuan bisa mengandung, menyusui, melahirkan, serta bersifat lemah lembut. Adapun lelaki kuat, rasional, dan jantan. Islam menetapkan dengan tepat dan pasti serta menggunakan standar yang benar, kemudian memberikan tugas yang sesuai dengan perbedaan tersebut.
Islam memperhatikan tiga hal dalam menetapkan tugas dan hak bagi perempuan. Pertama, semua kesempatan harus diberikan pada perempuan, terutama hak mendapat pendidikan, mengembangkan keahlian dan bakat, serta bekerja sesuai dengan batas tatanan sosial. Kedua, jika perempuan mencapai tingkat kemajuan dan kesuksesan, baik sebagai pegawai maupun pengusaha, harus tetap sebagai perempuan dan ibu yang wajib mendidik anak dan keluarga. Sebab, mendidik anak adalah amanat kemanusiaan yang perlu ditunaikan dengan baik. Tugas itu lebih mulia daripada sekadar bekerja di sektor publik.
Ketiga, lelaki dilarang menyalahgunakan kelebihan (kekuatan) dan wewenang dalam memimpin keluarga, misalnya untuk menganiaya dan melakukan kekerasan terhadap perempuan sehingga hubungan perempuan dan lelaki seperti pelayan dan tuan. Ketiga hal itu sesuai dengan cita-cita Kartini, yaitu mencerdaskan kaum perempuan, menghapus penindasan terhadap perempuan, dan menjadikan perempuan ibu sejati.
Inspirator
Kartini adalah inspirator emansipasi. Dia murid Kiai Soleh Darat, yang lahir di Dusun Kedungcumpleng, Desa Ngroto, Mayong, Jepara. Dialah yang menerjemahkan Alquran untuk kali pertama atas usulan Kartini agar isi Alquan bisa diamalkan dengan baik. Itu menunjukkan Kartini tak hanya berjasa memajukan kaum perempuan, tetapi juga berjasa bagi umat Islam.
Kata “emansipasi” lahir saat ada kesenjangan dalam kehidupan laki-laki dan perempuan. Lelaki hidup seperti raja di atas singgasana, perempuan hidup di bawah. Setiap perempuan berusia 12 tahun harus dipingit, tak terkecuali Kartini. Namun gelora jiwa Kartini tetap berkobar. Dia bekerja keras untuk memperoleh pendidikan setara dengan laki-laki. Dia berpikir, pengetahuan bisa membawa kemajuan bagi kaum perempuan. Raga boleh terkurung, tetapi jiwa tetap bebas merdeka. Melalui buku-buku yang dia baca, dia terhubung dengan dunia luar. Sesungguhnya dia adalah ibu bagi bangsanya. Cita-cita dan buah pikirannya menunjukkan nilai-nilai luhur keibuan yang bermuara pada pemeliharaan kehidupan yang lebih baik bagi anak-anak bangsa.
Namun seiring dengan perkembangan zaman, kaum perempuan tak hanya menyeru betapa penting mendapat pendidikan. Perempuan juga meneriakkan kebebasan, peningkatan karier di segala bidang, dan terjadilah gerakan besar-besaran untuk mendapat kesempatan tampil di luar, bekerja dan beraktivitas apa saja layaknya laki-laki. Sadar tak sadar, apa yang mereka teriakkan telah berkembang sebagai emansipasi berlebihan. Sebab, bagi mereka, apa yang dilakukan laki-laki dapat pula dilakukan perempuan. Mereka menyamakan segala hal antara laki-laki dan perempuan. Padahal, kita tak dapat menutup mata, ada hal-hal mendasar yang tak mungkin disamai.
Kartini mungkin bersedih dan menangis melihat banyak perempuan mengikuti emansipasi yang berlebihan dan melenceng dari cita-citanya. Dalam salah satu suratnya dalam buku Habis Gelap Terbitlah Terang, Kartini menyatakan, “Stella, jika aku mempunyai anak nanti, baik laki-laki atau perempuan, maka anak itu akan kudidik, akan kubuang kebiasaan buruk yang selalu melebihkan anak laki-laki daripada anak perempuan.” Tampak jelas cita-cita Kartini selain mencerdaskan perempuan juga membebaskan dari penindasan.
Tidak Adil
Walau emansipasi telah bemuara ke mana-mana, masih ada sebagian masyarakat memperlakukan anak perempuan secara tidak adil. Misalnya, untuk melanjutkan sekolah lebih tinggi biasanya yang diutamakan laki-laki. Anak laki-laki biasanya juga dibebaskan dari tugas pekerjaan rumah tangga. Anak perempuan harus mengerjakan semua pekerjaan rumah tangga, seperti menyapu, mengepel, mencuci, memasak, merawat adik. Seharusnya orang tua membagi pekerjaan secara adil karena laki-laki juga bisa melakukan.
Itu juga berlaku bagi perempuan yang bekerja di luar rumah atau ruang publik. Misalnya, usaha mebel di Tahunan, Jepara, dan usaha pom bensin menggunakan banyak tenaga kerja perempuan. Ternyata itu menguntungkan pemilik modal karena mereka bisa memeras tenaga dan memberi upah sangat rendah, jauh dari upah untuk laki-laki.
Selain itu, akhir-akhir ini banyak perempuan calon anggota legislatif memajang gambar diri di mana-mana. Namun biasanya mereka masih dipandang sebelah mata oleh perempuan pemilih, apalagi laki-laki, meski mereka punya kecerdasan dan kredibilitas tinggi. Sebab, sebagian muslim di Indonesia adalah pengikut Imam Syafii, yakni khusus masalah kepemimpinan diutamakan bagi laki-laki. Perempuan boleh memimpin, jika sudah tak ada laki-laki yang mampu. Padahal, dalam dalil nas (Alquran dan hadis) tidak ada larangan bagi kepemimpinan perempuan.
Karena itu kita harus menjadi perempuan tangguh, berwawasan luas, dan bermoral. Jangan lagi melihat perempuan semata-mata sebagai tubuh, namun lebih pada kreativitas, pikiran, kecerdasan mereka. Terlalu banyak perempuan mengira air mata adalah pintu keselamatan bagi mereka. Perempuan perlu belajar hidup kuat dan tegar agar tak cengeng menghadapi hidup. Jadilah muslimah yang sempurna, yang memiliki kesempurnaan iman dan kesempurnaan peran dalam kehidupan di dunia. Iman yang tak menyisakan sedikit pun ruang untuk keraguan atas kebesaran Allah. (*)
(*) Oleh: Umi Alfia
Pemerhati masalah perempuan, tinggal di Jepara
(Sumber: Suara Merdeka, 25 Mei 2011).
______________________
The information available on JAMBI LAW CLUB not intended as a legal advice, but just provides an overview of an information or legal issues at hand.
______________________
The information available on JAMBI LAW CLUB not intended as a legal advice, but just provides an overview of an information or legal issues at hand.