Pengirim | Gunawan Abdullah Tauda |
Rezim Sampah PSSI | |
Seperti diberitakan, pemerintah bersama Komite Olahraga Nasional (KONI) dan Komite Olimpiade Nasional (KOI) tidak lagi mengakui kepengurusan Persatuan Sebak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) di bawah Ketua Umum Nurdin Halid dan Sekretaris Jenderal Nugraha Besoes. Hal ini menyusul kekisruhan yang terjadi dalam kongres PSSI di Pekanbaru, Provinsi Riau, akhir pekan lalu. Menteri Negara Pemuda dan Olahraga Andi Mallarangeng menyatakan pemerintah menghentikan sementara waktu penggunaan dana yang bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara hingga kepengurusan PSSI periode 2011-2015 terbentuk. Aksi Menpora ini, tak pelak lagi, dengan telak melumpuhkan PSSI-nya Nurdin. Pembekuan PSSI-nya Nurdin Halid dan Nugraha Besoes oleh Menpora adalah tindakan tepat, dan dapat diartikan sebagai necessary intervention (intervensi yang diperlukan) dan sudah saatnya dilakukan guna menyelamatkan persepakbolaan nasional yang mengalami kemunduran. Langkah aspiratif ini memang sudah lama dinantikan oleh publik negeri ini yang hampir putus asa menghadapi kebebalan terorganisasi PSSI-nya Nurdin. Kendati mengejutkan banyak pihak, terutama Nurdin-Besoes karena tidak terpikirkan sebelumnya, tindakan Menpora ini merupakan langkah strategis solutif yang perlu diapresiasi oleh pihak mana pun, terlepas dari segala pro-kontra yang melatarbelakanginya. Dengan pembekuan ini berarti Nurdin Halid sudah bukan lagi Ketua Umum PSSI. Terlebih lagi, pengelolaan sementara persepakbolaan nasional yang tadinya diorganisasikan oleh PSSI dilakukan secara kemitraan oleh Menpora, KONI, dan KOI. Seluruh pertandingan Liga Super Indonesia (LSI), Divisi Utama, Divisi I, II, dan III akan tetap berjalan sebagaimana mestinya dengan supervisi KONI/KOI bersama pengurus provinsi PSSI dan klub setempat. Selain itu, kemitraan ini tampaknya dimaksudkan pula untuk mempermudah peralihan kekuasaan dalam institusi PSSI itu sendiri. Langkah Menpora ini tentunya memiliki legitimasi yuridis, paling tidak, berdasarkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional (UU-SKN) Pasal 13, bahwa, "Pemerintah mempunyai kewenangan untuk mengatur, membina, mengembangkan, melaksanakan, dan mengawasi penyelenggaraan keolahragaan secara nasional." Sedangkan legitimasi konseptualnya, telah sejak lama dirumuskan dalam rekomendasi Kongres Sepak Bola Nasional (KSN) Maret 2010 di Malang, terutama butir tentang "PSSI perlu segera melaksanakan reformasi dan restrukturisasi atas dasar usul, saran, dan kritik, serta harapan masyarakat dan mengambil langkah-langkah konkret sesuai dengan aturan yang berlaku untuk mencapai prestasi yang diharapkan masyarakat". Bila dilihat, rentang waktu antara KSN dan pembekuan terkait memang cukup lama. Tercatat selama setahun lebih PSSI-nya Nurdin mengangkangi rekomendasi KSN, yang berarti mengangkangi pula kewibawaan pemerintah, dan tentu saja kehendak publik yang antusias, bahkan anarkistis menghendaki lengsernya Nurdin Halid. Selain membekukan dengan cara mendelegitimasi eksistensi struktur kepengurusan PSSI-nya Nurdin, pemerintah (dalam hal ini Menpora) paling tidak menyiapkan langkah-langkah taktis penting berikut ini. Pertama, menunggu sikap FIFA (Fédération Internationale de Football Association/Federasi Internasional Sepak Bola) atas keputusan kongres PSSI tanggal 26 Maret 2011 di Pekanbaru yang diikuti oleh 78 anggota PSSI pemilik hak suara. Kedua, jika Keputusan kongres tersebut disikapi secara positif oleh FIFA, maka pemerintah bersama KONI/KOI mendukung segera dilaksanakannya kongres PSSI untuk memilih ketua umum, wakil ketua umum, dan anggota Executive Committee PSSI periode 2011-2015 sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan oleh FIFA, yaitu sebelum 30 April 2011. Ketiga, apabila FIFA bersikap lain, maka pemerintah bersama KONI/KOI mendukung segera diselenggarakannya kongres PSSI untuk memilih Komite Pemilihan dan Komite Banding Pemilihan yang baru, dan selanjutnya melaksanakan kongres pemilihan ketua umum, wakil ketua umum, dan anggota Executive Committee PSSI periode 2011-2015. Apabila skenario kedua terlaksana, Komite Penyelamat Persepakbolaan Nasional (KPPN) akan menyelenggarakan Kongres II yang direncanakan digelar pada 29 April 2011 di Surabaya. Dengan demikian, hendaknya dipahami bahwa PSSI merupakan badan hukum yang dibentuk pemerintah untuk kepentingan negara atau kepentingan umum, yang dalam konteks ini persepakbolaan nasional, serta bermuara pada Komite Olahraga Nasional Indonesia. PSSI tidak dapat melepaskan diri dari sistem hukum nasional, dan tidak berada di ruang hampa. Nurdin-Besoes seharusnya memahami hal ini sebelum melancarkan perang pribadinya terhadap Menpora. Terlebih lagi, publik bertanya-tanya dengan cemas, apa lagi strategi dan manuver perlawanan mereka selanjutnya. Kepengurusan PSSI-nya Nurdin memang sungguh terlalu, apabila tidak dapat dikatakan rezim sampah, karena menciptakan kemunduran persepakbolaan nasional, sehingga menimbulkan perlawanan publik yang sistematis, terstruktur, dan massif. Lebih parah lagi, seorang Nurdin Halid memiliki nyali untuk menyampaikan permintaan absurdnya. Ibarat seorang striker tim yang telah kebobolan tiga gol tanpa balas, meskipun terkapar, Nurdin mampu melakukan serangan balik. Keberanian Nurdin untuk meminta dan memohon dengan sangat kepada Presiden Republik Indonesia untuk menyingkirkan Menpora, karena dianggap tidak cakap menjadi menteri dan tidak pantas menjadi menteri, memang mencengangkan. Terlebih lagi, dengan sandiwara politik yang lihai, dengan cara melecehkan diri sendiri sebagai "sampah", patut dipertanyakan siapakah godfather di belakang Nurdin? Kekuatan politik mana yang mungkin mem-back-up-nya? Permintaan absurd ini tentu saja dapat mendiskreditkan kewibawaan seorang Presiden Republi! k Indonesia. Duet destruktif Nurdin-Besoes yang sudah berlangsung lama dan mandul prestasi ini memang sudah selayaknya dihentikan, serta kita hanya bisa berharap semoga momentum penting ini memicu kebangkitan sepak bola nasional ke arah yang lebih baik. Tentang penulis: Gunawan Abdullah Tauda Mahasisa Perogram Pascasarjana Magister Ilmu Hukum UGM *Tulisan ini pernah dimuat di Koran Tempo, 2 April 2011 |
Powered by EmailMeForm