Ilustrasi: photobucket
Fokus Penghapusan Hukuman Mati (Bagian XIV)
Dalam agama Budha dikenal apa yang dinamakan dengan Panca-sila. Panca-sila dalam agama Budha ini adalah sebagai prinsip dasar bagi umat Budha dalam pengembangan kepribadian agar dapat berperikelakuan baik. Panca-sila, sesuai dengan namanya, berisi lima aturan yang terdiri dari[1]:
- larangan terhadap pencabutan nyawa.
- larangan untuk mencuri.
- larangan melakukan pelecehan seksual.
- larangan untuk berbicara kasar.
- larangan meminum minuman keras.
Aturan pertama dari panca-sila, yang berisi mengenai larangan terhadap nyawa tersebut dianggap sebagai aturan terpenting dan merupakan hal yang sangat mendasar dalam ajarannya. Maka oleh umat Budha panca-sila dijadikan dasar dalam menentang hukuman mati.
Dalam kitab umat Budha, Dhammapada, juga terdapat pasal yang berhubungan dengan hukuman mati yaitu pasal 10 yang menyatakan “Setiap orang takut akan hukuman, setiap orang takut akan kematian, sebagaimana kamu juga rasakan. Maka janganlah kalian membunuh atau menyebabkan terjadinya pembunuhan. Setiap orang takut akan hukuman, setiap orang mencintai kehidupan, sebagaimana kamu juga rasakan. Maka janganlah kalian membunuh atau menyebabkan terjadinya pembunuhan.”. Selanjutnya dalam pasal terakhir dari Dhammapada ini, pasal 26, menyatakan “Dia Kami sebut brahmin, barangsiapa yang menanggalkan senjatanya dan menghindari kekerasan terhadap semua umat. Dia tidak membunuh atau membantu orang lain untuk membunuh.” [2].
Hal ini diinterpretasikan oleh sebagian besar umat Budha, terutama umat Budha di barat, sebagai suatu dasar dalam menentang hukuman mati. Namun ada pula interpretasi yang berbeda dengan interpretasi umat Budha di barat tersebut, misalnya Thailand yang kita ketahui bahwa Budha sebagai salah satu agama yang resmi diakui negaranya, tetapi menerapkan hukuman mati. Begitu pula dengan Sri Lanka, Jepang, Taiwan yang mayoritas warga negaranya menganut agama Budha, tetap mempertahankan hukuman mati dalam sistem hukumnya[3].
Teori absolut yang dipandang sebagai alasan pembenar terkuat dalam penerapan hukuman mati tidak sejalan dengan ajaran agama Budha sebagaimana tersirat dalam Panca-sila dan Dhammapada. Maka tidak heran apabila hampir semua umat Budha menentang hukuman mati sebagai pembalasan, seperti dalam ajaran absolut[4].
[1] Damien P. Horigan, Esq., “A Buddhist Perspective on the Death Penalty”, The American Journal Of Jurisprudence Vol. 41, Notre Dame Law School, Natural Law Institute, 1996.
[2] Ibid.
[3] “Capital punishment”, From Wikipedia, the free encyclopedia, http://en.wikipedia.org/wiki/Capital_punishment#Juvenile_capital_punishment.htm, last modified: 6 February 2006.