Ilustrasi: wartaonline.com
Dua tahun terakhir ini, kasus korban KDRT (Kekerasan Dalam Rumah Tangga) di sejumlah wilayah Provinsi Jambi terus terjadi namun statistiknya tidak terlalu mengkhawatirkan. Akan tetapi, hal tersebut tetap menjadi perhatian yang sangat serius di kalangan stakeholder (pemangku kebijakan) di Provinsi Jambi saat ini dan di masa yang akan datang.
Dikatakan Kepala Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemberdayaan Perempuan Pemerintah Provinsi Jambi, Eni Harriyati, melalui kepala Bidang Pemberdayaan Perempuan, Nurbaiti saat menjawab berita21.com, Jumat (18/03/2011) di Kota Jambi.
Nurbaiti menyebutkan, sejak 2009 hingga Maret 2001 total korban yang ditangani pihaknya, melalui Lembaga P2TP2A (Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak) Provinsi Jambi sebanyak 68 kasus.
“Umumnya, kasus-kasus yang terjadi, yang melapor kepada kita, ibu-ibu rumah tangga yang mendapat kekerasan fisik dan kekerasan psikis. Sisanya, adalah kasus penelantaran oleh suami kepada isteri dan anak-anaknya karena penelantaran ekonomi dan kekerasan seksual,” paparnya.
Disinggung lebih jauh terkait upaya sosialisasi dan kampanye ke tengah masyarakat soal penghapusan kekerasan dalam rumah tangga, diakui Nurbaiti, belum optimal dan maksimal.
Pasalnya, alasan Nurbaiti, soal minimnya anggaran menjadi kendala untuk mewujudkannya. “Untuk operasional (Lembaga P2TP2A Provinsi Jambi) saja, kita hanya memiliki anggaran sebesar Rp. 42 juta, dan itu untuk pendampingan dan advokasi bagi klien, yang mendapat masalah.
Belum lagi, persoalan sumber daya manusia kita disini, terutama tenaga psikolog dan pengacara. Kita akui, para relawan itu mao mengerti karena dana yang ada terbatas,” tuturnya.
Sosialisasi dan Kampanye Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, yang diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor.23 Tahun 2004, dalam ketentuan umum menyebutkan, kekerasan dalam rumah tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang, terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.
Sedangkan, penghapusan kekerasan dalam rumah tangga adalah jaminan yang diberikan oleh negara untuk mencegah terjadinya kekerasan dalam rumah tangga, menindak pelaku kekerasan dalam rumah tangga, dan melindungi korban kekerasan dalam rumah tangga.
Jadi sudah sangat jelas, siapa korbannya tentu adalah orang yang mengalami kekerasan dan/atau ancaman kekerasan dalam lingkup rumah tangga,seperti suami, isteri dan anak, orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga karena hubungan darah, perkawinan, persusuan, pengasuhan, dan perwalian yang menetap dalam rumah tangganya, lalu orang-orang yang berkerja membantu rumah tangga dan menetap dalam rumah tangga tersebut.
Dalam Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, kekerasan itu terjadi dengan berbagai cara, yakni berupa kekerasan fisik, kekerasan psikis, kekerasan seksual, atau penelantaran rumah tangga.
Berdasarkan sumber data dari Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak Provinsi Jambi pada Kantor Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemberdayaan Perempuan Pemerintah Provinsi Jambi, sepanjang tahun 2009-Maret 2011, tercatat total korban KDRT sebanyak 68 orang, yang terjadi pada anak-anak dan perempuan dewasa.
Masing-masing, tahun 2009 sebanyak 31 orang yakni 6 orang anak dan 25 perempuan dewasa. Sedangkan 2010 sebanyak 33 orang, yaitu 13 orang anak, dan 20 perempuan dewasa. Sampai Maret 2011 ini, sebanyak 4 orang yakni 2 anak, dan 2 orang perempuan dewasa.
Pengertian anak disini, dalam Undang-Undang Perlindungan Anak, yaitu Undang-Undang Republik Indonesia Nomor.23 tahun 2002, disebutkan anak adalah, seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk juga anak yang masih dalam kandungan.
Yang sangat menonjol, korban KDRT di Provinsi Jambi sepanjang 2009- Maret 2001, kasus kekerasan fisik dan kekerasan psikis pada anak dan isteri.
Total kasus kekerasan fisik yang terjadi pada anak sebanyak 5 kasus, dan 19 kasus pada perempuan. Sedangkan kasus kekerasan psikis pada anak sebanyak 19 kasus, dan 31 kasus perempuan dewasa di dalam rumah tangga.
Kemudian kasus kekerasan seksual pada anak cukup tinggi sepanjang 2009-Maret 2001 ini, yakni sebanyak 16 kasus, dan 5 kasus pada perempuan dewasa. Selanjutnya, untuk penelantaran ekonomi dalam rumah tangga, yaitu 4 orang anak, dan 23 pada perempuan dewasa.
Bagaimana tindak lanjut perkara hukumnya, tercatat sepanjang 2009- Maret 2001, yakni 16 orang anak, dan 35 perempuan dewasa ditindak lanjuti secara hukum oleh pihak P2TP2A Provinsi Jambi. Sementara yang mendapat bimbingan konseling, yaitu 21 orang anak, dan 45 perempuan dewasa. Yang mendapatkan perawatan di Rumah Sakit Jiwa Daerah Jambi, totalnya yaitu 13 orang anak, dan 26 perempuan dewasa.
Terhadap status perkara klien yang ditangani oleh pihak P2TP2A Provinsi Jambi hingga ke ranah hukum sepanjang 2009-Maret 2001, totalnya dapat dirincikan, yakni 16 kasus pada anak, dan 32 kasus pada perempuan dewasa.
Kemudian status perkara yang telah selesai ditangani oleh P2TP2A Provinsi Jambi, totalnya sebanyak 11 kasus pada perempuan dewasa pada 2009 lalu, dan pada 2010 hanya yang berhasil diselesaikan, yaitu 5 kasus orang anak, dan 9 kasus pada perempuan dewasa.
Status perkara pengunduran diri dari klien, justru terjadi hanya 12 kasus pada perempuan dewasa, yakni 2 kasus (2009) dan 10 kasus (2010).
Sedangkan status pengunduran diri oleh klien tanpa pemberitahuan kepada pihak P2TP2A Provinsi Jambi, yaitu sebanyak 20 kasus, masing-masing 12 kasus perempuan dewasa (2009), dan 8 kasus pada anak (2010).
Afrizal/B21
Sumber: berita21.com