Ilustrasi: google.com
Jakarta - Banyaknya perkara yang tersendat di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memicu sinyalemen bahwa institusi tersebut memang memelihara mafia hukum. Salah satu yang disorot adalah tidak kunjung ditetapkannya tersangka pemberi suap dalam kasus suap pemenangan Miranda Swaray Goeltom sebagai Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (DGS BI) 2004 di DPR.
Demikian menurut penasihat Indonesian Police Watch (IPW) Johnson Panjaitan. Ia menilai, saat ini lima komisioner KPK justru tengah sibuk dengan proyek pencitraan untuk menutup masa kepemimpinan mereka pada September nanti. "Jelas kalau di KPK memang ada mafia," ujar Johnson merujuk pada kasus Miranda, ketika dijumpai di Jakarta, Kamis (17/3).
Dia mengatakan, indikasi lain adalah terkait kasus Anggodo Widjojo yang dinilai sebagai sebuah praktik rekayasa. Padahal Johnson meyakini jika ada hubungan spesial antara Deputi Penindakan KPK Ade Raharja dengan Ary Muladi, yang semula orang suruhan Anggodo untuk menyuap pimpinan KPK. "Kalau membicarakan Ade Raharja, itu dalam sebuah sistem di mana ada ketergantungan KPK kepada polisi," kata dia. Ade Rahardja adalah polisi berbintang dua.
Johnson merasa tidak heran jika hingga saat ini KPK belum berhasil menetapkan tersangka pemberi suap kasus Miranda, mengingat latar belakang Ade sebagai mantan ajudan Adang Daradjatun saat menjadi Kapolri. Sedangkan istri Adang, Nunun Nurbaeti, diduga kuat sebagai pemberi suap dalam kasus itu. "Iya jelaslah di kepolisian senioritas dan hubungan profesi seperti itu masih ada," kata Johnson.
Memang, menurut Johnson, praktik mafia hukum yang ada di KPK tidak sevulgar dengan yang terjadi di Kepolisian dan Kejaksaan. "Dia (Mafia hukum di KPK) hanya menjadi bagian saja, tidak seperti di kepolisian dan kejaksaaan."
Selain itu, Jhonson tanpa ragu menyebut ada pengusaha yang membekingi KPK selama ini, sehingga, menurut dia, pantas saja jika beberapa kasus seperti dipeti es-kan.
"Saya menduga SBY-lah yang meresmikan ada mafia di Indonesia, tapi saya tidak mempunyai data kalau SBY bagian dari mafia. Jangankan saat pemilihan DGS BI ada mafianya, saya juga menduga pasti saat pemilihan Presiden ada mafia kemenangan," kata Johnson.
Demikian menurut penasihat Indonesian Police Watch (IPW) Johnson Panjaitan. Ia menilai, saat ini lima komisioner KPK justru tengah sibuk dengan proyek pencitraan untuk menutup masa kepemimpinan mereka pada September nanti. "Jelas kalau di KPK memang ada mafia," ujar Johnson merujuk pada kasus Miranda, ketika dijumpai di Jakarta, Kamis (17/3).
Dia mengatakan, indikasi lain adalah terkait kasus Anggodo Widjojo yang dinilai sebagai sebuah praktik rekayasa. Padahal Johnson meyakini jika ada hubungan spesial antara Deputi Penindakan KPK Ade Raharja dengan Ary Muladi, yang semula orang suruhan Anggodo untuk menyuap pimpinan KPK. "Kalau membicarakan Ade Raharja, itu dalam sebuah sistem di mana ada ketergantungan KPK kepada polisi," kata dia. Ade Rahardja adalah polisi berbintang dua.
Johnson merasa tidak heran jika hingga saat ini KPK belum berhasil menetapkan tersangka pemberi suap kasus Miranda, mengingat latar belakang Ade sebagai mantan ajudan Adang Daradjatun saat menjadi Kapolri. Sedangkan istri Adang, Nunun Nurbaeti, diduga kuat sebagai pemberi suap dalam kasus itu. "Iya jelaslah di kepolisian senioritas dan hubungan profesi seperti itu masih ada," kata Johnson.
Memang, menurut Johnson, praktik mafia hukum yang ada di KPK tidak sevulgar dengan yang terjadi di Kepolisian dan Kejaksaan. "Dia (Mafia hukum di KPK) hanya menjadi bagian saja, tidak seperti di kepolisian dan kejaksaaan."
Selain itu, Jhonson tanpa ragu menyebut ada pengusaha yang membekingi KPK selama ini, sehingga, menurut dia, pantas saja jika beberapa kasus seperti dipeti es-kan.
"Saya menduga SBY-lah yang meresmikan ada mafia di Indonesia, tapi saya tidak mempunyai data kalau SBY bagian dari mafia. Jangankan saat pemilihan DGS BI ada mafianya, saya juga menduga pasti saat pemilihan Presiden ada mafia kemenangan," kata Johnson.
(Tim JLC)