Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berjanji akan mengefektifkan penelusuran kasus penyelewengan kebijakan sistem pengelolaan informasi teknologi (IT) PT Garuda Indonesia, yang mengakibatkan kerugian akibat buyback saham dengan PT Lufthansa System hingga 5,5 juta euro.
Wakil Ketua KPK, Haryono Umar mengatakan tak segan untuk memprioritaskan kasus itu, jika pada kenyataannya KPK menemukan indikasi tindak pidana korupsi (Tipikor). "Kalau memang kuat akan kita utamakan," ujar dia kepada primaironline.com, Sabtu (18/12).
Dia mengatakan, meski belum membaca secara detail laporan tersebut, namun dirinya mengaku akan terjun langsung untuk mengecek kasus yang kini masih dalam tahap penelaahan di bagian Pengaduan Masyarakat (Dumas) KPK. "Saya akan cek ke dumas," kata dia.
Seperti diketahui, Rabu (15/12), Serikat Karyawan PT Garuda Indonesia membuat laporan berupa kronologi dan invoice perusahaan Garuda.
Ketua Bidang Humas Serikat Karyawan PT Garuda Indonesia Tomy Tampatty mengatakan, pengelolaan IT PT Garuda dengan bentuk perusahaan join venture ini terbukti tak efisien. Pasalnya, carut marutnya tata kelola IT PT Garuda untuk mengembalikan lagi kemampuan BUMN ini menghasilkan deviden bagi pemerintah.
Menurut dia, seharusnya pihak manajemen melakukan wanprestasi atau penalti atas pembatalan sistem PT Lufthansa karena gagal membangun sistem yang dijanjikan.
"Tapi yang terjadi manajemen memutuskan untuk buyback saham PT Lufthansa System sebesar 5,5 juta euro. Ini yang kita lihat sebagai kejanggalan," kata dia.
Dia menjelaskan, ketidakefisienan dapat terlihat saat manajemen Lufthansa masuk. Disebutkannya, ketika dikelola internal, manajemen Garuda hanya butuh Rp1,3 miliar sampai Rp3 miliar per bulan.
"Tapi saat ditangani Lufthansa System menjadi Rp9,2 miliar per bulan," kata dia.
Untuk itu, sambung sia angka terbesar yang harus ditelusuri KPK adalah buyback saham yang gagal sebesar 5,5 juta euro tersebut.
Tomy menjabarkan, Medio tahun 2005, PT Garuda Indonesia dan Lufthansa Systems Group mendirikan perusahaan 'Lufthansa Systems Indonesia' (LSI) bergerak dalam bidang 'IT provider' dan 'IT solution' untuk perjalanan bisnis dan transportasi udara.
Penandatanganan 'closing memorandum dilakukan Direktur Utama Garuda Indonesia, Emirsyah Satar dan CEO Lufthansa Systems Group, Wolfgang F.W. Gohde, di Kantor Kedutaan Besar Republik Indonesia Perancis, Paris. Acara penandatanganannya juga disaksikan oleh Menteri Perhubungan saat itu,Hatta Rajasa dan Kuasa Usaha ad interim KBRI Perancis, Lucia H. Rustam.
LSI berkantor di Jakarta dan didirikan pada tanggal 13 Mei 2004 dengan Garuda sebagai pemegang saham terbesar (51%), sisanya (49%) Lufthansa Systems Group. Tidak dirinci berapa nilai investasi yang ditanamkan kedua pihak dalam perusahaan patungan itu.
LSI yang mulai beroperasi tanggal 9 Juni 2005 itu akan fokus menggarap pasar Asia-Pasifik dan Timur-Tengah, termasuk di Indonesia dengan menawarkan jasa IT provider dan IT solution secara komprehensif (lengkap), fleksibel dan terintegrasi dengan tingkat teknologi informasi yang paling mutakhir, termasuk pula sistem perawatan dan pelatihan SDM.
Garuda melalui LSI selain berpeluang mendapatkan pendapatan, juga dapat memutakhirkan 'sistim commercial IT' Garuda tanpa harus melakukan investasi lagi. Pemutakhiran 'commercial IT' itu antara lain mencakup pengintegrasian dan pemutakhiran aplikasi sistem reservasi, 'network/schedule planning', 'pricing', 'revenue management system' dan program 'frequent flyer', termasuk sistem E-ticketing dan sistem aplikasi yang mendukung pelaksanaan "code-share".
Wakil Ketua KPK, Haryono Umar mengatakan tak segan untuk memprioritaskan kasus itu, jika pada kenyataannya KPK menemukan indikasi tindak pidana korupsi (Tipikor). "Kalau memang kuat akan kita utamakan," ujar dia kepada primaironline.com, Sabtu (18/12).
Dia mengatakan, meski belum membaca secara detail laporan tersebut, namun dirinya mengaku akan terjun langsung untuk mengecek kasus yang kini masih dalam tahap penelaahan di bagian Pengaduan Masyarakat (Dumas) KPK. "Saya akan cek ke dumas," kata dia.
Seperti diketahui, Rabu (15/12), Serikat Karyawan PT Garuda Indonesia membuat laporan berupa kronologi dan invoice perusahaan Garuda.
Ketua Bidang Humas Serikat Karyawan PT Garuda Indonesia Tomy Tampatty mengatakan, pengelolaan IT PT Garuda dengan bentuk perusahaan join venture ini terbukti tak efisien. Pasalnya, carut marutnya tata kelola IT PT Garuda untuk mengembalikan lagi kemampuan BUMN ini menghasilkan deviden bagi pemerintah.
Menurut dia, seharusnya pihak manajemen melakukan wanprestasi atau penalti atas pembatalan sistem PT Lufthansa karena gagal membangun sistem yang dijanjikan.
"Tapi yang terjadi manajemen memutuskan untuk buyback saham PT Lufthansa System sebesar 5,5 juta euro. Ini yang kita lihat sebagai kejanggalan," kata dia.
Dia menjelaskan, ketidakefisienan dapat terlihat saat manajemen Lufthansa masuk. Disebutkannya, ketika dikelola internal, manajemen Garuda hanya butuh Rp1,3 miliar sampai Rp3 miliar per bulan.
"Tapi saat ditangani Lufthansa System menjadi Rp9,2 miliar per bulan," kata dia.
Untuk itu, sambung sia angka terbesar yang harus ditelusuri KPK adalah buyback saham yang gagal sebesar 5,5 juta euro tersebut.
Tomy menjabarkan, Medio tahun 2005, PT Garuda Indonesia dan Lufthansa Systems Group mendirikan perusahaan 'Lufthansa Systems Indonesia' (LSI) bergerak dalam bidang 'IT provider' dan 'IT solution' untuk perjalanan bisnis dan transportasi udara.
Penandatanganan 'closing memorandum dilakukan Direktur Utama Garuda Indonesia, Emirsyah Satar dan CEO Lufthansa Systems Group, Wolfgang F.W. Gohde, di Kantor Kedutaan Besar Republik Indonesia Perancis, Paris. Acara penandatanganannya juga disaksikan oleh Menteri Perhubungan saat itu,Hatta Rajasa dan Kuasa Usaha ad interim KBRI Perancis, Lucia H. Rustam.
LSI berkantor di Jakarta dan didirikan pada tanggal 13 Mei 2004 dengan Garuda sebagai pemegang saham terbesar (51%), sisanya (49%) Lufthansa Systems Group. Tidak dirinci berapa nilai investasi yang ditanamkan kedua pihak dalam perusahaan patungan itu.
LSI yang mulai beroperasi tanggal 9 Juni 2005 itu akan fokus menggarap pasar Asia-Pasifik dan Timur-Tengah, termasuk di Indonesia dengan menawarkan jasa IT provider dan IT solution secara komprehensif (lengkap), fleksibel dan terintegrasi dengan tingkat teknologi informasi yang paling mutakhir, termasuk pula sistem perawatan dan pelatihan SDM.
Garuda melalui LSI selain berpeluang mendapatkan pendapatan, juga dapat memutakhirkan 'sistim commercial IT' Garuda tanpa harus melakukan investasi lagi. Pemutakhiran 'commercial IT' itu antara lain mencakup pengintegrasian dan pemutakhiran aplikasi sistem reservasi, 'network/schedule planning', 'pricing', 'revenue management system' dan program 'frequent flyer', termasuk sistem E-ticketing dan sistem aplikasi yang mendukung pelaksanaan "code-share".
(haz)
Sumber: primarionline.com