A. Latar Belakang Masalah
Ekonomi syariah adalah salah satu sistem ekonomi yang dianut beberapa Negara di dunia ini. Begitu juga dengan Indonesia, beberapa konsep ekonomi syariah mulai berkembang dan tumbuh subur di Indonesia. Mulai dari perbankan, asuransi, hingga gadai sudah memasuki babak perkembangan sistem, dimana pada awalnya hanya berorientasi kepada prinsip konvensional (pengaturan umum yang bersumber dari sistem yang dibawa oleh kolonial Belanda) menuju sistem perbankan syariah yang bersumber dari prinsip-prinsip islam.
Ekonomi syariah adalah suatu kumpulan norma hukum yang bersumber dari Al-Qur’an dan Hadits yang mengatur urusan perekonomian umat manusia.[1] Selanjutnya penjelasan UU No. 50 Tahun 2009 Tentang Peradilan Agama menyatakan bahwa “ekonomi syariah berarti perbuatan dan/ atau kegiatan usaha yangt dilaksanakan menurut prinsip syariah”. Adapun cabang ekonomi syariah meliputi:[2]
a. Bank Syariah
b. Lembaga Keuangan Mikro Syariah
c. Asuransi Syariah
d. Reasuransi Syariah
e. Reksadana Syariah
f. Obligasi Syariah dan Surat Berharga Berjangka Menengah Syariah
g. Sekuritas Syariah
h. Pembiayaan Syariah
i. Pegadaian Syariah
j. Dana Pensiun Lembaga Keuangan Syariah
k. Bisnis Syariah.
Sebagaimana disebutkan di atas, Bank syariah adalah cabang dari kegiatan ekonomi syariah. Eksistensi perbankan di Indonesia telah memiliki sandaran hukum yakni melalui Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah (selanjutnya disebut UU Bank Syariah). Menurut UU Bank Syariah, perbankan syariah adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang Bank Syariah, unit usaha syariah, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya.[3]
Oleh karena itu, eksistensi perbankan syariah perlu dilihat dan ditinjau prospek ke depannya. Apalagi konsep syariah ini udah lama didambakan oleh umat islam pada khususnya dan semua warga Negara Indonesia pada umumnya.[4]Betapa tidak, pandangan terhadap perbankan yang menggunakan sistem syariah dianggap mampu memberikan keadilan yang sebenar-benarnya bagi segenap pihak yang terkait dalam praktik perbankan khususnya perbankan syariah.
Oleh karena itu, prospek perbankan syariah perlu ditelaah guna melihat bagaimana eksistensi perbankan syariah guna mencapai masa depan perbankan syariah yang memiliki prospek eksistensi yang mencengkram kuat di Indonesia. Melalui makalah singkat ini, penulis bermaksud untuk menelaah prospek perbankan syariah dengan melihat dari sisi kekuatan dan kelemahan serta peluang dan ancaman yang penulis rumuskan sebagai analisis terhadap sisi internal dan eksternal.
B. Perumusan Masalah
Untuk memfokuskan pembahasan makalah singkat ini, penulis membatasi pembahasan makalah ini berupa perumusan masalah yaitu: Bagaimana Prospek Perbankan Syariah jika ditinjau berdasarkan Analisis Internal serta Analisis Eksternal Perbankan Syariah di Indonesia?
C. Pembahasan
Ekonomi syariah merupakan sistem ekonomi yang bersumber dari wahyu yang transdental (Al-Qur’an dan As-Sunnah/ Al-Hadits) dan sumber interpertasi dari wahyu yang disebut ijtihad.[5] Perbankan syariah sebagai salah satu usaha perekonomian syariah yang sudah terlaksana di Indonesia. Oleh karena itu pada sub-bab di bawah ini akan diuraikan mengenai prospek perbankan syariah yang penulis rangkum ke dalam analisis internal (membahas tentang kekuatan dan kelemahan Bank Syariah) serta analisis eksternal (meninjau dari aspek peluang dan ancaman Bank Syariah.
1. Analisis Internal.
a) Tinjauan Terhadap Kekuatan Bank Syariah.
Indonesia sebagai Negara yang penduduknya mayoritas beragama islam menjadi faktor utama kekuatan bank syariah di Indonesia. Bahkan, sejak masa kebangkitan nasional yang pertama.[6] Di Indonesia perkembangan Bank Syariah memang telah lama didambakan.bahkan pada Ketua umum Pengurus Besar Muhammadiyah periode 1937-1944 yakni KH. Mas Mansyur telah menyatakan bahwa, penggunaan jasa perbankan konvensional suatu hal yang terpaksa dilakukan terutama oleh kalangan umat islam. Hal ini dikarenakan umat islam belum memiliki sistem perbankan sendiri yang bebas dari Riba.[7]
Hal ini kemudian disusul oleh seminar nasional hubungan Indonesia dengan Timur Tengah pada Tahun 1974 bdan pada Tahun 1976 dalam seminar internasional yang dilaksanakan oleh Lembaga Studi Ilmu-ilmu Kemasyarakatan (LSIK) dan Yayasan Bhineka Tunggal Ika. Namun ide ini belum terelisasi dikarenakan prinsip perbankan syariah belum ada aturannya, serta konsep bagi hasil dianggap berkonotasi ideologis. Kemudian hal ini direalisasikan dengan Badan hukum Koperasi Baitut Tamwil pada Tahun 1980-an dan berdirinya Bank-bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) di beberapa daerah di Indonesia. Kemudian secara yuridis mulai menggaung pada Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan yang direvisi dengan Undang-Undang No. 10 Tahun 1998. Dan barulah Pada Tahun 2008 Perbankan Syariah memiliki payung hukum sendiri melalui Undang-undang No. 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah (selanjutnya disebut UU PS).[8]
Selain itu, perbankan syariah juga mendapat dukungan dari lembaga keuangan islam di seluruh dunia.[9]Pada Tahun 1970 tepatnya pada bulan Desember 1970 di Karachi, Pakistan, para Menteri-Menteri luar negeri Negara-negara muslim diseluruh dunia menyepakati berdirinya Islamic Development Bank (IDB). Indonesia sendiri menjadi anggota pendiri IDB. Menurut ketentuan di dalam IDB, tepatnya pada Article of Agreementnya Pasal 2 Ayat XI yang menyatakan akan membantu berdirinya bank-bank yang akan beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip Syariah Islam di Negara-negara anggotanya.[10]
Bahkan lebih jauh apabila diperlukan, IDB dipastikan dapat turut serta dalam permodalan bank syariah tersebut sebagaimana juga telah dilakukan di sejumlah Negara anggotanya. Di Indonesia sendiri IDB pernah membantu permodalan PT. Bank Muamalat Indonesia tahap pertama sebesar US$. 3 Juta, dan kemudian pada tahap berikutnya ditambah lagi sehingga menjadi US$. 10 Juta.[11]
Selanjutnya kekuatan perbankan syariah juga bertumpu kepada sistem hukum syariah yang memang memiliki karakteristik sendiri dan berbeda dengan sistem perbankan konvesional. Teori perusahaan yang dikembangkan selama ini di Indonesia menekankan prinsip memaksimalkan keuntungan perusahaan. Namun teori ekonomi yang dimaksud, bergeser pada sistem nilai yang lebih luas, yaitu manfaat yang didapatkan tidak lagi berfokus kepada pemegang saham, melainkan pada semua pihak yang dapat merasakan manfaat kehadiran suatu unit kegiatan ekonomi dan keuangan.[12]
Perbankan syariah memberikan harapan akan terciptanya semua cita-cita tersebut. Dengan prinsip syariah yang bersumber dari konsep ekonomi syariah memberikan suatu keberimbangan antara nasabah dan pihak bank. Prinsip dalam sistem perbankan syariah adalah menggunakan prinsip bagi hasil (profit sharing). Secara syariah, prinsipnya berdasarkan kaidah al-mudharabah. Hal ini berarti bahwa Bank Islam akan berfungsi sebagai mitra, baik dengan penabung maupun dengan pengusaha yang meminjam dana. Dalam hubungannya dengan penabung, bank akan berposisi sebagai mudharib (pengelola), sedangkan penabung bertindak sebagai shahibul maal (penyandang dana), dan kemudian diantaranya diadakan akad mudharabah yang menyatakan pembagian keuntungan masing-masing pihak. Selain itu, dalam hubungannya dengan pengusaha/ peminjam dana, bank akan bertindak sebagai Shahibul maal (penyandang dana baik yang berasal dari tabungan/ deposito/ giro maupun dana sendiri berupa modal pemegang saham). Sebaliknya pengusaha/ peminjam dana berposisi sebagai mudharib (pengelola). Hal ini dikarenakan pengusaha/ peminjam dana melakukan usaha dengan cara memutar dan mengelola dana bank.[13]
Berdasarkan atas realita di atas, tampak jelas kekuatan dari perbankan syariah sebagai suatu sistem perbankan yang memiliki daya kekuatan eksistensi khususnya di Indonesia. Hal ini didasarkan kepada tingginya animo masyarakat, dukungan lembaga lain, serta karakteristik khas perbankan syariah itu sendiri.
b) Kelemahan (weakness) dari Sistem Bagi Hasil Bank Syariah.
Konsep operasional perbankan syariah berpegang teguh kepada Prinsip bagi hasil (profit sharing). Secara syariah, prinsipnya berdasarkan kaidah al-mudharabah. Namun, bukan berarti prinsip ini tidak memiliki kelemahan yang mampu mempengaruhi prospek perbankan syariah di Indonesia.
Pada konsep ini penyaluran dana kepada masyarakat dilakukan dalam bentuk pembiayaan mudharabah dan pembiayaan musyarakah. Pada dua konsep pembiayaan ini, Bank syariah sangat menggantungkan diri pada akhlak, moral, dan kejujuran nasabahnya.[14]
Hal ini didasari pada laporan yang dilaporkan oleh nasabah, tidak menutup kemungkinan nasabah “nakal” yang melaporkan keadaan usaha terutama mengenai “Profit” perusahaan atau usahanya yang dilaporkan tidak sesuai dengan kondisi sesungguhnya. Misalnya suatu usaha yang untung dilaporkan tidak memperoleh untung, sehingga Bank tidak memperoleh bagian laba.
Selain itu, kelemahan berikutnya adalah Bank yang “digadang-gadangkan” membawa misi bagi hasil yang adil, maka implikasinya adalah Bank Syariah seharusnya lebih memerlukan tenaga kerja professional yang handal daripada perbankan konvensional. Kekeliruan dalam menilai kelayakan proyek yang akan dibiayai bank syariah mungkin akan membawa akibat yang lebih berat daripada yang dihadapi bank konvensional yang hasil pendapatannya sudah dapat dihitung secara tetap dari bunga.
Dari uraian singkat mengenai kelemahan perbankan syariah, hendaknya perlu sesegera mungkin dipikirkan mengenai sistem dalam menanggulangi kelemahan-kelemahan perbankan syariah tersebut, karena eksistensi perbankan syariah di Indonesia belum bisa terjamin jika masih tersisi “lobang” aturan dan kelemahan di sana sini.
2. Analisis Eksternal (Peluang dan Ancaman)
a) Peluang Bank Syariah (opportunity of Islamic Banking System)
Ada banyak peluang perbankan syariah yang mempengaruhi prosepek perbankan syariah, terutama mengenai eksistensi perbankan syariah di Indonesia. Peluang-peluang tersebut terlahir dari berbagai pertimbangan engenai perbankan syariah itu sendiri.
Peluang pertama muncul atas dasar pertimbangan kepercayaan agama. Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa lahirnya sistem perbankan syariah adalah dikarenakan asumsi riba terhadap bunga Bank yang diterapkan pada perbankan konvensional. Apalagi sebagaimana telah kita ketahui bersama bahwa Negara Indonesia adalah Negara yang penduduknya mayoritas beragama islam.
Selanjutnya, secara hukum khususnya hukum di Indonesia telah membuka peluang berkembangnya perbankan syariah.itu sendiri. Diawali melalui Pasal 33 Ayat (1) yang menyebutkan bahwa “perekonomian disusun atas usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan”. Selanjutnya UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia juga mengembangkan dan membina perbankan syariah. Kemudian yang lebih spesial mengatur perbankan syariah yakni UU Bank Syariah (UU No. 21 Tahun 2008 tentang perbankan syariah) mengatur secara pasti kedudukan perbankan syariah sebgai suatu sistem perbankan nasional.
Peluang ekonomi bagi keberadaan perbankan syariah juga menjadi faktor peluang perbankan syariah. Krisis moneter yang melanda Negara di wilayah asia pada pertengahan 2007 menjadi bukti dari lemahnya sistem perbankan konvensional yang menetapkan prinsip bunga pada teknis operasionalnya. Di Indonesia , krisis moneter diawali dengan merosot tajamnya nilai tukar Rupiah terhadap US Dolar. Hal ini dengan sendirinya membengkakkan hutang nasabah besar bank yang dibuat sebelumnya dalam valuta asing. Sehingga secara otomatis terjadi pelanggaran batas maksimum pemberian kredit, kredit macet atau non performing loan, dan bank mengalami mis match karena loan to deposit di atas 20 persen. Kemudian hal ini disusul oleh tingginya tingkat bunga yang mengakibatkan banyak nasabah yang sudah tidak mampu membayar tingkat bunga pinjaman yang tinggi.[15]
Berdasarkan atas pengalaman tersebut membuat masyarakat mulai memperhatikan bank dengan sistem bagi hasil yang selama krisis moneter masih mampu tetap berdiri kokoh. Ketangguhan Bank Syariah tersebut terletak pada seimbangnya kewajiban Bank dengan kemampuannya, sebagaimana yang dipraktikkan dalam sistem bagi hasil antara bank dengan penyimpan dana.
Selain itu, ketangguhan Bank Syariah juga terbukti pula oleh Bank Syariah di seluruh dunia sehingga fenomena ini menarik perhatian World Bank dan International Moneter Foundation (IMF), serta lembaga-lembaga kajian di universitas-universitas terkenal di seluruh dunia, misalnya Harvard Islamic Finance Information Program dari Harvard University.[16]
Dari uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa mengingat Bank Syariah adalah sesuai dengan prinsip-prinsip islam, maka Bank dengan sistem ini akan mempunyai segmentasi dan pangsa pasar yang baik sekali di Indonesia.
2. Ancaman Terhadap Bank Syariah
Ancaman terhadap prospek keberadaan Bank Syariah lebih kepada sentimental ideologis, mengingat Bank Syariah terlahir dari suatu konsep agama, yakni agama islam. Sentimental ideology ini bisa saja saja timbul mengingat Indonesia adalah Negara yang ber “bhineka” atau majemuk. Sentimental ideology ini dikhawatirkan bisa mengurangi prospek Bank Syariah karena dianggap melahirkan dan mencuatkan isu SARA.
Ancaman berikutnya timbul dari para pihak yang telah selama puluhan tahun menggeruk kekayaan rakyat melalui sistem perbankan konvensional tentunya tidak serta merta menerima kehadiran perbankan syariah. Munculnya Bank Syariah yang menuntut pemerataan pendapatan yang lebih adil akan dirasakan oleh “pihak” tersebut sebagai suatu ancaman terhadap status quo yang telah “dinikmatinya selama” puluhan Tahun.
Ancaman terakhir adalah datang dari internal masyarakat muslim sendiri. Mulai dari kemerosotan keimanan umat serta pemahaman terhadap konsep perbankan syariah. Hal ini bisa jadi menimbulkan alasan bagi masyarakat untuk menuntut sistem bagi hasil dalam Bank Syariah untuk menetapkan nominalnya lebih tinggi jelas merusak kesucian sistem Bank Syariah, bahkan sebaliknya jika Bank Syariah mampu memberikan bagi hasil yang lebih besar dari pada bunga pada Bank konvensional pada saat pasar stabil dan prospektif melahirkan pemikiran bahwa Bank Syariah justru lebih zalim.
Oleh karena itu, internal umat islam dan seluruh lapisan masyarakat perlu halnya memahami dengan sebenar-benarnya untuk menghindari asumsi negatif ataupun menghindari lahirnya pemikiran kezaliman ataupun “ganti kostum” perbankan syariah dari perbankan konvensional.
D. Kesimpulan Dan Saran
1. Kesimpulan
Pada hakikatnya Bank Syariah memiliki prospek yang baik di Indonesia, mualai dari sistem Bank Syariah yang justru lebih menjanjikan dan dapat dipercaya juga mendapat dukungan serta animo yang luas dari segenap lapisan. Namun selain itu, kekurangan-kekurangan Bank Syariah juga perlu dibenahi guna menjaga prospek eksistensi perbankan syariah di Indonesia.
2. Saran
Guna menjaga prospek eksistensi Bank Syariah di Indonesia, maka perlu dibenahi dari berbagai aspek, yakni:
(1) Pembenahan Sistem hukum perbankan syariah guna menciptakan universalisme Bank Syariah.
(2) Perbaikan dan Pengembangan SDM pada Perbankan syariah.
(3) Meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap Bank Syariah untuk menghindari asumsi negatif terhadap Bank Syariah
|
Buku:
Gemala Dewi, Aspek-Aspek Hukum dalam Perbankan Syariah di Indonesia, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2005.
.
Karnaen A. Perwaatmadja dan Hendri Tanjung, Bank Syariah Teori, Praktik dan Peranannya, Celestial, Jakarta, 2007.
Muhammad Syafi’I Antonio, Islamic Banking, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, Gema Insani, Jakarta, 2009.
Mardani, Hukum Ekonomi Syariah di Indonesia, Refika Aditama, Bandung, 2011.
Zainuddin Ali, Hukum Ekonomi Syariah, Sinar Grafika, Jakarta, 2009.
____________, Hukum Perbankan Syariah, Sinar Grafika, Jakarta, 2008.
Undang-Undang:
Republik Indonesia, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Republik Indonesia, Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah
[1]Lihat Zainudin Ali, Hukum Ekonomi Syariah, Sinar Grafika, Jakarta, 2009, hlm. 4.
[3]Lihat Pasal 1 Angka 1 UU No. 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah.
[4]Periksa Muhammad Syafi’I Antonio, Islamic Banking, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, Gema Insani, Jakarta, 2009, hlm. Vii.
[5]Periksa Mardani, Hukum Ekonomi Syariah di Indonesia, Refika Aditama, Bandung, 2011, hlm. 2.
[6]Lihat Karnaen A. Perwaatmadja dan Hendri Tanjung, Bank Syariah Teori, Praktik dan Peranannya, Celestial, Jakarta, 2007, hlm. 93.
[7]Lihat Gemala Dewi, Aspek-Aspek Hukum dalam Perbankan Syariah di Indonesia, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2005, hlm. 53.
[8]Ibid.,
[9]Lihat Karnaen A. Perwaatmadja dan Hendri Tanjung, Op.Cit.,hlm. 94.
[10]Ibid.,
[11]Ibid.,
[12]Lihat Zainuddin Ali, Hukum Perbankan Syariah, Sinar Grafika, Jakarta, 2008, hlm. 20.
[13]Lihat Muhammad Syafi’I Antonio, Op. Cit., hlm. 137.
[14]Ibid.,
[1]Penulis adalah Mahasiswa Program Kekhususan Hukum Bisnis pada Program Pascasarjana Program Magister Ilmu Hukum Universitas Jambi.