Runtuhnya Moralitas Kampus

Tuesday, August 23, 2011

Oleh:
Rasyid Saliman

Pada saat ini, bagi seorang dosen di samping memiliki gelar akademik, dosen juga wajib memiliki syarat jenjang jabatan akademik (kepangkatan akademik) dan sertifikasi kompetensi dalam mengajar (sertifikat pendidik).

Dalam pengurusan kepangkatan akademik ataupun sertifikasi dosen, seorang dosen di samping kewajibannya untuk mengajar dan meneliti, juga wajib untuk melakukan pengabdiannya kepada masyarakat. Dari ketiga hal tersebut,memang yang paling sulit dan memiliki titik lemah bagi seorang dosen adalah melakukan penelitian (menulis).

Masalahnya, seberapa banyak laporan penelitian dan karya ilmiah dapat ditulis dan dipublikasikan seorang dosen dalam kurun waktu tertentu. Tulisan ini akan mengajak kita untuk memahami semakin runtuhnya moralitas yang terjadi dalam sebuah kampus, dan banyak terjadi akhir-akhir ini di perguruan tinggi di Indonesia.


Lima Faktor Utama

Penyebab terjadinya degradasi moralitas sebuah kampus saat ini disebabkan beberapa faktor pendorong. Pertama, rendahnya standar kompetensi dan profesionalisme mengajar dosen. Sangat dilematis memang bagi sebuah perguruan tinggi,mencari dosen dengan kualifikasi bagus, di samping sulit juga, pasti berbiaya mahal.
Ini mustahil dapat dilakukan oleh kampus yang baru didirikan, kecuali para pendiri memiliki modal yang kuat. Bagi kampus-kampus gurem, pastilah mencari dosen dengan kualifikasi rendah dengan bayaran yang kecil yang dapat dilakukan.Praktik jual-beli nilai dan plagiat yang kian marak berawal dari rendahnya standar kompetensi dan profesionalisme dosen tersebut.

Dengan demikian,pengabaian terhadap aspek rekrutmen dan pelatihan dosen ini dapat dipastikan kehidupan akademik sebuah kampus tidak berjalan dengan baik. Kampus seperti itu akan hidup segan mati pun tak mau dan cenderung berjalan menuju arah skenario penghancuran dirinya sendiri.

Kedua,merajalelanya praktik- praktik plagiat yang terjadi di kampus dalam berbagai bentuknya. Mengapa masalah plagiat dapat terjadi secara sistematis dan masif? Masalahnya, kebanyakan dari dosen tidak menggunakan cara-cara yang elegan dan santun yang sesuai dengan kaidah-kaidah keilmuan dalam menulis.
Bahkan dalam banyak kasus, dosen sering secara sengaja melakukan pelanggaran akademik.

Ketiga,disorientasi lembaga pendidikan menjadi lembaga bisnis.Untuk saat ini sangat sedikit adanya badan hukum penyelenggara pendidikan yang masih murni memiliki idealisme untuk memajukan pendidikan di Indonesia.

Secara faktual sangat sedikit lembaga pendidikan di Indonesia didirikan oleh orang-orang kaya yang memiliki idealisme "nirlaba" seperti dulu. Kebanyakan lembaga pendidikan swasta di Indonesia pada saat ini didirikan untuk kepentingan komersial dan mencari profit para pendirinya.

Sudah dapat dipastikan hukum kapitalisme dan nilainilai komersial berlaku di sana. Tidaklah mengherankan bila biaya kuliah di kampus yang bagus di Indonesia lebih mahal dibandingkan dengan kuliah keluar negeri dengan kualitas dan fasilitas yang sama.

Keempat, lemahnya perlindungan hukum terhadap hakhak dosen. Hampir sebagian besar kondisi perguruan tinggi saat ini sangat memprihatinkan, jumlah mahasiswa yang sedikit dan tentu saja berakibat pada persoalan kesejahteraan dan gaji dosen. Di kampus yang berkategori baik pun, dosen diposisikan nyaris seperti pekerja/buruh pada umumnya.

Bahkan, ada dosen yang sudah bekerja puluhan tahun harus berjuang sampai ke Pengadilan Hubungan Industrial hanya untuk mendapatkan hak normatif pensiunnya. Meskipun UU Ketenagakerjaan, UU Guru dan Dosen,UU Serikat Pekerja, dan UU Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial telah diundangkan, namun memilih profesi sebagai dosen tetap memiliki risiko tidak terlindungi secara hukum.

Kelima, pengekangan terhadap kebebasan berserikat. Bagi seorang dosen,ada nuansa kebebasan berakademik dan kebebasan mimbar yang dijamin oleh undang-undang. Seharusnya keberadaan paguyuban atau ikatan karyawan dapat menjadi mitra dalam pengelolaan sebuah perguruan tinggi dan tidak boleh dianggap sebagai sebuah ancaman.

Namun, sangat ironis, bahkan ada dosen yang dipecat oleh yayasan sebuah perguruan tinggi swasta hanya garagara ingin membentuk paguyuban karyawan atau ikatan karyawan.Itu terjadi hanya karena kampus kapitalis tersebut merasa tidak nyaman dengan keberadaan sebuah serikat.

Dari kelima faktor tersebut, memang masalah perlindungan hukum terhadap hak-hak dosen dan masalah plagiat pada saat ini yang paling banyak diperbincangkan. Apabila kelima faktor tersebut di-abaikan dalam sebuah kampus, runtuhlah moralitas dan integritas sebuah kampus sebagai lembaga pendidikan. Kalau sudah demikian, jangan harap kehidupan akademik akan berjalan dengan baik.


Membangun Kultur Menulis

Solusi mengatasi masalah plagiat sebenarnya sederhana, maukah kita menuliskan sumber sebenarnya bahan-bahan yang diperoleh. Kemudian, ide-ide orisinalitas yang kita miliki tetap harus dimunculkan. Bukankah menulis itu adalah kemahiran dan seni mengelola kemampuan yang dimiliki.

Ini memang soal kemauan dan integritas ketika kita memutuskan dan memilih profesi menjadi dosen. Seorang dosen pasti memiliki sisi keunikannya.Ini bisa dilihat dari gaya, mood dalam menulis, kekuatan ekspresi asli dalam pengungkapan kata demi kata, kemudian muncul dalam karakter dari masingmasing tulisan yang dihasilkan.

Bakat setiap orang pasti berbeda antara yang satu dengan lainnya. Komposisi kesemua hal tersebut akan menciptakan sebuah tulisan otentik yang akan menambah kaya khasanah ilmu pengetahuan. Oleh karena itu, seorang dosen tidak usah takut untuk menulis, karena orang pasti tahu apakah itu tulisan kita yang sebenarnya atau bukan.

Yakinlah, struktur tidak usah dikejar, apalagi dengan cara-cara yang tidak benar. Apabila kultur menulis telah terbentuk dengan baik, dengan sendirinya struktur akan menghampiri kita.Menulis itu tidak sulit, yang sulit bila kita tidak mau memulai. Percayalah, eerlijk heid duurt het langst. Kejujuran pasti bertahan sangat lama.*

* Rasyid Saliman adalah dosen ABFII Perbanas Jakarta


Source: Harian Seputar Indonesia, 19 Agustus 2011

Sent from my BlackBerry® smartphone from Sinyal Bagus XL, Nyambung Teruuusss...!