Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan potensi kerugian negara akibat ketidakpatuhan kementerian dan lembaga pada peraturan perundangan. Potensi kerugian hasil pemeriksaan BPK pada semester kedua 2010 mencapai Rp3,87 triliun dan AS$156,43 juta.
"Senilai Rp104,01 miliar dan AS$10,50 juta telah ditindaklanjuti oleh instansi yang diperiksa dan ditindaklanjuti dengan penyetoran ke kas negara atau daerah selama diperiksa," tutur Ketua BPK Hadi Poernomo saat berpidato dalam forum Rapat Paripurna DPR, Selasa (5/4).
Temuan tersebut berasal dari pemeriksaan BPK pada 734 objek yang diperiksa. Dari jumlah tersebut, BPK menemukan 6.355 kasus senilai Rp6,46 triliun dan AS$156,43 juta. BPK memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara pada pemerintah pusat, pemerintah daerah, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), BUMD, dan lembaga atau badan lain yang mengelola keuangan negara.
Hasil pemeriksaan 151 laporan keuangan pemerintah daerah (LKPD) pada semester kedua 2010, BPK menemukan masih adanya kelemahan sistem pengendalian intern (SPI). Akibatnya, masih banyak laporan keuangan pemerintah daerah yang mendapat opini TMP (tidak memberikan pendapat) dari BPK.
BPK juga melaksanakan Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu (PDTT) atas 428 objek pemeriksaan, seperti perpajakan. Antara lain, kekurangan penetapan dan pemungutan pajak dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).
BPK juga melaksanakan Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu (PDTT) atas 428 objek pemeriksaan, seperti perpajakan. Antara lain, kekurangan penetapan dan pemungutan pajak dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).
Pembebasan pajak kepada wajib pajak (WP) tertentu oleh kepala daerah. Bahkan, ada kepala daerah yang belum menetapkan tarif retribusi dan pajak daerah. "Belum disetorkan ke kas negara atas penerimaan pajak pemerintah pusat yang telah dipungut pemerintah daerah," imbuh Hadi.
Pemantauan BPK
Hadi menguraikan, hasil pemantauan BPK akan tindak lanjut hasil pemeriksaan lembaganya sesuai kewenangan Pasal 20 UU No.15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara.
Berdasarkan hasil pemeriksaan 2009 dan 2010, BPK memberikan 76.722 rekomendasi senilai Rp103,35 triliun dan sejumlah valas setara Rp11,6 miliar.
Sebanyak 28.028 rekomendasi atau 36,53 persen, senilai Rp38,39 triliun dan valas setara Rp2,19 miliar, sudah ditindaklanjuti. "Namun, hasilnya belum sesuai dengan rekomendasi," ungkap Ketua BPK.
Ketua BPK menyatakan, sebanyak 30.148 rekomendasi (39,29 persen) senilai Rp41,42 triliun dan valas setara Rp8,94 miliar belum ditindaklanjuti oleh entitas yang diperiksa. Khusus rekomendasi BPK terkait penyetoran aset ke kas negara pada 2009 dan 2010, Hadi menyatakan sudah ditindaklanjuti. Sehingga terselamatkan uang negara Rp1,93 triliun, ditambah penyetoran saat pemeriksaan periode kedua 2010 sebanyak Rp104,01 miliar dan AS$10,50 juta.
Hadi juga melaporkan hasil pemantauan BPK akan rekomendasi penyelesaian ganti rugi periode 2009-2010 yang dilakukan tahun lalu, untuk 4.302 kasus setara Rp908,28 miliar dan AS$228,21 juta. BPK mencatat, yang diselesaikan dengan angsuran mencapai 1.362 kasus senilai Rp42,77 miliar, yang dilunasi Rp65,53 miliar dan AS$1.03 ribu untuk 977 kasus. "Total kasus menjadi 2.339 kasus senilai Rp108,3 miliar dan AS$1.03 ribu," tutur Hadi.
Pada tahun 2009 dan 2010, Hadi menyatakan jumlah Laporan Hasil Pemeriksaan BPK yang terindikasi tindak pidana telah disampaikan kepada instansi penegak hukum. Jumlahnya mencapai 105 kasus senilai Rp1,11 triliun dan AS$11,06 juta.
Tetapi, hanya delapan kasus yang ditindaklanjuti institusi penegak hukum. Yaitu, tiga kasus dalam proses penyelidikan. Kemudian, dua kasus tengah disidik, lalu satu kasus dalam proses penuntutan. "Sudah diputus dua kasus," imbuh Hadi.
Meski ada perbaikan, tutur Hadi, berdasarkan laporan hasil pemeriksaan semester kedua 2010, BPK menilai masih terdapat kelemahan dalam pengelolaan keuangan negara.(*)
(*) Inu
(*) Inu
Sent from my BlackBerry® smartphone from Sinyal Bagus XL, Nyambung Teruuusss...!