Rakyat Bangkit Bangun Martabat

Tuesday, March 15, 2011

Indonesia Bangkit via Ekonomi Kerakyatan

MENJELANG Pemilu 2009, sudah dapat dipastikan bahwa seluruh partai politik akan kembali mempromosikan janji-janjinya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Menu yang biasa dikampanyekan di antaranya mengenai pendidikan dan kesehatan gratis, harga BBM dijamin tidak naik, lapangan pekerjaan dibuka lebar, dll.

Singkat kata, semuanya meyatakan pro-rakyat kecil. Pada pemilu 2004 yang lalu, janji-janji serupa telah disampaikan. Apa yang terjadi kemudian adalah harga BBM naik, yang kemudian berdampak pada kenaikan harga barang, angka kemiskinan dan pengangguran tetap tinggi, sekolah tetap harus bayar, petani tetap miskin dan demikian pula kaum nelayan.

Dengan demikian, upaya meningkatkan kesejahteraan rakyat bukan perkara yang mudah. Siapapun yang kelak menjadi presiden, Indonesia tetap berada dalam himpitan globalisasi pasar. Kapitalisme global memicu kompetisi; Yang kuat diuntungkan, yang lemah akan semakin tergilas.

Yang kuat adalah hanya sekelompok kecil orang yang memiliki akses besar terhadap capital (modal). Sementara di pihak lain, yang lemah adalah kelompok terbesar penduduk bangsa ini yang tidak memiliki akses untuk mendapatkan capital.

Dalam buku karya Adi Sasono ini, pembaca dapat menemukan peta jalan ekonomi Indonesia masa depan. Jalan itu pada dasarnya telah dirintis oleh para founding fathers bangsa, terutama Bung Hatta sebagai Bapak Koperasi Indonesia.

Amanat UUD Pasal 33 jelas memperlihatkan bahwa kegiatan ekonomi dilandaskan pada asas kekeluargaan. Asas ini kemudian dikembangkan dalam sebuah lembaga koperasi sebagai implementasi prinsip ekonomi “dari, oleh, dan untuk rakyat”.

“Dari rakyat” mengandung arti rakyat menguasai dan memiliki hak atas sumber daya untuk mendukung kegiatan produktif dan konsumtifnya. Sementara “Oleh rakyat”, berarti proses produksi dan konsumsi dikendalikan dan diputuskan rakyat. “Untuk rakyat” berarti rakyat banyak merupakan beneficiaries utama dari setiap kegiatan produksi dan konsumsi. (hal. 65-66)

Dalam implementasinya, ekonomi kerakyatan masih banyak menemukan kendala. Tantangan terbesar adalah kapitalisme global di mana negara subordinat dari mekanisme pasar. Globalisasi telah menciptakan tatanan ekonomi yang interdependen.
Dalam hal ini, Negara miskin butuh modal untuk pembangunan dan itu diproleh dari utang luar negeri. Kenyataannya, utang tersebut tidak mampu mendongkrak ketertinggalan Dunia Ketiga dari negara-negara maju. Ketimpangan tetap terjadi antara negara maju dan miskin.

Selain terjerat dengan utang luar negeri, pemerintah saat ini tengah dihadapkan pada pilihan untuk melakukan privatisasi BUMN. Yang mampu membeli aset BUMN tentu saja perusahan asing. Dalam konteks ini, kemandirian dan kedaulatan Indonesia tengah mendapat ujian cukup berat.

Padahal, tanpa harus banyak bergantung pada negara maju pun, kebangkitan ekonomi dapat diraih sebagaimana terjadi pada beberapa negara di Asia dan Amerika Latin. Indonesia dapat belajar dari sukses kebangkitan ekonomi dan teknologi Cina dan India. Jalan untuk bangkit itu, menurut Adi Sasono, adalah via ekonomi kerakyatan.[]

Penulis, Ariful Mursyidi, pekerja buku tinggal di Jakarta.