Perlindungan Hak-Hak Tersangka Dalam Perspektif Sistem Peradilan Pidana Indonesia (Bagian V - Selesai)
CSA Teddy Lesmana*)
C. Kebijakan Kriminal (Criminal Policy) Dalam Sistem Peradilan Pidana Yang Melindungi Hak Asasi Tersangka
Dari uraian di atas menunjukan bahwa pembangunan hukum nasional, terutama hukum acara pidana belum secara fundamental mewujudkan hakikat dan tujuannya dalam menempatkan manusia pada kedudukan dan harkat martabatnya sebagai manusia. Hal ini disebabkan arah kebijakan kriminal hukum pidana sendiri belum sepenuhnya mencerminkan dan mengambil langkah penerapan sistem yang berpihak kepada rasa keadilan bagi masyarakat. Selain kebijakan dalam pembentukan norma-norma hukum pidana yang lemah dan cenderung tidak memihak pada HAM, perilaku (law behaviour) aparat dalam sistem peradilan sendiri yang tidak profesional, disintegritas, dan tidak berkepribadian serta bermoral lemh, melengkapi kegagalan terwujudnya tujuan mulia dari sistem peradilan itu sendiri.
Maka untuk meningkatkan pemberdayaan terhadap lembaga peradilan dan lembaga penegakan hukum, dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional (Propenas), pada Bab III yang menunjukan bahwa pemerintah telah menetapkan kebijakan mengenai peningkatan kualitas dan kemampuan aparat penegak hukum yang lebih profesional, berintegritas, berkepribadian dan bermoral tinggi melalui perbaikan-perbaikan sistem perekruitan dan promosi aparat penegak hukum, pendidikan dan pelatihan, serta mekanisme pengawasan yang lebih memberikan peran serta yang besar kepada masyarakat terhadap perilaku aparat penegak hukum.
Kegiatan pokok yang dilakukan untuk melaksanakan program pembangunan dalam kebijakan kriminal sebagaimana disebutkan di atas, antara lain kegiatan-kegiatan yang berhubungan langsung dengan sistem peradilan adalah sebagai berikut :
1. Meningkatkan pengawasan dalam proses peradilan secara transparan, sejak dimulainya penyelidikan suatu perkara pidana sampai pada tahap pemidanaan, sehingga memudahkan bagi partisipasi masyarakat dalam mengawasi dan mengkoreksi demi pembenahan terhadap menejemen dan perilaku penegak hukum itu sendiri.
2. Meningkatkan pemberian bantuan hukum kepada masyarakat tidak mampu, dengan cara menegaskan prinsip bantuan hukum dalam peradilan pidana sebagai suatu kewajiban yang harus dipenuhi tanpa terkecuali oleh para penegak hukum.
3. Memperbaharui norma-norma pidana yang lemah dengan norma yang lebih kuat dan lebih memberikan rasa keadilan bagi masyarakat.
4. Memperbaharui sistem dan mekanisme rekruitmen aparat penegak hukum.
5. Meningkatkan sarana dan prasarana penegakan hukum baik bagi penegak hukum itu sendiri maupun bagi masyarakat agar masyarakat termudahkan dalam melaksanakan suatu aturan hukum.
Khusus mengenai pembentukan norma hukum pidana, dalam masyarakat yang teratur yang sudah terorganisasikan secara politik dalam bentuk negara, proses pembentukan hukum itu berlangsung melalui proses politik yang menghasilkan perundang-undangan, proses peradilan yang menghasilkan yurisprudensi, putusan birokrasi pemerintahan yang menghasilkan ketetapan, perilaku hukum warga dalam kehidupan sehari-hari yang memunculkan hukum tidak tertulis dan pengembangan ilmu hukum (pembentukan doktrin). Corak hukum yang berlaku dalam suatu negara ditentukan oleh faktor kesadaran hukum yang hidup dalam masyarakat dan faktor politik hukum. Kedua faktor tersebut harus berkaitan dengan falsafah hidup bangsa, yaitu Pancasila. oleh karena itu, Cita Hukum Pancasila berintikan dasar-dasar falsafah Pancasila jyang ditandai oleh:
1. Pemberian keadilan yang ber-Ketuhanan Yang Maha Esa;
2. Penghormatan dan penghargaan atas martabat manusia;
3. Wawasan hukum yang memenuhi kepentingan dan mencerminkan kebangsaan yang beraneka ragam;
4. Persamaan dan kelayakan hukum;
5. Hukum yang memberikan keadilan sosial;
6. Moral hukum dan budi pekerti luhur baik dari masyarakat maupun aparat penegak hukum;
7. Partisipasi dan transparansi dalam pengambilan putusan publik.
Semua cita-cita hukum Pancasila itu harus dapat diimplementasikan dalam kebijakan kriminal Indonesia yang dimulai dari pembaharuan baik hukum pidana materiil maupun hukum pidana formil. Sehingga tujuan hukum untuk mewujudkan pengayoman bagi manusia, yaitu melindungi manusia secara pasif dengan mencegah tindakan sewenang-wenang, serta secara aktif menciptakan kondisi kemasyarakatan yang manusiawi yang memungkinkan proses kemasyarakatan berlangsung secara wajar sehingga secara adil tiap manusia memperoleh kesempatan yang luas dan sama untuk mengembangkan seluruh potensi kemanusiaannya secara utuh dapat benar-benar diwujudkan.
IV. PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari uraian-uraian pada bab-bab sebelumnya di atas, dapat ditarik kesimpulan untuk menjawab permasalahan yang diangkat dalam skripsi ini, sebagai berikut:
1. Secara garis besar hak-hak tersangka yang diatur dalam KUHAP tergambar dalam prinsif azas praduga tak bersalah. Apabila diamati dari bentuknya, pelanggaran-pelanggaran terhadap hak asasi tersangka dapat diketegorikan dalam 2 (dua) bagian, yaitu:
a. Pelanggaran administratif dan prosedural penyelidikan dan penyidikan.
b. Pelanggaran terhadap diri pribadi (jiwa, raga)
2. Perlindungan hukum atas hak asasi tersangka dalam sistem peradilan pidana Indonesia dapat dikatakan sudah baik jika dibandingkan dengan ketentuan hukum kolonial. KUHAP menginginkan proses peradilan pidana yang mengembangkan paradigma yakni, bahwa warga negara yang menjadi tersangka tidak lagi dipandang sebagai “objek” tetapi sebagai “subjek” yang mempunyai hak dan kewajiban. Namun demikian KUHAP belum menunjukan pengaturan hak asasi tersangka secara fundamental.
B. Saran
1. Penerapan upaya paksa (dwang middelen) sebaiknya harus dikurangi dengan lebih mengedepankan kualitas criminal sciencetific (ilmu kriminal) petugas kepolisian agar kebenaran yang dihasilkan dapat dipertanggungjawabkan lebih secara ilmiah, dan yang paling penting adalah dalam penegakan hukum pidana tidak boleh melanggar hak asasi manusia dalam hal ini hak asasi tersangka pada tahap penyidikan.
2. Sebaiknya ada perluasan kewenangan lembaga praperadila agar dapat lebih menjamin hak asasi tersangka secara lebih fundamental. Atau dengan menciptakan formula baru sebagai pengganti lembaga praperadilan mengingat kelemahan lembaga “mengadukan hak tersangka” yang ada selama ini.
***
KEPUSTAKAAN
A. Buku-Buku
El-Muhtaj, Majda. M.Hum. 2005. Hak Asasi Manusia dalam Konstitusi Indonesia dari UUD 1945 sampai dengan Amandemen UUD 1945 Tahun 2002. Jakarta : Kencana.
Hamzah, Andi. Prof. Dr. jur. 2008. Hukum Acara Pidana Indonesia (edisi kedua). Jakarta : Sinar Grafika.
Harahap, Yahya M., SH. 2006. Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP Penyidikan dan Penuntutan, Ed. 2, Cet. 8. Jakarta : Sinar Grapika.
Kaligis, O.C. Dr. S.H. M.H. 2006. Perlindungan Hukum Atas Hak Asasi Tersangka, Terdakwa dan Terpidana. Bandung : Alumni.
___________. 2007. Antologi Tulisan Hukum Jilid-3. Bandung : Alumni.
Marzuki, Peter Mahmud. Prof. Dr. SH. MS. LL.M. 2007. Penelitian Hukum. Jakarta : Kencana.
Pangaribuan, Luhut M.P. S.H. LL.M. Advokat dan Contempt of Court Suatu Proses di Dewan Kehormatan Profesi. Jakarta : Djambatan.
__________. 2006. Hukum Acara Pidana. Jakarta : Djambatan.
Patra, A. M. Zen dkk. 2007. Panduan Bantuan Hukum di Indonesia : Pedoman Anda Memahami dan Menyelesaikan Masalah Hukum. Jakarta : YLBHI.
Salim, Peter dan Yenny Salim. 1995. Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer Ed. 2. Jakarta : Media English First.
B. Peraturan Perundang-undangan
Republik Indonesia, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
_______________. Undang-Undang Tentang Hukum Acara Pidana. UU Nomor 8 Tahun 1981. LNRI Tahun 1981 Nomor 76. TLNRI Nomor 3209.
_______________. Undang-Undang Tentang Penetapan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 Tentang Hukum Pidana. UU Nomor 73 Tahun 1958. LNRI Tahun 1958 Nomor 127.
_______________. Undang-Undang Tentang Hak Asasi Manusia. UU Nomor 39 Tahun 1999. LNRI Tahun 1999 Nomor 165. TLNRI Nomor 3886.
_______________. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan KUHAP.
C. Makalah
Asshiddiqie, Jimly. “Peran Advokat dalam Penegakan Hukum”. Bahan Orasi Hukum pada acara “Pelantikan DPP IPHI Masa Bakti 2007 – 2012”. Bandung, 19 Januari 2008.
D. Situs Website
http://www.law-insight.blogspot.com/
___________________________
Penulis:
Mahasiswa Magister Ilmu Hukum Program Pasca Sarjana Universitas Jambi - Bagian dari Tim Penulis Blog www.jambilawclub.blogspot.com