Ilustrasi: febridiansyah
Bogor - Penyelenggaraan akses keadilan bagi masyarakat kurang mampu dan terpinggirkan terus digalakkan oleh Mahkamah Agung (MA) pada tahun 2011 ini. Pembebasan biaya perkara, sidang keliling serta pembentukan pos bantuan hukum pada setiap pengadilan merupakan bentuk program access to justice itu.
Namun, bagaimana teknis pelaksanaan semua itu. Direktur Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah Agung, Wahyu Widiana memberikan pemaparan, khususnya untuk peradilan agama.
"Untuk bantuan hukum di pengadilan agama itu ada tiga jenis," kata Wahyu, di sela-sela acara Konferensi Internasional Asosiasi Pejabat Peradilan Se-Asia Pasifik, Hotel Novotel Bogor, Senin (14/3).
Pertama, adalah penanganan kasus prodeo yang pada tahun ini targetnya sama sebagaimana disampaikan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, yakni 100.553 perkara. Rinciannya, tiap perkara dianggarkan Rp300 ribu. "Ya jadi kalau dikalikan sekitar Rp3 miliar lebih," jelas Wahyu.
Kedua, mengenai pelaksanaan sidang keliling. Hingga saat ini sudah terdapat 273 lokasi di seluruh Indonesia dengan anggaran sekitar Rp4 miliar per tahun. Pulau Sumatera menjadi wilayah terbanyak lokasi sidang keliling yang mencapai 100 lokasi, sementara di Pulau Jawa ada sekitar 68 lokasi sidang keliling. Sementara itu, daerah seperti Papua justru hanya disediakan satu lokasi lantaran tidak banyak perkara di pedalaman. "Tapi tetap kami sediakan," ujarnya.
Ketiga, mengenai pos bantuan hukum, sebagai bentuk pelaksanaan UU Pengadilan Agama, UU Kekuasaan Kehakiman serta SEMA Nomor 10 Tahun 2010 tentang bantuan hukum. Untuk ini, sudah ada 46 pengadilan agama yang memiliki posbakum.
"Bahwa di tiap pengadilan agama maupun negeri itu dibentuk pos bantuan hukum bagi orang yang tidak mampu. Tapi pelaksanaannya setahap demi setahap," papar Wahyu.
Wahyu menegaskan posbakum pengadilan agama berada di setiap ibukota provinsi. Pembagiannya tiap provinsi memang tidak sama setiap provinisnya tergantung pada jumlah perkara yang diterima pengadilan terkait. Misalnya, di Papua dan Papua Barat masing-masing satu posbakum pengadilan agama, sementara di Jawa Barat, Tengah dan Timur memiliki masing-masing tiga posbakum.
"Ongkos posbakum ini bukan dari pengadilan agama. Pengadilan tidak boleh memberikan bantuan hukum. Negara Membayar melalui MA, kemudian MA membayar para ahli hukum advokat yang duduk di pengadilan agama itu," kata Wahyu.
Bagaimana teknis pembayaran para Advokat itu? Pembayaran dihitung bukan tiap perkara melainkan berapa lama waktu pemberian layanan dilakukan. Jumlahnya pun tidak banyak. Contohnya selama 4 jam bekerja dari pagi sampai siang adalah Rp400 ribu.
"Meskipun 30 sampai 40 perkara yang ditangani setiap hari, seperti Bandung, Depok dan Cianjur dibayarnya sama," ujar Wahyu.
Para advokat ini pun akan dibekali pelatihan terlebih dahulu terkait proses rekrutmennya. Ini mencegah adanya gugatan yang dinyatakan tidak dapat diterima alias NO oleh hakim. Pembayarannya pun tidak diberikan kepada advokat per orangnya. Melainkan kepada lembaga yang membawahi advokat itu.
"Kami sudah koordinasi dengan Bapenas, Kemenkeu. Jadi kalau yang dibawah Rp100juta itu yang penting bisa dengan swakelola, tidak harus tender, tetapi yang penting dilaksanakan terbuka dimumkan di situs. Ini kecil, kami yakin nggak jadi rebutan," jelasnya.
Mengenai persyaratannya, penerima akses bantuan hukum haruslah memiliki Surat Keterangan Tidak Mampu atau membawa keterangan bahwa yang bersangkutan tidak mampu membayar pengacara. Guna menyosialisasikan hal ini, MA bekerjasama dengan kelurahan-kelurahan serta LSM seperti Pusat Pengkajian dan Studi Perempuan, Peka.
Wahyu menambahkan, anggaran pos bantuan hukum biayanya mencapai Rp4 miliar per tahun.
Lepas dari itu, akses keadilan seperti ini juga akan diberlakukan di peradilan lainnya, seperti umum, tata usaha negara, serta militer. Namun ia tidak mengetahui berapa jumlah pastinya.
Namun, bagaimana teknis pelaksanaan semua itu. Direktur Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah Agung, Wahyu Widiana memberikan pemaparan, khususnya untuk peradilan agama.
"Untuk bantuan hukum di pengadilan agama itu ada tiga jenis," kata Wahyu, di sela-sela acara Konferensi Internasional Asosiasi Pejabat Peradilan Se-Asia Pasifik, Hotel Novotel Bogor, Senin (14/3).
Pertama, adalah penanganan kasus prodeo yang pada tahun ini targetnya sama sebagaimana disampaikan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, yakni 100.553 perkara. Rinciannya, tiap perkara dianggarkan Rp300 ribu. "Ya jadi kalau dikalikan sekitar Rp3 miliar lebih," jelas Wahyu.
Kedua, mengenai pelaksanaan sidang keliling. Hingga saat ini sudah terdapat 273 lokasi di seluruh Indonesia dengan anggaran sekitar Rp4 miliar per tahun. Pulau Sumatera menjadi wilayah terbanyak lokasi sidang keliling yang mencapai 100 lokasi, sementara di Pulau Jawa ada sekitar 68 lokasi sidang keliling. Sementara itu, daerah seperti Papua justru hanya disediakan satu lokasi lantaran tidak banyak perkara di pedalaman. "Tapi tetap kami sediakan," ujarnya.
Ketiga, mengenai pos bantuan hukum, sebagai bentuk pelaksanaan UU Pengadilan Agama, UU Kekuasaan Kehakiman serta SEMA Nomor 10 Tahun 2010 tentang bantuan hukum. Untuk ini, sudah ada 46 pengadilan agama yang memiliki posbakum.
"Bahwa di tiap pengadilan agama maupun negeri itu dibentuk pos bantuan hukum bagi orang yang tidak mampu. Tapi pelaksanaannya setahap demi setahap," papar Wahyu.
Wahyu menegaskan posbakum pengadilan agama berada di setiap ibukota provinsi. Pembagiannya tiap provinsi memang tidak sama setiap provinisnya tergantung pada jumlah perkara yang diterima pengadilan terkait. Misalnya, di Papua dan Papua Barat masing-masing satu posbakum pengadilan agama, sementara di Jawa Barat, Tengah dan Timur memiliki masing-masing tiga posbakum.
"Ongkos posbakum ini bukan dari pengadilan agama. Pengadilan tidak boleh memberikan bantuan hukum. Negara Membayar melalui MA, kemudian MA membayar para ahli hukum advokat yang duduk di pengadilan agama itu," kata Wahyu.
Bagaimana teknis pembayaran para Advokat itu? Pembayaran dihitung bukan tiap perkara melainkan berapa lama waktu pemberian layanan dilakukan. Jumlahnya pun tidak banyak. Contohnya selama 4 jam bekerja dari pagi sampai siang adalah Rp400 ribu.
"Meskipun 30 sampai 40 perkara yang ditangani setiap hari, seperti Bandung, Depok dan Cianjur dibayarnya sama," ujar Wahyu.
Para advokat ini pun akan dibekali pelatihan terlebih dahulu terkait proses rekrutmennya. Ini mencegah adanya gugatan yang dinyatakan tidak dapat diterima alias NO oleh hakim. Pembayarannya pun tidak diberikan kepada advokat per orangnya. Melainkan kepada lembaga yang membawahi advokat itu.
"Kami sudah koordinasi dengan Bapenas, Kemenkeu. Jadi kalau yang dibawah Rp100juta itu yang penting bisa dengan swakelola, tidak harus tender, tetapi yang penting dilaksanakan terbuka dimumkan di situs. Ini kecil, kami yakin nggak jadi rebutan," jelasnya.
Mengenai persyaratannya, penerima akses bantuan hukum haruslah memiliki Surat Keterangan Tidak Mampu atau membawa keterangan bahwa yang bersangkutan tidak mampu membayar pengacara. Guna menyosialisasikan hal ini, MA bekerjasama dengan kelurahan-kelurahan serta LSM seperti Pusat Pengkajian dan Studi Perempuan, Peka.
Wahyu menambahkan, anggaran pos bantuan hukum biayanya mencapai Rp4 miliar per tahun.
Lepas dari itu, akses keadilan seperti ini juga akan diberlakukan di peradilan lainnya, seperti umum, tata usaha negara, serta militer. Namun ia tidak mengetahui berapa jumlah pastinya.
Khresna Guntarto
Primair Online